Senin, 16 Maret 2009

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Bagian 1: Perjalanan)

Setelah beberapa waktu silam aku mengunjungi Taman Hutan Raya Pancoran Mas, Kota Depok, akhir pekan ini (14 - 15. Mär 2008) aku dan empatbelas (disusul dua) orang temanku mengunjungi satu lagi wilayah pelestarian: Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).

Sekadar untuk pengetahuanmu, TNGHS ini terletak di Propinsi Jawa Barat, berupa hutan yang masih lebat di atas tanah gunung Halimun dan Salak. TNGHS sendiri menjadi habitat bagi Owa Jawa (Hylobatus moloch) serta Macan Tutul (Panthera pardus). Untuk pengetahuan lebih mendalam tentang TNGHS, kamu bisa mengunjungi situs resmi TNGHS secara langsung, dan dapat mengajukan pertanyaan pula di bagian buku tamu. Fitur ini sendiri dapat dikata interaktif karena setiap surat masuk akan dibalas pengelola situs (baguslah).

Nah, tulisan ini sendiri mengetengahkan perjalanan kami berlimabelas (kemudian berenambelas dengan ditemani Kang/A' Iwan) menuju, menerabas dan meninggalkan sedikit bagian hutan perawan di Tanah Sunda ini. Berhubung ada sedikit kekeringan ide karena satu dan lain hal, maka mohon maaf bila tulisan ini kurang sarat makna.

***
Mula

Semua bermula dari pembicaraan di mailing list (milis) pada sepekan sebelum keberangkatan. Mas Ii' mengusulkan sebuah acara jalan-jalan mengisi akhir pekan ke TNGHS. Dengan biaya yang serendah mungkin dan hasil diupayakan setinggi mungkin á la pabrik kerupuk, maka terkumpullah sekitar 17 orang pada awalnya. Dari pembicaraan lanjutan kemudian disepakati bahwa keberangkatan pada 14. Mär, pukul 09.00 WIB, dengan dua buah mobil yang dikemudikan Mas Ii' sendiri dan Desta di mobil satunya lagi.

Pada hari-H keberangkatan, pukul 08.50 WIB, tibalah aku di tempat pertemuan yang disepakati, tempat pesta pora nyamuk di Gazebo Jurusan. Ternyata eh ternyata, belum ada seorang juga di tempat itu. Wah, tiba-tiba saja tercium aroma jam keberangkatan akan dikonversi ke WIR (Waktu Indonesia Raya, alias jam karet).

Yah, tanpa panjang bicara lagi, maka datanglah satu per satu calon peserta tur, dari Arda yang membawa ransel tentara yang menurut pengakuannya terisi tiga perempatnya oleh kantung tidur. Lalu Garda dengan kantung tidur dan raket bulutangkis (di gunung?). Kemudian semakin banyak dan semakin banyak sampai hampir lengkaplah semuanya. Hampir, karena Dian masih mencari pengisi muatan baterai untuk entah kamera entah ponselnya.

Kemudian, sekitar 10.30 WIB, berangkatlah kami berangkaian menuju Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, berpindah jurusan menuju tol Jakarta-Bogor/Ciawi. Menurut petunjuk yang didapat Mas Ii' -- yang mengaku belum pernah pergi ke TNGHS (dan disambut kernyit dahi seluruh awak di mobil tersebut) -- kami harus (dan memang wajib) keluar Gerbang Tol Ciawi, kemudian menuju arah Sukabumi dan berbelok ke Kanan saat ada petunjuk yang memberi arah pada daerah bernama Kabandungan.


17 kilometer?

Maka perjalanan pun berlanjutlah, dengan kemacetan yang cukup menyita waktu sekeluar jalan tol di Ciawi. Di sela-sela kemacetan, sekitar pukul 14.00 WIB, kami memutuskan menepi untuk makan siang di sebuah warung makan di tepi jalan, dengan pemandangan ke Danau Lido. Makannya? BS (Bayar Sendiri) dong.. :D

Kemudian, setelah selesai makan (dan sedikit kasak-kusuk, "angkut! angkut!", merujuk pada pelayan warung makan tersebut, hihihihi), beranjaklah kami terus ke Selatan. Mendekati Simpang Parungkuda, Garda terbangun dan sontak bertanya aku apakah jalan menyimpang ke kanan itu menuju Gunung Salak. Garda mengiyakan, tetapi karena Mas Ii' bersikukuh bahwa sebelum ada papan penunjuk "Taman Nasional Gunung Halimun", kami tidak akan berbelok ke kanan.

