Selasa, 22 Juli 2014

Ramaḍan An Oriant (2)

Bismillah, walhamdulillah. Shalawat dan salam teruntuk Nabi tercinta Muhammad ṣallallahu `alayhi wa sallam.


Ada yang sedikit tertinggal tentang catatan Ramaḍan kemarin. Sesuatu yang perlu diketahui, penulis rasa, karena manusia cenderung memusuhi apa yang asing baginya. Penulis lupa siapa yang menyebutkan kalimat terakhir ini, tetapi demikianlah.

Berikut ini ada dua video, tidak begitu panjang, tentang bacaan al-Qur'an yang sama dengan yang dibaca Imam "impor" di 'masjid' kami di Porte G 12. Rue Colbert pada shalat Tarawaih. Perbedaannya hanya di tempo [?] saja, berhubung shalat di sini digelar menjelang tengah malam nominal sehingga sering kali beberapa ayat selain al-Faatihah disambung untuk meringkas pembacaan.

Selidik punya selidik, ternyata setiap Ramaḍan, 'Masjid' ini kedatangan Imam yang terutama dikhususkan untuk shalat `Isyaa' dan Tarawaih. Alhamdulillah, Imam muda yang (di)datang(kan) dari Maghrib/Maroko tersebut membaca dengan fasih dan tartil. Walaupun, pada saat pertama kali mendengarnya jelas terasa berbeda. Silakan didengarkan sendiri contohnya pada video di bawah.

Untuk mencari bagaimana surat lain dalam Qur'an dibaca dengan cara yang sama, ini kata kuncinya: Warsy (Warsh) Imam Nafi'. Bacaan yang biasa kita baca adalah Hafsh Imam `Aṣim.

Baik, berikut ini video yang penulis maksud.
Al-Faatihah (Warsy) - Qaari' Mahmud Khalil al-Hussariy

Al-A`laa (Warsy) - Qaari' Mahmud Khalil al-Husariy

Bonus poin bila bisa mengenali apa perbedaan paling mencolok di pembacaan Surat al-Fatihah di atas.

Wallahu waliyu-t-taufiq.

––
24 Ramaḍan 1435
+33 / 56100 /1RNA 1033

AR

Jumat, 18 Juli 2014

Ramaḍan An Oriant

Bismillah, walhamdulillah. Shalawat dan salam teruntuk Nabi tercinta Muhammad ṣallallahu `alayhi wa sallam.


Ramaḍan kali ini ada yang lain. Itu ringkasan dari catatan ini.

Bila Ramaḍan-Ramaḍan yang telah lalu biasanya dijalani 'sendiri', kali ini baru benar-benar sendiri secara jasmani. Alhamdulillah, Allah jadikan muslimin di kota nirmasjid (yakni rupa masjid yang sejati) ini demikian guyub. Kalau tidak demikian, bisa jadi selain sendiri, aku pun 'sendiri' juga menjalani Ramaḍan kali ini.

Lorient, atau dalam bahasa Breton (Brezhoneg) disebut sebagai An Oriant, adalah kota kecil di daerah Bretagne di Perancis. Kecil, barangkali kalau dibuat perbandingan dari kota yang aku tahu, kelas kota ini adalah Kota Sukabumi. Kecil, karena menurut referensi lemah berupa wikipedia, penduduknya paling banyak hanya 60.000 kepala saja. Penduduk muslimnya, sebagaimana stigma kita bila mendengar Islam di Eropa, adalah minoritas. Warga 'asli' yang muslim jelas lebih sedikit lagi.

Kalau ingin melihat jumlah muslimin dan sebagian muslimat, sebagaimana kasus yang umum di negara berpenduduk muslim juga, datanglah hari Jum`at. Datanglah ke Maison des Association, 12. Rue Colbert; Tidak jauh dari pusat kota, tidak jauh dari Stasiun/Gare de Lorient (yang stasiunnya sendiri bisa ditempuh dalam empat jam perjalanan kereta dari Gare Montparnasse, Paris).

Bila waktu shalat Jum`at tiba, barangkali ada sekitar 400-500 muslimin dan muslimat yang tinggal di kota berangin ini. Kalau dilihat dari wajahnya, kebanyakan bernuansa Arab, lebih tepatnya wilayah Maghribi (Afrika Utara). Tanyakan pada mereka dari mana asal mereka, dan akan didapatkan jawaban dari Aljazair, Tunisia, hingga Maroko. Tentu, juga ada warga pendatang sementara dari Malaysia, India-Pakistan, dan seterusnya, namun bisa dibilang tidak seberapa.

