Minggu, 09 Januari 2011

Setahun bersama (8): Sep - Okt

September ceria, kalau mengambil satu judul lagi. Ya, pada September itu jatuh juga hari 'Id Fitri. Selain itu, aku menemukan kembali secercah hasrat yang sempat teredam: Bola sepak. Tidak, aku hanya bisa bermain bola seadanya saja. Hanya untuk bersenang-senang saja. Bukan kegiatan kompetitif, bukan juga hal yang rutin. Kali ini dari tepi lapangan. Mengabadikan apa-apa yang terjadi di lapangan, menangkap momen, membekukan emosi. *halah*

Acara yang aku hadiri adalah kejuaraan Liga U-14 yang disponsori oleh Kompas-Gramedia. Kejuaraan ini mengikutsertakan 16 klub (atau 18, aku kurang ingat. Maaf) dengan sistem setengah kompetisi, atau masing-masing tim hanya bertemu satu sama lain hanya satu kali. Pada akhirnya keseluruhan liga yang diselenggarakan AS-IOP APACINTI ini dimenangkan oleh tim tuan rumah, sekaligus menorehkan rekor kebobolan paling sedikit (atau tidak kebobolan sama sekali, aku lupa juga). Hanya satu kali itu memang aku berkesempatan mampir ke Lapangan A kawasan Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan. Ini salah satu yang terbaik yang aku dapatkan.

Adapun September berlalu tanpa banyak cakap (dan foto) dan masuklah Oktober. Bulan baik mungkin ya? Dibuktikan dengan menikahnya orang-orang yang ada di sekitarku di awal dan akhir bulan itu. Diawali pada hari kedua bulan itu, ada dua undangan yang terpisah jaraknya sekitar 150km. Yang pertama adalah dari Om Deni, dosen kami yang melepas masa lajangnya di bilangan Tanjung Barat. Di sana, seperti biasa, banyak pertemuan dengan kawan-kawan dan ini salah satu fotonya. (NB: foto pengantinnya malah tiada. He he)

Dan 6 jam setelah acara tersebut, undangan kedua berasal dari kawanku masa SMP, Atika yang menikah dengan seorang Polisi. Di mana? Di Bandung. Ya Allah... Syukurlah sekarang telah ada jalur tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang-Bandung-Cileunyi. Jarak 150-an kilometer tersebut bisa ditempuh dalam kurang 3 jam. Dan sesampai di sana, aku berubah modus menjadi pejalan kaki. Betul ada angkutan kota di kota Bandung, namun berhubung sendiri dan tiada paham medan, jadi lebih baik berjalan kaki. Masalahnya, saat aku tiba adalah saat Ashar. Berjalan kaki mencari masjid/mushalla di tepi jalan besar di Bandung ternyata bukan perkara mudah. Berjalan sepanjang jalan Buah Batu & Terusan Buah Batu, akhirnya ditemukan satu di dalam kawasan pemukiman. Dan itu sekitar satu jam berkeliling. Wah....

Oke, setelah kemudian berjalan ke arah lokasi resepsi, waktu Maghrib pun menjelang. Berhubung tempat acara di tengah pemukiman, maka cenderung lebih mudah mencari masjid di sana di Batununggal. Caranya, ikuti saja langkah bapak-bapak bersarung rapi. He he.

Lepas Maghrib dan berganti kostum, berjalan lagi aku ke dalam - yang ternyata cukup jauh juga, kira-kira dari gerbang utama UI sampai ke Fakultas Teknik kalau lewat Stasiun UI. Nah sesampai di depan lokasi, terkesima aku mendapati megahnya gedung, banyaknya tamu bermobil, dan jumlah polisi yang mengawal dan mengatur lalu lintas ke lokasi. Lebih hairan lagi ketika melihat sebuah Benz SLK perak di dekat penjaga tamu yang telah dihias dan diparkir pada posisi siaga. Itu? Mobil pengantin? Untung tiada pingsan di tempat.

Belum sirna keterkejutanku, saat aku masuk ke gedung tersebut, apa yang aku lihat? Juru kamera bertebaran di mana-mana. Kalau sekedar juru kamera mungkin tidak membuat terkesiap, tetapi mendapati belalai kamera (yang lebih umum terlihat di belakang gawang pada pertandingan sepakbola) dalam gedung itu membuatku tercekat dan baru mulai berpikir. Siapa sebetulnya mempelai pria ini. Apalagi, setelah acara benar-benar dimulai, ada Dewi Yull, Ermi Kullit, dan Kang Ebet Kadarusman sebagai pengisi acara, dan wakil kepala polisi Nanan Sukarna. Semakin lengkap saja rasa penasaranku. Supaya kamu tak ikut penasaran, ini mereka: [pangkat aku tidak begitu ingat] Aulia Mulyana Abdul Jabar & Atika Rachimi Wijayanti.

