Iya.. Senyum Rif.. Katanya "it's all begin with a smile, mate!" Jadi, mari mulai dulu dengan sedikit basa-basi definisi. Senyum, dalam kaidah fisiologi manusia, adalah ekspresi wajah yang terbentuk dari pelengkungan otot-otot terutama sekitar ujung-ujung bibir. Ekspresi ini biasanya menggambarkan kegembiraan, kesenangan, tetapi juga bisa terjadi pada ketegangan --sering disebut seringai, atau ringisan. Meskipun demikian, motivasi senyum biasanya berasal dari kesenangan.
Lalu... Mengapa senyum? Hmm.. Yang jelas menurutku senyum itu bisa membuat perempuan jadi terlihat berbeda. Beda bagaimana? Yah, beda saja.. Maksudku, siapa yang tidak ikut riang melihat senyum, begitu? Bahkan digambarkan dalam "Mata Indah Bola Pingpong" (Iwan Fals) seperti berikut: "... Pria mana yang tak suka/senyummu juwita. Kalau ada yang tak suka/mungkin sedang --ehm-- goblok..." Agak keras, memang tapi begitulah kiranya kombinasi senyum dan perempuan untukku.
Tapi bukan berarti senyum itu monopoli makhluk ciptaanNya yang disebut perempuan, tentu saja. Karena definisi senyum salah satunya merupakan ekspresi kegembiraan, tentulah senyum itu dapat dikenakan di wajah siapa saja. Bahkan kalau tak salah, (dulu) negeri bernama Indonesia itu terkenal karena ramah-tamahnya --yang di antaranya terpancar dari senyum.
Soal senyum --mungkin ini subjektif-- aku punya favorit, boleh kan? Cukup lama juga aku kagum dengan salah satu pembaca berita di stasiun televisi "metro tv". Nama beliau, sebentar... Oh iya, Frida Lidwina. Bagaimana bisa lupa yah? (:p) Untuk yang belum tahu, ini ada pinjaman gambar dari situs stasiun tersebut.
Yah, sekali lagi itu subjektif, ya... Kalau ditanya, mengapa beliau? Mungkin karena setiap senyum itu khas, tetapi yang paling terasa itu bukan sekedar --seperti definisi-- tarikan otot-otot terutama di tepi-tepi bibir, tetapi yang membawa serta emosi berupa keriangan dari dalam pemilik senyum itu. Nah, sepertinya senyum beliau punya karakteristik sedemikian.
Tunggu sebentar... Sudahkah kamu tersenyum hari ini? Agak sulit bagi beberapa orang --juga termasuk aku sih-- untuk berbuat sedemikian. Mungkin perlu diingatkan tentang "senyum itu ibadah" (hadits yah? Duh, tak mahir soal sedemikian aku). Yang jelas, setelah segala turbulensi seharian kemarin --soal motor, disemprot orang yang membayar tagihan di atm padahal BUKAN aku yang meneriaki dia agar mempercepat aktivitasnya, tanah sisa hujan yang ikut berputar di ban sepeda dan berakhir di tas, ringkas kata: "Semuanya-- hari ini sepertinya matahari kembali bersinar. Sinarnya hangat, tak seterik sebelum hujan kemarin, sekaligus membawa banyak energi --siap panen, he he...
Yeiii.... Jelang siang ini, importir timah (IV) klorida itu mengabarkan bahwa zat itu sudah sampai di bea cukai, dan esok hari akan diantar ke Lab. Wahhh... Semangat, Rif, Din... Besok mulai kita dari membuat dopan antimoni. Yang jelas, dengan datangnya berita itu, yang pertama kukabarkan malah Alfian. He he, habis di Lab tak ada orang selain dia. Kemudian barulah Pak Herman yang tiba di Lab selepas Dzuhur. Oh iya, ruang yang dahulu ditempati Pak Bus kini ditempati Pak Herman. Ada hikmah juga ternyata dengan berpulangnya Pak Bus.
Kemudian, setelah pemberitahuan ke Pak Herman, aku malah lupa menghubungi Dini. Betul, sampai ketika aku memotongi kaca dan Dini mengirim pesan pendek, baru aku beritahu dia. Satu kata yang mewakili perasaan kami bertiga mungkin: "grateful". Uff, saatnya memulai Rif. Semangat!! (Kata Dini sih, begitu.. ^_^)
Lalu, sore ini sampai lewat Maghrib mengawasi ujian pendahuluan praktikum DT. Cukup tenang, meskipun terasa salah juga membiarkan entah-siapa-namanya-itu, yang telah menyelesaikan ujiannya, mengobrol dengan kawannya yang belum selesai. Hey... Kenapa masih terus menulis padahal telah berakhir batas waktunya. Biar kuingat saja anak itu dengan satu kata "Cina". Maaf ya, bukan maksud apa-apa, tetapi yang tersingkat untuk menyimpulkan "kulit kuning"-"mata sipit"-"kalau senyum hilang matanya" itu, buatku, cuma "Cina. Ujian akhir nanti di depan untukmu.
Ahh.. Betul ucapan itu. "Mau dibawa senyum, mau dibawa ngedumel, waktu tetap berjalan, kok." Jadi, mulai sekarang, Rif, senyumkan dulu di hati. Biar senyum di wajah terukir sendiri dengan pikiran yang tenang. "A Beautiful Mind", kalau meniru judul sebuah film. Janji ya?