Jadilah dua mobil itu terus beriringan ke Selatan, menuju Sukabumi. Sebelum memasuki Sukabumi, Hardy mengeluh ingin buang air kecil. Jadilah Mas Ii' menepi ke sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum, sekaligus juga untuk mengisi bahan bakar. Sembari mengisi, Mas Ii' menyempatkan bertanya pada petugas di SPBU tersebut mengenai daerah Kabandungan. Menurut petugas tersebut, Kabandungan yang dimaksud masih 17 kilometer arah Selatan.

Jadilah Mas Ii' -- yang notabene belum pernah ke TNGHS -- memutuskan melanjutkan perjalanan ke Selatan, sampai ke Kota Sukabumi. Di jalan, yang nampak pada rambu penunjuk jalan malah "Bandung". Hmm... Setelah sedikit berpikir (dan khawatir kami tersesat), kukatakan saja bahwa jangan-jangan petugas SPBU yang menunjukkan arah itu salah mendengar, alih-alih Kabandungan malah "Ka Bandung, A'?" (ke Bandung, Ka'?). Spontan saja itu memicu tawa renyah kami yang sudah lebih tiga jam di dalam kurungan logam bernama mobil.

Demi mencegah kesesatan lebih jauh, jadilah Aryo yang duduk di sebelah Mas Ii' ditugasi turun bertanya kepada seorang pemilik warung di tepi jalan pusat kota Sukabumi. Sembari Aryo bertanya, turunlah Ichad dari mobil Desta dan langsung 'menembak' Mas Ii' dengan sebuah pernyataan, "Mas Ii' yang terhormat. Gimana ini? 17 Kilo udah lewat dari tadi!"

Kemudian, selepas mendapatkan penjelasan, kembalilah Aryo dan Ichad ke posisi masing-masing dan berputar kembalilah kami. Jelas, kami telah melewati tempat berbelok yang semestinya. Setelah itu, kembalilah Mas Ii' bertanya via pesan pendek (sandek) kepada temannya yang memberi referensi ke TNGHS (dan mestinya pernah pula ke sana). Dari situ, dan beberapa kali pertanyaan berikutnya, akhirnya diputuskan kami kembali ke SPBU "17 kilometer" itu tadi, karena Desta merasa mengingat sesuatu.


Menuju Puncak

Di SPBU itu mulailah 'interogasi' terhadap Mas Ii' digelar. Sembari 'interogasi' berlangsung -- yang pada intinya mempertanyakan pengetahuan Mas Ii' tentang TNGHS -- beberapa rekan seperti Hardy dan Indah menuju ke toilet untuk menunaikan panggilan alam. Pada akhirnya, diputuskan bahwa setelah dari SPBU itu, kami akan kembali ke Utara ke Simpang Parungkuda untuk berbelok ke atas. Menempuh jalan mendaki di punggung Gunung entah-apa-namanya tersebut.

Sesampainya di simpang jalan itu, ternyata barulah terlihat papan besar petunjuk jalan (tetapi menurut, um, entah Indah entah Tri, tulisannya kecil-kecil) bertulis "Taman Nasional Gunung Halimun: Balai Penelitian Cikaniki, 29 km (kalau tak salah, Pen)". Hufff...... Akhirnya sampai juga di tempat yang telah kami lewati hampir tiga jam sebelumnya.

Setelah berkumpul kembalinya kedua mobil itu di mulut jalan menanjak itu, dan beberapa pertanyaan pada penduduk sekitar, akhirnya meluncurlah kami beriring berirama menapaki jalan naik turun berlika-liku demi mencapai tujuan kami.

--
BERSAMBUNG (insya Allah segera disambung)
Written on 15 - 16. Mär 2009