Selasa, 02 September 2008

Obituari: Ir. Bustanul Arifin, M.Phil.Eng (4. Aug 1946 - 25. Aug 2008)

25. Agustus 2008, 21:00 WIB, Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur. Saat itulah terakhir kali dosenku tercinta, ayah dari anak-anak beliau, suami dari istri beliau, Bapak Ir. Bustanul Arifin, M.Phil.Eng, atau lebih banyak dikenal sebagai Pak Bus, menghembuskan nafas terakhir beliau di atas bumi ini. Pak Bus, izinkan aku menulis sedikit tentangmu, dosen yang luar biasa yang mencintai jurusan Metalurgi ini dengan kecintaan yang besar. Dosen yang berpulang setelah berjuang melawan kanker paru yang merongrong kekuatan, kehangatan, dan keceriaan beliau.

Pertama kali aku menemui beliau adalah pada saat PPAM (Proses Pembekalan Anggota Muda, mungkin serupa ospek di tempat lain) yang berjalan melewati masa kuliah. Saat itu, kami yang lelah dengan tugas-tugas segala macam dari senior yang membuat kami 60-an orang (minus beberapa yang sakit) kumpul bersama dan terjaga semalam suntuk (meskipun aku tidur cepat juga, maaf ya semuanya, Cicis, Lulus, Bonex, semuanya deh). Lelah betul, karena sebelum masuk kuliah kami dibariskan, disemprot omelan senior, ditanya "berapa jumlah kalian, Dik?!" yang kalau dijawab sebanyak jumlah kami yang hadir, kami disemprot, kalau disebut satu maka kami pun disemprot pula.

Ah, lupakan itu, tak ikut aku --memenuhi ucapanku selepas acara itu-- pada tahun-tahun berikutnya. Yang jelas, hari itu, Rabu kalau tak salah, kelas Pengenalan Material Teknik (PMT) di ruang GK 302 saat itu, kami disambut dua orang dosen, seorang Ibu --Bu Bondan Tiara Sofyan, dan Pak Bus sendiri. Saat itu, cukup khawatir juga aku dengan pembawaan beliau yang terkesan "angker", keras, dan semacamnya. Demikianlah, kadang memang terlalu mudah menilai buku dari sampulnya.

Yang terjadi saat kelas dimulai, memang sedikit banyak membenarkan apa yang ada di kepalaku. Gaya bicara beliau tegas, juga agak keras. Tetapi yang terjadi kemudian, dengan semakin cairnya suasana, dan semuanya, nampaklah sisi lain beliau yang tak nampak pada pandangan pertama. Beliau ternyata gemar melemparkan guyonan segar, dan tak terduga. Banyak di antaranya memang mempermudah pemahaman kami terhadap apa yang beliau dan Bu Bondan ajarkan.

Sedikit yang kukenang di antaranya saat membahas tentang, um, ketahanan impak (benturan). Beliau mengambil contoh dari film "Titanic" (1998), dengan mengatakan. "Inget nggak lu (beliau banyak menggunakan lu-gue dalam keseharian dengan mahasiswa) film "Titanic"?". Tentu saja, mengingat populernya film itu dulu, kami menjawab dalam koor "Ingat, Pak..". Lalu apa yang beliau katakan? "Inget yang mana lu, bukan yang bagian begini" (sembari menirukan gerakan tangan tokoh Rose di dalam mobil itu). Kontan saja kami terbahak bersama, dan beliau pun kemudian menerangkan bahwa baja --bahan kapal HMS Titanic-- yang ulet pada suhu ruang bisa demikian getas (rapuh/mudah patah) pada suhu yang rendah.

Kemudian satu lagi terkait impak juga. "Lu kalau nggak tau soal begini (impak), bisa-bisa 'ngirim (kick-) starter Vespa ke Rusia, pas musim dingin. Lu genjot itu Vespa, nyala kagak, biji (ehm, maaf ini ucapan beliau menurut si Odie) Lu pecah yang ada." lebih kurang demikian ucapan beliau, maaf kalau redaksinya ada yang salah.

Sayang sekali jalan kami berbeda, karena peminatan Polimer yang kuambil tidak mewajibkan mata kuliah Logam (yang beberapa di antaranya beliau ajarkan), jadilah jarang kami bertemu di kelas, dan jarang pula kami bertemu di jalan. Tetapi sikap hangat beliau kepada kami tetap ada selalu. Saat hendak menuju mobilnya di belakang gedung jurusan, kami --yang sedang berkumpul di gazebo metalurgi-- selalu sempat bercanda dengan beliau. Ada saja yang bisa dijadikan bahan candaan, mulai dari, "Ngapain Lu di sini", "kapan Lu traktir Gue", dan banyak lagi.

Banyak cerita tentang beliau, karena beliau sendiri termasuk pionir bagi jurusan kami. Beliau adalah mahasiswa angkatan pertama (1965) dan termasuk lulusan awal jurusan kami ini. Beliau juga, menurut cerita yang kudengar, membantu Pak Topo, dosen kami yang lain --yang memberi si :-D buatku, uh...-- melamarkan (atau seperti itulah yang kudengar) istri beliau. Juga banyak cerita lain yang takkan cukup halaman ini membahasnya.

Yah, sayang beribu sayang, kini beliau telah pergi. Pun demikian, tetap hidup beliau dalam kenangan kami. Padahal semester ini, rencananya aku akan mengambil mata kuliah yang beliau ajar (kalau tak salah ingat) bersama Pak Bambang atau Pak Sri (maaf, aku lupa.. Ups..), tetapi kini sepertinya takkan kami temukan lagi dosen yang setaraf beliau.

Kini, tanah merah di pekuburan Tanah Merah, Pondok Kelapa telah menutupi jasad beliau. Kembali beliau kepada Sang Pencipta, dengan diiringi doa keluarga beliau, rekan-rekan dosen dan staf UI, dan terutama jurusan Metalurgi, dan juga kami, Mahasiswa beliau yang akan merindukan beliau --setidaknya aku. Air mata telah kering, tetapi mulut kami, semoga, tak henti basah dengan doa agar amal, ibadah, juga ilmu yang telah beliau berikan sepanjang hayatnya berguna bagi yang menerimanya, dan diterima di sisiNya, juga agar kelapangan yang beliau rasakan di alam setelah kehidupan ini. Selamat jalan, Pak Bus. Semoga tenang engkau dalam perjalanan panjang ini, dan semoga kembali engkau kepadaNya. Selamat jalan.


F I N
Maaf, Pak. Hanya C yang aku bisa raih di mata kuliah satu-satunya yang kita pernah engkau usahakan ajarkan pada kami. Maaf...

3 komentar:

Plibak Nikmat Strelak mengatakan...

Terima kasih mas atas tulisannya, sangat membantu untuk mengingat papa - Alton, anaknya Pak Bustanul

Anonim mengatakan...

mas,..makasi ya atas tulisan tentang papa saya...begitu banyak kenangan baik dari papa. terutama keceriaannya...saya terharu dan sampai nangis lagi deh baca tulisan mas...skali lagi makasi...

-putri, miss her father so much-

ArIf mengatakan...

Mas Alton, Mbak Putri, 'makasih udah mampir. Maaf juga, cuma sedikit ini yang bisa aku sarikan dari perjumpaanku dan Pak Bus yang singkat. Semoga Mas dan Mbak dan semuanya diberikan kekuatan sekuat Pak Bus melawan sakitnya, menghadapi hari-hari ke depan. :-)

Arif
0405047028