F I N
written on 08. Oktober 2008, 21.32 WIB
...Sometimes, after those "basa-basi" things, some of us male don't know how to continue...
Lalu... Mengapa senyum? Hmm.. Yang jelas menurutku senyum itu bisa membuat perempuan jadi terlihat berbeda. Beda bagaimana? Yah, beda saja.. Maksudku, siapa yang tidak ikut riang melihat senyum, begitu? Bahkan digambarkan dalam "Mata Indah Bola Pingpong" (Iwan Fals) seperti berikut: "... Pria mana yang tak suka/senyummu juwita. Kalau ada yang tak suka/mungkin sedang --ehm-- goblok..." Agak keras, memang tapi begitulah kiranya kombinasi senyum dan perempuan untukku.
Tapi bukan berarti senyum itu monopoli makhluk ciptaanNya yang disebut perempuan, tentu saja. Karena definisi senyum salah satunya merupakan ekspresi kegembiraan, tentulah senyum itu dapat dikenakan di wajah siapa saja. Bahkan kalau tak salah, (dulu) negeri bernama Indonesia itu terkenal karena ramah-tamahnya --yang di antaranya terpancar dari senyum.
Soal senyum --mungkin ini subjektif-- aku punya favorit, boleh kan? Cukup lama juga aku kagum dengan salah satu pembaca berita di stasiun televisi "metro tv". Nama beliau, sebentar... Oh iya, Frida Lidwina. Bagaimana bisa lupa yah? (:p) Untuk yang belum tahu, ini ada pinjaman gambar dari situs stasiun tersebut.
Yah, sekali lagi itu subjektif, ya... Kalau ditanya, mengapa beliau? Mungkin karena setiap senyum itu khas, tetapi yang paling terasa itu bukan sekedar --seperti definisi-- tarikan otot-otot terutama di tepi-tepi bibir, tetapi yang membawa serta emosi berupa keriangan dari dalam pemilik senyum itu. Nah, sepertinya senyum beliau punya karakteristik sedemikian.
Tunggu sebentar... Sudahkah kamu tersenyum hari ini? Agak sulit bagi beberapa orang --juga termasuk aku sih-- untuk berbuat sedemikian. Mungkin perlu diingatkan tentang "senyum itu ibadah" (hadits yah? Duh, tak mahir soal sedemikian aku). Yang jelas, setelah segala turbulensi seharian kemarin --soal motor, disemprot orang yang membayar tagihan di atm padahal BUKAN aku yang meneriaki dia agar mempercepat aktivitasnya, tanah sisa hujan yang ikut berputar di ban sepeda dan berakhir di tas, ringkas kata: "Semuanya-- hari ini sepertinya matahari kembali bersinar. Sinarnya hangat, tak seterik sebelum hujan kemarin, sekaligus membawa banyak energi --siap panen, he he...
Yeiii.... Jelang siang ini, importir timah (IV) klorida itu mengabarkan bahwa zat itu sudah sampai di bea cukai, dan esok hari akan diantar ke Lab. Wahhh... Semangat, Rif, Din... Besok mulai kita dari membuat dopan antimoni. Yang jelas, dengan datangnya berita itu, yang pertama kukabarkan malah Alfian. He he, habis di Lab tak ada orang selain dia. Kemudian barulah Pak Herman yang tiba di Lab selepas Dzuhur. Oh iya, ruang yang dahulu ditempati Pak Bus kini ditempati Pak Herman. Ada hikmah juga ternyata dengan berpulangnya Pak Bus.
Kemudian, setelah pemberitahuan ke Pak Herman, aku malah lupa menghubungi Dini. Betul, sampai ketika aku memotongi kaca dan Dini mengirim pesan pendek, baru aku beritahu dia. Satu kata yang mewakili perasaan kami bertiga mungkin: "grateful". Uff, saatnya memulai Rif. Semangat!! (Kata Dini sih, begitu.. ^_^)
Lalu, sore ini sampai lewat Maghrib mengawasi ujian pendahuluan praktikum DT. Cukup tenang, meskipun terasa salah juga membiarkan entah-siapa-namanya-itu, yang telah menyelesaikan ujiannya, mengobrol dengan kawannya yang belum selesai. Hey... Kenapa masih terus menulis padahal telah berakhir batas waktunya. Biar kuingat saja anak itu dengan satu kata "Cina". Maaf ya, bukan maksud apa-apa, tetapi yang tersingkat untuk menyimpulkan "kulit kuning"-"mata sipit"-"kalau senyum hilang matanya" itu, buatku, cuma "Cina. Ujian akhir nanti di depan untukmu.
Ahh.. Betul ucapan itu. "Mau dibawa senyum, mau dibawa ngedumel, waktu tetap berjalan, kok." Jadi, mulai sekarang, Rif, senyumkan dulu di hati. Biar senyum di wajah terukir sendiri dengan pikiran yang tenang. "A Beautiful Mind", kalau meniru judul sebuah film. Janji ya?
F I N
written on 08. Oktober 2008, 21.32 WIB
...Sometimes, after those "basa-basi" things, some of us male don't know how to continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar