Senin, 05 Maret 2012

Mega Bazar Computer & Focus 2012

Pada 29. Feb - 4. Mär 2012 di kompleks Jakarta Convention Centre telah dihelat tiga ajang pameran secara bersamaan: Mega Bazar Computer [sic.], Indonesia Games [sic.] Festival, dan Focus (Jakarta Photo & Digital Imaging) Expo 2012. Awalnya, tidak ada daya dorong yang membawaku ke pameran-pameran tersebut seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, di hari-hari akhir menjelang diselenggarakannya pameran tersebut faktor pendukung pun ternyata datang. Baiklah, aku menyimpang. Kembali ke pameran-pameran tersebut.

Adapun singkat cerita, Reza MU, Panji, dan aku berjanji untuk bertemu di arena pameran, Sabtu, jelang tengah hari. Namun berkat jam karet yang terlalu mengakar, akhirnya jadilah Panji yang tiba paling awal -- jauh. He he he.

Bazar Komputer

Singkat cerita, kesan pertama yang kudapatkan dari ranah Mega Bazar Komputer 2012 (MBK '12) adalah: Lengang! Hal ini paling terasa di sisi belakang, kalau tidak salah Hall B, yang paling jauh dari Lobi. Ada satu pojok yang tidak terisi peserta pameran dan malah diisi kursi-kursi untuk duduk pengunjung. Dan setelah diamati lebih lanjut, di sisi lain lokasi pameran MBK '12 pun menunjukkan gejala yang serupa. Stan-stan merk besar seperti Canon, Samsung, Fujitsu, HP, dan Sony terlihat banyak menyediakan ruang untuk duduk pengunjung. Sangat berbeda dengan pameran sebelumnya yang aku kunjungi, di waktu yang hampir sama.

Seperti kecenderungan di tahun-tahun belakangan ini, produsen banyak memajang produk-produk berharga terjangkau untuk konsumen di pameran-pameran yang mematok harga tiket masuk sebesar Rp 5.000,00 untuk hari Kamis & Jum'at dan Rp 15.000,00 di akhir pekan ini. Produk yang dipajang pun lebih banyak berupa peranti portabel seperti komputer jinjing dan aksesoris pendukungnya. Komputer-komputer meja dan server, misalnya, nampak lebih tersisihkan. Memang dari namanya pun dapat ditarik kesimpulan awal bahwa pameran ini lebih berorientasi penjualan, dan penjualan ke konsumen berarti mempertimbangkan selera pasar, tentu saja.

Meskipun demikian, segmen usaha dan bisnis masih terlayani dengan cukup baik dengan dihadirkannya berbagai solusi bisnis dalam bentuk peranti lunak, maupun peranti keras. Mesin-mesin cetak berukuran besar yang dapat mencetak lebih dari ukuran A3, proyektor-proyektor LCD, dan masih banyak lagi mendapat tempat yang layak pada pameran kali ini. Sementara, untuk aksesoris yang ditawarkan banyak dan bermacam-macam. Mulai dari peranti audio (pengeras suara, earphone), tablet (untuk antarmuka tulisan/gambar tangan dengan komputer), tetikus, dan masih banyak lagi tersedia dalam rentang harga yang luas.

Focus

Sebelum beranjak ke pameran berikutnya (Focus), perlu kunyatakan bahwa kami tidak singgah di Indonesia Games Festival pada kesempatan kali itu. Pameran tersebut ditempatkan di Plennary Hall diapit oleh dua pameran lain yang nampak jauh lebih besar.

Focus sendiri mengambil tempat di Assembly Hall JCC, di sisi paling timur dari gedung pertemuan besar tersebut. Di luar terlihat adanya panggung untuk acara-acara yang diselenggarakan panitia maupun peserta pameran. Panggung ini sangat ramai saat kami beranjak pulang menjelang senja. Tepat setelah pintu masuk, ada dinding untuk pengunjung dapat berfoto (difotokan?) bak aktris Hollywood pada penghargaan Oscar atau semacamnya.

