:)
Adapun yang sebelum ini, lupakan.
Andaipun teringat, maka luaskan dadamu, lebarkan senyummu.
Karena ingat, "fikrah" dan "firqah" itu ada sedikit kemiripan.
Apalagi bila makharijul huruf-nya jebluk.
Dan sungguh
baru kali ini kami dapati
seorang laksana cermin
dari tempat yang tidak diduga.
Ibu, Ayah, perkenalkan....
15.3.1437
Blog Peniti
Ikutilah jalan yang satu, yang lurus, jangan ikuti jalan-jalan lainnya -- Laman pribadi Arif R
Minggu, 27 Desember 2015
Minggu, 06 Desember 2015
H -3
Bismillah, walhamdulillah.
Tiga hari lagi.
Tak perlu diungkapkan bagaimana bisa sampai seperti ini. Cukuplah kelak, andaikata ragu melanda, biar aku ingat kembali antusiasmu menyambut kalimat sederhana, jauh dari memikat yang kutuliskan.
Tiga hari lagi, dan yang bisa kulakukan sekarang tak lain menunggu dan bersiap-siap.
25/2/1437
dalam hujan deras menghujam, dengan mata enggan terpejam
Tiga hari lagi.
Tak perlu diungkapkan bagaimana bisa sampai seperti ini. Cukuplah kelak, andaikata ragu melanda, biar aku ingat kembali antusiasmu menyambut kalimat sederhana, jauh dari memikat yang kutuliskan.
Tiga hari lagi, dan yang bisa kulakukan sekarang tak lain menunggu dan bersiap-siap.
25/2/1437
dalam hujan deras menghujam, dengan mata enggan terpejam
Rabu, 28 Oktober 2015
Pernikahan 101: Perkara Kesederajatan (Kufu')
Bismillah, walhamdulillah.
Tulisan berikut ini berasal dari http://almanhaj.or.id/content/1487/slash/0/siapakah-orang-orang-yang-kufu-sama-dan-sederajat-itu/ dengan penyesuaian tata letak.
SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG KUFU' (SAMA DAN SEDERAJAT) ITU?
Oleh
Ummu Salamah As-Salafiyah
Allah Ta’ala
berfirman.
"Artinya
: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal." [Al-Hujuraat : 13]
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ayat mulia ini
telah dijadikan dalil oleh beberapa ulama yang berpendapat bahwa
kafa'ah
(sama dan sederajat) di dalam nikah itu tidak dipersyaratkan dan
tidak ada yang dipersyaratkan kecuali
agama. Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.’” [1].
Disampaikan secara ringkas.
Imam al-Bukhari
rahimahullah telah membuat bab di dalam kitab Shahiihnya, bab
Al-Akiiffaa’ fid Diin dan firman-Nya:
"Artinya
: Dan Dia (pula) Yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan kerabat dan adalah Rabbmu Maha
Kuasa." [Al-Furqaan : 54]
Abul Yaman memberitahu
kami, ia berkata, Syu’aib membe-ritahu kami dari Az-Zuhri, dia
berkata, ‘Urwah bin az-Zubair Radhiyallahu anhu memberitahu kami
dari ‘Aisyah Radhyallahu anha bahwa Abu
Hudzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah bin ‘Abdi Syams –
dan dia termasuk yang mati syahid di perang Badar ketika berperang
bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam –
mengangkat Salim sebagai anak
angkat dan menikahkannya dengan anak perempuan saudaranya, yaitu
Hindun binti Al-Walid bin ‘Utbah bin Rabi’ah dan
[sedangkan] Salim
adalah mantan budak dari seorang wanita kaum Anshar,
sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat Zaid
sebagai anak angkat. Dan orang yang mengangkat seorang anak pada masa
Jahiliyyah, orang-orang memanggilnya dengan tambahan nama orang yang
mengangkatnya dan diberikan warisan dari harta orang tua angkatnya,
sehingga Allah menurunkan ayat:
“Artinya
: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan mantan-mantan budakmu.”
[Al-Ahzaab : 5)]
Kemudian mereka
menisbatkan kepada ayah-ayah mereka. Dan orang yang tidak mengetahui
ayahnya, maka ia menisbatkan diri kepada mantan budak dan saudara
seagama. Lalu Sahlah binti Suhail bin ‘Amr Al-Qurasyi Al-‘Amiri
-ia adalah isteri Abu Hudzaifah- mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
pernah melihat Salim seorang anak sementara Allah telah menurunkan
padanya apa yang telah engkau ketahui.” Lalu dia menyebutkan
hadits:
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Abu Hindun pernah membekam Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di ubun-ubun, maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya
: Wahai Bani Bayadhah, nikahkanlah Abu Hindun dan nikah-kanlah ia
kepada (keturunan) Bani Bayadhah…” [Hadits Riwayat. Abu Dawud
dengan sanad yang hasan]
Al-Khaththabi
di dalam kitab Ma’aalimus Sunan (XIII/177) mengatakan, “Di
dalam hadits ini terdapat hujjah bagi Malik dan orang yang berpegang
pada pendapatnya bahwa kafa-ah
itu pada agama saja dan tidak yang lainnya. Abu
Hindun adalah budak yang dimerdekakan Bani Bayadhah dan bukan
dari kalangan mereka.”
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada yang bertanya,
‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?’ Beliau
menjawab, ‘Yang paling bertakwa di antara mereka.’” [Muttafaq
‘alaih]
Dari Sahal bin Sa’ad
as-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada seseorang
berjalan melewati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau
bertanya kepada seseorang yang duduk di sisinya, ‘Bagaimana
pendapatmu mengenai orang ini?’ Dia menjawab, ‘Dia dari kalangan
orang-orang terhormat (kaya). Orang ini, demi Allah, sangat pantas
jika dia melamar, maka tidak akan ditolak dan jika minta syafa’at,
maka akan diberi.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diam. Kemudian ada orang lain lagi yang lewat, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ‘Lalu bagaimana
pendapatmu mengenai orang ini?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah,
orang ini adalah termasuk golongan kaum muslimin yang fakir. Orang
ini jika melamar, maka tidak akan diterima dan jika (ingin) menjadi
suami, maka tidak akan diberi serta jika berbicara, maka tidak
didengarkan ucapannya.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
“Artinya
: Orang ini (yang fakir) lebih baik daripada seisi bumi seperti orang
itu (yang kaya).” [Hadits Riwyat Al-Bukhari]
[Disalin dari buku
Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan
Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
Footnote:
[1].
Tafsir Ibnu Katsir (IV/230)
Langganan:
Postingan (Atom)