Di Ramaḍan yang bertepatan dengan libur musim panas ini, Fajar dikalkulasi terbit mulai dari setengah lima waktu setempat hingga terbenam matahari pada saat jam menunjukkan pukul 22 lebih. Dua hal yang perlu dicatat adalah bahwa tengah hari (sesaat sebelum waktu Ẓuhur) jatuh pada sekitar pukul 14 lebih seperempat, dan musim ini juga hampir bertepatan dengan summer solstice, sehingga semakin ke belakang bulan hari mulai kembali memendek.

Sebagaimana diumumkan di Jum`at terakhir bulan Sya`ban, "dewan masjid" alias asosiasi mengadakan iftar (berbuka puasa) bersama-sama, setiap hari. Secara pribadi, aku diundang datang oleh seorang Saudara yang setiap hari juga mempersiapkan hidangan berbuka puasa. Mudah-mudahan dengan demikian bisa menjadi 'donor' pahala bagi yang memberikan hidangan untuk kami-kami.

Mengenai makanan berbuka puasa, 'normal'-nya adalah roti Perancis (baguette) yang panjangnya bisa setengah meter, yang dibagi dua. Kemudian ada selada (cf. KBBI daring Pusat Bahasa Kemdiknas, lema selada no. 2). Yang lebih wajar, jelas, adalah kurma. Ada juga Sup à la Maghribi yang dibagikan lepas shalat jama`ah, yakni lebih kurang 15 menit setelah Adzan dikumandangkan. Adapun minumannya biasanya adalah air, jus buah dalam kotak, susu, dan kopi (kopi susu dan kopi hitam).

Sementara itu, kadang-kadang ada juga hidangan yang 'tidak normal', yakni ketika ada jama`ah yang mendatangkan makanan besar. Rupanya bermacam-macam, yang sudah keluar antara lain adalah nasi (kebuli [?]), nasi khas Senegal (seperti nasi goreng), baso dengan kuah "tajine" dan kacang polong, ayam bakar (yang bumbunya sangat mengingatkan ke restoran Padang di rumah), maupun ayam panggang.

Walhamdulillah, makan bersama (dengan hidangan sepiring bersekian) adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Rasul kita yang mulia ṣallallahu `alayhi wa sallam. Barangkali salah satu hikmahnya adalah mempererat kebersamaan. Buatku sendiri, rasanya jadi memperluas perut. Biasanya apabila berbuka puasa sendiri, sedikit nasi lauk atau roti sudah mengenyangkan. Sedangkan saat duduk di antara saudara-saudara, rasanya lebih banyak yang bisa tertampung sebelum (ke)kenyang(an).

Sebelum Ramaḍan, tadinya aku ada niatan membuat rendang untuk dijadikan lauk makan bersama di 'Masjid'. Namun nampaknya belum bisa terlaksana karena satu dan lain hal (tidak ada wajan 'raksasa', tidak ada bahannya, masakan percobaan yang gagal, dst). Jadilah, partisipasi yang bisa kuperbuat sebatas menggelar karpet untuk alas makan bersama saja.

Mudah-mudahan Allah membangunkan Masjid untuk penduduk Lorient. Kalau berkenan membantu dana, silakan kunjungi http://www.mosquee-lorient.com/?page_id=44 (bahasa Perancis) untuk mempelajari lebih detail.

***

Terakhir, ada keputusan besar yang telah diambil. 'Bola' sudah digulirkan, tinggal dioper ke pihak-pihak terkait. Syaithan meniupkan was-was bahwa keputusan ini kelak akan jadi sesalan. Namun bisa jadi juga keputusan ini hasil konspirasi Syaithan juga. Oleh karena itu, selalu mintalah perlindungan pada Allah dalam setiap langkahmu.

Allah-lah yang memberikan taufiq

--
20 Ramaḍan 1435, menjelang sahur
+33 / 56100 / 1RNA 1033

AR

Kamis, 10 Juli 2014

Lelah

Bismillah, walhamdulillah. Shalawat dan salam untuk Rasul kita, Muhammad shallallahu `alayhi wa sallam, beserta keluarganya  dan Sahabatnya, dan pengikutnya hingga Akhir.

Dalam beberapa kesempatan, Allah memerintahkan (secara urutan dan bergandengan): Tidak menyekutukan Allah sedikit pun, dengan sesuatu apapun. Berbakti kepada orang tua. Kemudian perintah lainnya.

