Senin, 24 Februari 2014

Menguap

Segala pujian hanyalah milik Allah semata, Pencipta, Penguasa, Pengatur seluruh alam. Shalawat bersama salam ditujukan kepada utusannya, rasul yang tidak ada lagi nabi setelahnya, juga kepada keluarga dan Sahabatnya.

Kawan dan saudaraku, tentu kamu sekalian pernah menguap. Bukan dalam artian sebagaimana air yang dijerang, um, dipanaskan dan berubah menjadi uap air. Menguap yang dimaksud adalah suatu aktivitas badani yang sering dikaitkan dengan keadaan mengantuk atau semisalnya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI):
uap (2), menguap {v}: membuka mulut dan mengeluarkan udara (krn mengantuk dsb): berkali-kali dia ~ krn mengantuk
Di Indonesia, terkhusus di Jakarta dan sekitarnya yang aku ketahui, orang-orang, tidak peduli agamanya apa, akan cenderung menutupi mulutnya apabila ia menguap. Bahkan, bisa dibilang menutupi mulut saat mengantuk sudah menjadi etika dan budaya setempat.

Coba kita lihat.

Berkebalikan dengan kasus di atas, yang aku dapati di Perancis, tepatnya di kota Lorient dan sekitarnya, kejadian menguap ini bisa menjadi salah satu penciri agama seseorang. Tentu saja aku tidak memiliki foto yang menunjukkan bagaimana orang biasanya menguap di negeri ini, tapi aku bisa beri gambaran.

Berkunjunglah ke kebun binatang di pagi hari dan amatilah bagaimana perilaku macan/harimau saat mereka baru terbangun. Atau monyet. Atau Kuda nil (hippopotamus). Akan sering kita dapati mereka "membuka mulut dan mengeluarkan udara" begitu saja. Mangap, dalam bahasa yang sering kita dengar.

Apakah lantas kita mengikuti peribahasa "Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung" dalam hal menguap ini?

Ketahuilah kawanku, saudaraku, jangan ikuti kebiasaan tersebut.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya. (HR. Bukhari no. 6223 dan Muslim no. 2994) [0]

Dari sini, ditarik kesimpulan bahwa hendaknya kita menahan menguap semampu kita. Kalaupun tidak sanggup, maka jangan sampai kita menguap hingga terucapkan (secara spontan) "HAA" dengan cara menutupi mulut kita dan menahan agar jangan keluar suara.
Para dokter di zaman sekarang mengatakan, “Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam. Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri. [1]
Mungkin itu yang menjelaskan mengapa di negeri ini, orang-orang kafir yang belum datang padanya petunjuk Allah berperilaku seperti harimau, seperti monyet, atau seperti kuda nil. Yaitu karena setan leluasa masuk dan keluar dari tubuh mereka.

Dengan demikian, hendaklah kita mempertahankan 'budaya' (baca: agama) kita yang baik di mana saja kita berada, walaupun pandangan sebagian besar manusia nampak mencela kita.

F  I  N
56100, FR
1) Perhatikan betapa Islam bukan cuma mengatur 'jungkar-jungkir' (maafkan perumpamaannya) yang disebut shalat, dan seperti itu, tetapi juga hal sekecil menguap.
2) Perhatikan bahwa yang kita anggap 'sekadar budaya' di Indonesia, ternyata telah dalam terpengaruh islam, tanpa kita sadari. Tidakkah ini menggelitik untuk diperdalam, dan dipelajari dari akarnya? Ataukah sebagian kita mati-matian membela 'budaya Indonesia' karena didapatinya sesuatu dari islam yang tidak sesuai, padahal masih mereka menyebut satu hari sebagai Jum'at?

==

Minggu, 23 Februari 2014

Sahabat

Segala pujian bagi Allah, Dzat yang Menciptakan semesta alam,  Menguasainya, dan Mengaturnya. Shalawat juga salam keselamatan untuk utusan-Nya yang datang dengan Agama yang Benar.

Dalam pekan kemarin, tiba-tiba saja aku terkenang seorang sahabat di masaku kuliah (bukan Sahabat Rasulullah (ص) dalam hal ini). Mudah-mudahan Allah menjaganya di manapun ia berada, meskipun keadaan kami saat ini berjauhan. Tulisan ini sebatas kenangan penulis, bila kamu berkenan melanjutkan, ikutlah bersamaku.

Mengenai nama, lebih elok jika tidak aku sebutkan di sini. Tapi sedikit latar belakang tentangnya akan aku ceritakan di sini.

Perkenalan kami berawal di masa awal kuliah kami, sekitar medio 2005 di sebuah universitas di selatan Jakarta. Seperti kebiasaan terdahulu, kami dikumpulkan sebagai satu angkatan dalam kegiatan serupa opspek. Dan beliau ini termasuk seorang yang segera dikenal, karena termasuk satu dari beberapa penulis 'lagu angkatan' kami. Bahkan, bisa dibilang dulu beliau adalah pemain alat musik yang cukup baik.

Singkat cerita, hampir sepanjang kuliah kami mengenal beliau seperti itu. Beliau pun akhirnya menikah sekitar tahun 2009/2010. Pada saat itu beliau belum lulus, itu satu poin kekaguman dariku. Namun itu belumlah menjadi nilainya yang terbesar di mataku.

Setahun kemudian barulah hal itu terjadi. Dimulai dari perubahan 'nama' di salah satu jejaring sosial kenamaan. Kalau diistilahkan dengan istilah populer, 'pangling' kami dibuatnya dengan perubahan tersebut. Kemudian, setelah bertemu kembali, makin jelaslah apa yang terjadi pada diri beliau: Beliau berkenalan dengan manhaj salaf [0,1]. Ciri-ciri nampak mewujud, tetapi terasa juga pada kami adanya sesuatu yang lain dari perilakunya. Salah satunya, ia meninggalkan sepenuhnya alat musik kesayangannya, sama sekali. Apa yang Allah kehendaki terjadi, maka akan terjadi.

Pada saat itu, terus terang aku tidak mengenal sama sekali apa yang dimaksud dengan frasa tersebut. Tetapi sudah ada terasa bahwa lingkungan sekitarku memiliki sesuatu yang mengganjal. Banyak kebiasaan-kebiasaan yang, yah, tidak masuk akal dan tidak juga memiliki dasar. Bisa jadi itu akibat dari perubahan pola pikir, terutama di akhir masa perkuliahan ('icip-icip' penelitian bersama dosen). Saat itu, bahkan kalau bisa setiap kalimat pada tulisan mencantumkan sumber yang jelas dan valid.

Dari situ aku mulai mencari tahu dari kawan-kawan yang masih sering bertemu, dan ikut juga pada beberapa kajian islam tanpa afiliasi. Barangkali juga ada kebaikan pada keenggananku untuk berafiliasi pada organisasi apapun (semisal partai politik, atau bahkan organisasi/yayasan tertentu). Kemudian, sampailah pada saat itu, sekitar 3 tahun ke belakang, aku bertanya padanya. Berikut 'percakapan kami'.
Aku: Assalam'alaykum warahmatullahi, ###. Apa kabar nih, sekarang kerja di mana? Oya, btw, abang ngaji Aqidah di mana? Hari-hari kapan aja? Kemarin dulu aku ikut di ***, buku Qaulul Mufid dari Syaikh Al Utsaimin. Tapi terakhir ustadz-nya berhalangan untuk waktu yg ga bs ditentukan. Kalau masih boleh ikut serta, aku minta dikabarin ya, ###? Wassalam'alaykum warahmatullahi.

Dia: Wa'alaykumussalam warahmatullahi. Alhamdulillah kbr baik. Kayfa haaluka ya akhiy? heheh.. Gw ngaji mah di mesjid deket rumah Rif. Tiap sabtu jam 6 sore. Klo buku nya ya pake buku2 al-ulama ul-kibar, tp skrg yg di pake bukunya syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab sm ustadnya. Judulnya lupa, tp kajian nya msh pk bhs Indo, krn kajian utk masyarakat umum biasa. Tp selebihnya dr itu gw cuma baca di situs2 salafiyah & gw punya buku2 soft copy (format PDF & CHM), klo mau copy silakan aj dtg k rmh gw. Atau ga gw kasi link donlodnya aj di situsnya di http://abusalma.net/?page_id=344 Wa'alaykumussalam warahmatullahi.

A: Wah alhamdulillah.. Makasih link-nya ya, Bang. Nanti di-download dan dibaca segera. Jazakallaha Khairan.