Profil peserta pameran sangat berwarna, selain perusahaan-perusahaan pemegang merk yang telah besar di Indonesia seperti Canon, Fujifilm Nikon, Sigma, Sony, dan Olympus, ada pula pelbagai toko-toko yang sehari-harinya berbisnis jual-beli alat fotografi, juga dari kalangan media cetak fotografi, bahkan komunitas-komunitas fotografi yang belakangan semakin menjamur pun membuka stan-stan pada pameran ini.

Nah, fokus dari tulisan ini sebenarnya di sini, pameran Focus. :-D

Sebelum berkeliling lebih jauh, setelah kedatangan Reza yang telah diceritakan di awal, kami hinggap di stan Canon yang setiap pameran rutin mengadakan kegiatan servis gratis. Kesempatan yang selalu aku manfaatkan, tentu saja. He he.. Terima kasih DataScrip!

Pembersihan memakan waktu satu hingga dua jam, dan kami kembali ke Focus untuk mengambil kameraku selepas mengitari MBK '12. Berhubung yang menitipkan komputer jinjing pada Reza belum membuat keputusan tentang mana yang hendak ditebus, jadilah aku mengajak dua sahabatku mengitari stan-stan yang ada di Focus. Pilihan pertama jatuh ke stan Fujifilm yang Januari lalu memperkenalkan kamera sistem yang dilabeli Fujifilm X-pro 1.

Fujifilm X-pro 1

X-pro 1 adalah sebuah kamera bergaya retro, klasik seolah datang dari era analog/film dahulu. Namun jangan terburu-buru menilai! Kamera ini cukup besar bila dibandingkan kamera saku yang umum. Seorang gadis yang ditugaskan mempromosikan kamera ini berbaik hati meminjamkan kamera ini, lengkap dengan lensa 35mm yang terpasang, kepadaku untuk ku 'bermain-main'.

Saat kupegang, mungkin beratnya lebih setengah daripada kamera yang sering kupakai. Rasanya seperti setengah kilogram di tanganku. Penempatan switch ON/OFF pun logis di sekeliling tombol rana yang sedikit menonjol. Tombol rana pun, kalau aku tidak salah melihat, memiliki ulir untuk menerima pelepas rana via kabel. Rupanya tema retrogarde tidak main-main diambil Fujifilm untuk kamera ini.

Penampakan kulit luarnya memang seolah 'kuno', namun saat kamera mulai digunakan "sebagaimana mestinya" (diangkat setinggi mata, dan diintip melalui pembidik), barulah terlihat jendela bidik hibrida yang diunggulkan Fujifilm. Jendela bidik ini bila kamu pernah mempergunakan kamera jenis rangefinder akan terasa tidak asing. Satu hal yang terasa berbeda adalah adanya tampilan digital di sana, sepert konfirmasi fokus, dan pengukur kemiringan. Pembidik pun jadi terasa terang, meskipun di bawah keadaan pencahayaan ruang pamer yang temaram.

Ada satu-dua gambar yang kubidik, dan hasilnya... Berantakan! Ha ha ha! Syukurlah gambar tidak bisa kubawa pulang karena media penyimpanan yang digunakan adalah milik Fujifilm.

Kesalahan bukan pada kamera, tetapi pada penggunanya yang lupa bila pada kamera semacam itu, apa yang terlihat di jendela bidik bukanlah yang akan menjadi gambar. Sedangkan gambar yang akan muncul dibatasi oleh garis bingkai. Ini perlu jadi perhatian bila kamu berminat pada kamera yang di AS dibanderol sekitar USD 1700. Lensa yang ada untuk sistem kamera ini sementara baru ada tiga macam, "normal" 35mm, "tele" 60mm, dan "sudut-lebar" 18mm. Dari perbincanganku dengan perwakilan Fuji, X-pro 1 masih belum hadir di pasaran Indonesia.

Lensa-lensa monster

Lepas dari itu, dua sahabatku memutuskan beranjak mencari makan dan minum, sementara aku -- yang masih dilanda euforia 'bercanda' dengan X-pro 1 -- berjingkat-jingkat di antara pengunjung lain sebelum berhenti di sebuah stan yang terlihat terpencil bertuliskan besar: SIGMA. Ada kenangan yang bangkit mengingat ini merk lensa yang dahulu ayah beli untuk menemani EOS 500N miliknya. Dan dari situ pula aku pertama kali mempelajari sisi teknis fotografi.