Selanjutnya menimbang juga penggalan pesan Rasul Allah shallallahu `alayhi wa sallam kepada anak pamannya, `Abdullah bin `Abbas radliyAllahu `anhuma untuk "jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah Allah, maka Allah akan berada di depanmu; apabila meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah" (atau lafazh sedemikian, dapat ditemukan pada kitab 40-an Hadits Imam al-Nawawi).

Maka setelah ini adalah saatnya berbicara kepada ayah dan ibu.


12/09/1435
AR

Selasa, 01 Juli 2014

Mati

Bismillah, walhamdulillah. Shalawat dan salam untuk Rasul-Nya yang terakhir dan untuk keluarganya, dan untuk Sahabatnya, dan pengikutnya.


Mati. Sebuah kata yang sangat bersahabat di telinga. Bisa dibilang akrab, tetapi tidak juga. Tidak perlu tahu ayat, pun, semua mengetahui bahwa setiap yang berjiwa pasti akan mati. Pasti. Suatu kepastian yang tidak terbantahkan lagi. Belum pernah ada catatan sejarah menuliskan bahwa, jangankan manusia, makhluk hidup apapun berhasil mengatasi mati.

Pernah mendengar istilah "fountain of youth" (mata air awet muda)? Istilah ini lebih dikenal di kebudayaan "Barat" daripada di bawah kebudayaan Islam atau yang dipengaruhi Islam. Dahulu, konon dikirimkan ekspedisi ke tempat-tempat yang jauh, demi mengambil air yang akan mengembalikan kemudaan peminumnya. Kebudayaan terus berkembang, dan pencarian mata air itu pun surut sudah. Atau setidaknya pencarian pada mata air dalam bentuk sebenarnya yang diakhiri.

Tidak dapat dipungkiri, pada masa ini, konsep mata air awet muda ini masih terus bertahan. Bentuknya, tentu menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman. Kita barangkali pernah mendengar penelitian/riset tentang penuaan (ageing). Mengenai hasilnya, entahlah. Paling tidak ada berbagai "krim anti penuaan" yang didapuk dapat menunda penuaan (meskipun pada hakikatnya hanya tampak fisik saja yang bisa disamarkan). Adapun untuk penuaan sendiri, nampaknya penelitian-penelitian itu sia-sia belaka.

Akar yang tidak kuat
Kalau ditelusuri lebih mendalam, apa sebenarnya yang menjadi landasan pelbagai penelitian mendalam tentang penuaan ini?

Barangkali hipotesisnya adalah bahwa "penuaan dapat dicegah" — sebuah hipotesis yang hingga saat ini belum terbukti.

Tapi kita masih bisa menggali lebih dalam lagi, bagaimana bisa hipotesis tersebut bisa muncul? Apa yang menjadi motivasi mereka?

Ini yang bisa aku pikirkan: Kecintaan yang besar pada kehidupan (dan dengan demikian, ketakutan yang sangat pada Maut).

Takut akan kematian
Ketakutan akan kematian, yakni berakhirnya kehidupan di dunia, adalah sesuatu yang wajar. Adalah sesuatu yang aneh bila, misalnya, seseorang terus saja berjalan melintasi jalur kereta setelah datang kepadanya peringatan (dan tanda yang jelas) akan kedatangan kereta di jalur yang akan ia lintasi. Tentu wajar seorang manusia takut akan kematian.

Perbedaannya adalah, bagaimana reaksi seseorang terhadap kematian. Seorang muslim tentu mengenal bahwa segala perbuatan di dunia akan ditanyai kelak, dan hasilnya dapat memengaruhi "rapor"-nya kelak. Semakin kuat kepercayaannya pada Allah dan Hari Akhir, maka ia akan berusaha berbuat sebaik-baiknya semasa hidup. Di sisi lain, seorang yang bukan/belum muslim menghadapi kematian dengan berbagai cara. Akan dipaparkan beberapa reaksi menghadapi kematian yang mungkin dari orang yang belum/tidak muslim.

Reaksi pertama adalah, tidak mempercayai sama sekali tentang adanya kehidupan setelah kematian. Jenis manusia seperti ini memercayai bahwa kehidupan hanya sekali ini, sesudah itu berakhir sebagai debu saja.

Reaksi selanjutnya adalah keyakinan bahwa setelah kematian, akan ada kehidupan lagi yang sama fananya dengan kehidupan sekarang. Seolah-olah kehidupan hanya berputar di dunia saja, tidak ada neraka apalagi surga. Kehidupan selanjutnya itu, bisa jadi atau bisa juga tidak terpengaruh oleh kehidupan saat ini.