D: Wa iyakum.. Smoga kita ditunjuki & dijaga Allah Azza wa Jalla dalam pemahaman yang benar.. Amin

Sekarang, di gurun pasir iman di sini, barulah terasa betapa beruntungnya dahulu. Berapa nikmatnya bisa tinggal di lingkungan yang beragama dan berdiri di atas ilmu, meskipun belum maksimal. Tetapi kebenaran tidak mengenal kata terlambat, bukan? Selama belum berpisah nyawa dari raga. Maka kesempatan yang ada menuju kebenaran, manfaatkanlah, Rif.

Dan manfaat do'a, jangan pula diremehkan. Barangkali kesadaran manusia bisa diawali dari do'a seorang sahabatnya. Dan, sebagai penutup, ada beberapa kalimat yang mudah-mudahan bisa kita renungi.

1)
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman (HR Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927)) [2]


2)
Dari Salman Al-Farisi (ر) dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ “Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebajikan.” (HR. At-Tirmizi no. 3373, Ibnu Majah no. 3872, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2418) [3]

--
Dan untuk sahabatku di sana, mudah-mudahan yang berikut ini mencakup apa yang telah engkau perbuat:

من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة
 
“barangsiapa yang mencontohkan suatu sunnah (perbuatan) yang baik dalam Islam maka ia mendapat pahala sekaligus pahala orang lain yang mengamalkannya sampai hari kiamat”

Mudah-mudahan doa dari sahabatku tersebut juga dapat mencapai kamu sekalian.

Dan Allah lah yang paling Mengetahui.
--
F  I  N
23. fev 2014|23. R-II 1435
56100, FR

[0] http://muslim.or.id/manhaj/mari-mengenal-manhaj-salaf.html
[1] http://adiabdullah.wordpress.com/kenapa-manhaj-salaf/ 
[2] http://almanhaj.or.id/content/3480/slash/0/teman-bergaul-cerminan-diri-anda/
[3] http://al-atsariyyah.com/doa-keajaibannya.html
[4] http://muslim.or.id/fatwa-ulama/fatwa-ulama-makna-hadits-man-sanna-sunnah-hasanah.html

Senin, 10 Februari 2014

Dekat dan Mendekat(lah!)

Segala pujian hanyalah milik Allah, Dzat satu-satunya yang berhak dan pantas menjadi tujuan satu-satunya ibadah makhluk. Mudah-mudahan Allah mencurahkan Shalawat untuk utusan-Nya, hamba-Nya yang padanya ada suri teladan yang terbaik.

**

Ada tulisan yang masih (juga) belum selesai, tetapi mudah-mudahan sampai tulisan tersebut selesai, tulisan ini bisa mengisi sementara. Dan mudah-mudahan bukan sekadar mengisi tanpa makna.

Saudaraku dalam iman, saudariku dalam islam, yang mudah-mudahan Allah beri petunjuk untuk kita, ketahuilah bahwa Allah itu dekat, sebagaimana dalam firman Allah Surat Al-Baqarah: 186,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”.

Maka, adalah benar bila kita berdoa kepada Allah, dan Allah saja, karena Allah berjanji dalam surat Al Mu'min/Ghafir(40): 60,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan kuperkenankan bagi kalian”.
»»» macam pengabulan do'a (pada alinea 6; terbuka di jendela baru) «««
 

Allah melalui satu hadits qudsi dalam Hadits Shahih riwayat imam Muslim No. 4833, menyebutkan, yang diterjemahkan sebagai berikut:

"Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ’Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut Nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutkan dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.”


Allah yang lebih mengetahui, dan Dia Maha Suci, dan kebenaran dinisbatkan kepada-Nya.
--
F  I  N
re-écrit à 10. fev 2013, 0h07 CET
Bilamana kamu bepergian, perhatikanlah! Islam (mestinya) sama di mana-mana tempat karena sepeninggal Nabi & Rasul terakhir (s.a.w), meskipun tidak akan diturunkan lagi utusannya yang mendapat wahyu, akan selalu ada orang-orang yang diberi petunjuk untuk meluruskan apa-apa yang melenceng. Tidak akan pernah umat islam bersepakat dalam kesalahan. [diparafrase dari mukadimah "Fikih Sirah", Dr. Zaid bin Abdul Karim Al-Zaid]