Saat masuk ke dalam ruang semi-tertutup tersebut, aku mendapati ada beberapa lensa (besar) yang didudukkan di atas kaki-tiga. Saat mendapat lampu hijau untuk mencoba lensa-lensa tersebut, rasanya seperti mau melompat. Berhubung lantai stan terasa rapuh, maka niat itu urung dilakukan dan langsung aku membongkar Twendy untuk dipasangkan dengan lensa-lensa tersebut. Lensa-lensa yang aku coba ada tiga, 120-300mm/2.8 OS, 70-200mm/2.8 OS, dan 150-500mm/4.5-6.3 OS. Selain lensa kedua, tidak ada lensa EF dari Canon yang bisa diadu (pun belum pernah aku coba, he he).

Hasilnya? Ini silakan... (data teknis masih tersimpan di foto tersebut, kalau berminat)
120-300/2.8 @ 300mm f/2.8

120-300/2.8 @ 161mm f/2.8
70-200/2.8 @ 70mm f/2.8
70-200/2.8 @ 200mm f/2.8
150-500/4.5-6.3 @ 500mm f/6.3
150-500/4.5-6.3 @ 150 mm f/5.0
Fungsi fokus otomatis ketiga lensa bekerja baik, meskipun untuk 70-200mm terasa sulit mengunci di kameraku. Mungkin karena target fokus kurang mendapat cahaya, atau faktor lainnya. Selebihnya sangat baik, halus, dan cukup cepat. Ring fokus ketiga lensa yang dilengkapi penggerak HSM ('Hyper-Sonic Motor') tidak bergerak ketika sedang mencari fokus terasa memberikan perlawanan yang cukup (cf. EF 50mm/1.8 II). Detil, seperti gambar yang ada sebelumnya, cukup baik pada ASA tinggi. Kendala terutama ada di berat yang luar biasa, bahkan di atas kaki-tiga dengan kecepatan rendah pun masih cukup rentan guncangan. Mungkin dipengaruhi juga pemegang kameranya yang masih dilanda euforia mencicip lensa-lensa yang kalau ditotal berharga lebih dari sebuah sepeda motor sport yang laris di jalanan di Jakarta.

Selain dua stan yang kukunjungi cukup lama tersebut, stan-stan lain juga mendapatkan kunjungan meskipun tak cukup lama. Sempat dicoba juga kamera video Sony 'E-Mount' (mungkin seri NEX, tetapi tidak sempat kuperiksa). Satu hal yang sangat berkesan adalah lensa vario/zoom yang disandangnya memiliki putaran yang berat, sangat berat malah. Hasilnya adalah transisi zoom yang halus tidak seperti bila mempergunakan lensa untuk gambar tak bergerak. Ring fokus lensa tersebut juga memiliki tahanan yang sama kuatnya, memunculkan transisi fokus yang indah seperti sering kita lihat di film di bioskop maupun televisi.

Sementara stan lain, berhubung antrian yang cukup panjang untuk melihat dan mencoba (bila ada unit demonstrasi) atau tidak memunculkan produk yang menarik minatku hanya mendapatkan selintas kunjungan saja.

Yang agak disayangkan adalah, tidak terlihatnya dua kamera teranyar Canon: EOS 1D-X dan EOS 5D Mark III. Padahal, bila ada satu unit pra produksi saja dari masing-masing kamera, aku yakin stan Canon akan jauh, jauh lebih ramai daripada saat kunjungan kemarin.

Demikian laporan kami dari MBK '12 & Focus: Jakarta Photo & Digital Imaging Expo 2012. Semoga ada manfaatnya.
 
Addendum: Gambar-gambar tambahan
Camcorder Sony E-mount
Salah satu sudut stan Nikon. Hadir juga Nikon 1, kamera dengan ukuran sensor yang "unik"
Ini orangnya yang sudi meminjamkan X-pro 1 di stan Fujifilm. Terima kasih~~ :D
F  I  N
written on 4. Mär 2012, until 19.56 WIB (UTC +7), 21.56 KST (UTC +9)
I have to do what I love more ... or vice versa