Rabu, 02 April 2014

Waktu musim panas dan arogansi barat

Bismillah, wa alhamdulillah
Shalawat dan salaam untuk Rasulullah.

Sebelum mulai, beberapa tautan tentang waktu musim panas (daylight saving time, summer time, heure d'été, dsb):

Jadi, ringkasnya, adanya DST menyebabkan waktu ditambah X jam (X = ½, 1, 2, dsb) pada waktu musim semi dan dikurangi sebanyak jumlah yang sama pada musim gugur. Dasar pemikirannya bisa ditemukan di tautan di atas. Berikut ini peta sebaran DST di berbagai negara (Wikimedia Commons, CC). Dapat diperhatikan bahwa wilayah yang 'menganut DST' adalah negara-negara "barat".


Kalau boleh berpendapat, alasan yang dikemukakan di tautan di atas paling baik adalah janggal. Sebagai seorang yang lahir dan besar di Republik Indonesia, yang dari peta di atas dinyatakan "tidak pernah menggunakan DST", dan sebagai seorang yang terlahir dari dua orang tua yang muslim, ada pedoman waktu yang menurutku sangat baik.

"... Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (terjemah QS An-Nisaa (4):103) [0].

Demikianlah Allah mewajibkan shalat dengan menetapkan waktu-waktunya. Waktu-waktu shalat ini ada yang dijelaskan di Al-Qur'an secara langsung maupun melalui Rasulullah (s.a.w*) [sumber?].

Mengapa sangat baik, kita simak kebiasaan masyarakat Indonesia terutama kota Jakarta.

===
Pagi hari, mereka terbangun di kala subuh (sekitar 04.00 - 05.00 WIB), lalu yang laki-laki pergi shalat berjamaah di masjid maupun jami', sementara para perempuan tinggal di rumah, shalat dan mempersiapkan hari untuk keluarganya (atau dirinya dalam keadaan masih sendiri).

Jam masuk kantor, atau awal aktivitas umumnya berada sekitar satu jam atau dua dari waktu terbit matahari (yang ia sendiri sekitar 90 menit dari awal subuh). Dengan kata lain, waktu masuk kantor adalah sekitar pukul 07.30 - 08.30 WIB.

Kemudian, mereka pun bekerja dengan giat hingga waktu shalat berikutnya: Dhuhur. Dalam satu hadits yang sepengetahuanku sahih, awal waktu Dhuhur adalah saat matahari tergelincir [sumber?]. Dengan demikian, bisa dikatakan bila tadinya bayangan berada di arah barat, maka bayangan baru mulai timbul di sisi timur. Saat itu, dalam WIB, adalah sekitar pukul 12.00 (lebih atau kurang beberapa menit). Perpindahan bayangan, secara logis tentu dikatakan pertengahan hari, dan pukul 12.00 mewakili pernyataan tersebut. Bila telah datang, maka kembalilah lelaki-lelaki gagah menuju rumah Allah (=masjid) untuk berjamaah dalam shalat, dalam jamaah yang lurus dan rapat, di belakang imam yang disepakati. Kaum perempuan yang mulia tentu dapat ditemukan di rumah-rumah mereka untuk menunaikan shalat pada awal waktunya.

Maka, setelah tunai shalat Dhuhur, yang bertepatan dengan istirahat siang, masyarakat mengisi ulang tenaganya dengan makanan yang halal dan baik untuk meneruskan harinya.

Hingga akhirnya bayangan benda di sisi timur sama panjangnya (atau dua kali panjangnya) benda datang menandakan waktu Ashar [sumber?]. Berdasarkan perhitungan kasar yang pernah kukerjakan, bayangan akan seukuran benda pada 1/4 dan 3/4 siang. Dengan asumsi matahari terbit di sekitar pukul 06.00 WIB, maka waktu akan menunjukkan pukul 15.00 WIB saat masuknya waktu Ashar. Para pekerja, pemimpin bangsa, dan semuanya mengambil istirahat sejenak untuk mengerjakan shalat secara berjamaah yang akan mempersatukan umat semuanya.

Kemudian, setelah selesai shalat Ashar yang Allah telah bersumpah demi waktu tersebut (cf. Surat al-Ashr), masyarakat kembali beraktivitas menuntaskan waktu kerja 'wajib' 8 jam sehari (untuk pekan kerja 5 hari sepekan) hingga pukul 17.00 WIB (asumsi mulai 07.30, istirahat siang digenapkan hingga 13.00, sehingga waktu kerja sisa 1 jam 30 menit). Berbondong-bondong masyarakat pulang kembali ke keluarganya untuk sesaat bercengkerama sebelum terbenamnya matahari, yang menjadi penanda mulai masuknya waktu Maghrib. Dan berakhirlah siang hari seorang WNI (resmi berakhir satu hari setelah selesai shalat ‘Isya').
===

Sedangkan di sini? Seolah-olah waktu yang dipaksakan mengikuti nafsu mereka untuk mulai kerja sekitar pukul 09.00-10.00. Sehingga, demi mengejar tidur hingga pukul 07.00 (bagi sebagian masyarakat sini yang belum diturunkan hidayah Allah padanya), jadilah jadwal matahari terbit - yang merupakan batas akhir shalat Subuh - dibuat agar dekat-dekat pukul 08.00 waktu setempat.

Bisa dibayangkan, pertengahan hari yang mereka mulai beristirahat padanya (12.00 waktu ‘ngasal) belumlah masuk waktu Dhuhur. Waktu Dhuhur, dengan manipulasi mereka, menjadi ada di sekitar pukul 14.00. Bisa dibayangkan mundurnya waktu shalat yang lain (Ashar sekitar 17.30 - 18.00, Maghrib sekitar 20.30, dan ‘Isya' sekitar 21.40). Dan ini masih di awal musim semi di mana waktu siang lebih kurang sepanjang waktu malam.

Mungkin mereka belum pernah mendengar firman Allah Ta'aala pada surat An-Naba (78) ayat 9 - 11 yang terjemahannya, "dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat. dan Kami jadikan malam pakaian. dan Kami jadikan siang mata pencaharian."

Entahlah, dengan begini maka tugas kita sendiri yang memanfaatkan waktu sebaik mungkin. SahhalaAllahu lii wa lakum.

Wallahu a‘lam

Subhanallah wabihamdihi, astaghfirullah wa atuubu ilaihi, walhamdulillah rabbil ‘alamiin.

F  I  N
small hours of 2. April 2014 = 1 Jumadil I 1435
56100, +33

---
[0] Terjemah kitab "Fathul Baari", Ibnu Hajar al-Atsqalani, penterjemah Abu Ihsan al-Atsari, terbitan Pustaka Imam Syafii [tautan] terbitan 2011 atau 2012. Ada banyak buku-buku yang baik di sana, seandainya engkau berminat.

*) s.a.w = shallaAllahu 'alaihi wa sallam. Disingkat untuk menghemat tempat, namun engkau tentu mafhum untuk membacanya dengan lengkap.