Kemudian, ada juga manusia yang meyakini adanya surga dan neraka, namun keyakinannya rusak. Menurut manusia seperti ini, surga itu hanya bagi sekelompok orang tertentu saja — baik itu golongan mereka sendiri, atau malah untuk semua orang. Bagi mereka, neraka itu hampir seperti tidak ada saja. Konsep yang sama rusaknya adalah bahwa dosa-dosa manusia itu sudah "ditebus". Rusaknya konsep ini adalah, bahwa seandainya mereka disuruh untuk mati saja — karena toh dunia hanya sementara dan tidak sempurna — mereka malah enggan. Dan orang-orang seperti ini yang biasanya malah paling kuat mencari cara supaya tidak sampai mati. Sungguh aneh.

Terpengaruhnya muslim
Di atas telah disebutkan bahwa adalah wajar bagi seorang muslim untuk takut kepada kematian. Namun, bentuk ketakutannya bukanlah dengan memeluk, bahkan menggigit dunia erat-erat melainkan dengan berbuat sebaik yang ia sanggup untuk berbekal menuju kematian dan setelahnya. Pada kenyataannya, kita akan mendapati ada saja muslim yang amat takut dengan kematian hingga ia pun mati-matian mengejar dunia yang fana dan melalaikan bagiannya di Hari Kemudian.

Beberapa hal yang barangkali kita anggap wajar, tetapi sebenarnya berbahaya, dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari. Tidak jarang seorang muslim menyebut pekuburan/pemakaman, tempat berkumpulnya jasad-jasad yang telah mati, sebagai "tempat perisirahatan terakhir". Penyebutan seperti ini menyimpan bahaya bahwa dengan adanya makna beristirahat sebagai berlibur/mengaso, bisa timbul di pikiran bahwa kehidupan berakhir di dunia saja. Tentu ini tidaklah benar.

Kemudian juga, betapa banyak di antara muslimin yang berangan-angan untuk hidup selamanya di dunia. Jelas menyerupai keinginan orang-orang yang membenci kematian dengan kebencian yang sangat.

Wahai muslimin, kembalilah!
Dengan tulisan ini, penulis memanggil dirinya sendiri dan saudara-saudaranya yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk kembali. Untuk merencanakan ulang tujuannya di dunia ini. Bahwa, barangkali, tujuan jangka panjang yang sudah payah disusun ternyata masih kurang panjang. Karena sehijau dan semanis apapun dunia ini, semua akan ada akhirnya bagi kita, dan kepada Allah-lah kita akan dikembalikan.

Bukanlah maksud penulis untuk mencegah, apalagi melarang, muslimin dari mendapatkan dunia. Tetapi, sebuah wasiat yang penulis dengar dan penulis ingin sampaikan adalah, bahwa bagian setiap anak-cucu Adam di dunia ini sudah ditentukan; tidaklah seseorang akan mati kecuali bila telah sempurna rezekinya.

Dunia ini, kumpulkanlah, tetapi jadikan dunia ini sebagai tabungan di akhirat. Harta yang kita kumpulkan — pun dua tiga gunung emas tingginya — bukanlah milik kita bila kita mati. Siapa yang menyangkal bila harta tersebut akan beralih kepemilikan ke ahli waris kita. Bagian kita, adalah apa yang kita makan. Bagian kita adalah apa yang kita jadikan sedekah untuk Hari Akhir kelak. Karena tidak seorang manusia pun yang tahu ke mana kaki akan menjejak setelah kematian menjemput.

Oleh karena itu, kembalilah!

Tujuan kita jauh, dan perbekalan kita sedikit. Dan sebaik perbekalan, menurut Yang Menciptakan kita adalah ketaqwaan. Dan bagaimana kita mengetahui taqwa itu apa kalau tidak kita cari ilmunya.

Dan terakhir, takutlah pada kematian. Ia akan menjemput tepat pada waktunya, tidak kurang semenit atau lebih sedetikpun, di manapun berada. Takutlah dengan bersiap-siap apabila ia datang. Mudah-mudahan ia menjemput kita pada keadaan terbaik kita. Dan kembali kita di antara orang-orang yang beruntung.

Wallahu waliyu-t-taufiq.

––
malam 3 Ramadhan 1435, jelang `Isyaa'
+33 / 56100 / 1RNA 1033

AR

NB:
Sha = ص; Sya = ش