Selidik punya selidik, setelah tiba di rumah tengah malam itu, ternyata ayah mertua Atika adalah Irjen Pol. Dikdik Mulyana. Oh, pantas saja. He he.

Lalu ada acara besar, semacam "Hunting Wajib Besar" kalau di kelompok pelajar pecinta fotografi (KPPF) SMAku dulu yang digelar pertengahan Oktober. Aduh, sebelum disebut mencatut, aku bukan anggota kelompok tersebut, aku ada di seberangnya kok di kubu Paskibra. Meskipun dulu sebetulnya ingin. Ah, baiklah. Acara tersebut bertajuk "Jakarta Street Hunting (JaSH) VI". Acara ini digelar oleh fotografer.net, sebuah laman berbahasa Indonesia (pada umumnya) yang mewadahi pecinta fotografi dari seluruh dunia.

Rute tahun kemarin masih seputaran kawasan Kota Tua Jakarta, dan tahun ini aku pergi bersama kawanku SMA, Nugroho yang belum lama sebelum acara tersebut baru membeli kamera RLT digital. Welcome aboard! Ini salah satu yang kudapatkan dari perjalanan setengah hari tersebut.

Lalu di bulan Oktober diakhiri dengan pernikahan lagi. Kali ini rekanita seangkatanku, Dian, menikah. Seperti biasa, selain makan dan mengobrol, acara resepsi juga menjadi acara reuni terselubung. Kawanku yang bertugas jauh-jauh di Batam, Palembang, Kalimantan pun dapat disatukan di acara itu. Ini mereka, angkatan 2005 dan angkatan lainnya.

Dan ini Martha, prodigy dari angkatan kami, dalam foto potretku yang cenderung tidak disengaja tetapi berakhir cukup baik.

Kira-kira itu yang berlalu di September-Oktober. Tanpa terasa sudah 10 bulan sejak akuisisi Twendy di senjakala akhir Desember itu. Sedikit demi sedikit, hasrat pun mulai timbul kembali. Dan makin jelas juga genre apa yang tidak disukai Twendy (baca: yang punya Twendy). Nantikan edisi terakhir "Setahun Bersama", beberapa saat lagi. He he...


--
BERSAMBUNG
written on 9. Jan 2010, 08.15 WIB (UTC +7), 09.15 WITa (UTC +8)

Selasa, 04 Januari 2011

Setahun bersama (7): Jul - Aug

Setelah Mai dan Juni yang penuh warna dari berbagai tempat, Juli dan August - kalau boleh aku berikan gelar - layak ditahbiskan sebagai bulan eksperimen dan reuni. Eksperimen di kamar, dan eksperimen di lab tentu saja.

Dari bulan Juli tak banyak yang bisa kuperlihatkan, hanya dua foto ini. Foto hasil 'pindaian' dari film yang pertama, dan yang kedua adalah foto makro hasil eksperimen dengan menumpuk dua lensa yang aku miliki. Obyeknya, berhubung gabungan lensanya hanya diperkuat isolasi plastik dan sangat rawan lepas, maka dipilih yang mudah (relatif): tutup lensa. Ha ha.

Yak, Juli terbukti bukan bulan produktif bersama Twendy, meskipun (mestinya) langit biru cerah (tambahkan sedikit awan untuk aksen) dan suasana liburan. Ah, soal liburan, ini jangan dibahas. Membuat iri saja. Baiklah, mari beranjak meninggalkan Juli dan menyambut August. Bulan ini mestinya spesial, selain karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, di akhir bulan juga ada acara Wisuda dua orang yang berarti buatku: Santi W, SE dan Ns. Dina NS. Lebih lanjut setelah ini ya, ada tiga prekursor yang kubuat di lab dulu di antrean. He he.

Selain eksperimen dan percobaan, demi keseimbangan maka jalan-jalan tentu sangat disarankan oleh dokter (dokter siapa? He he he). Pertengahan August, kami menyempatkan pelesir ke Bogor. Kami sekeluarga, minus Ifa yang berangkat ke Bandung untuk persiapan perkuliahannya. Ini saat kami di Tajur, sentra produk kerajinan kulit yang *sepertinya* cukup terpandang.

Ya, masih dari 'pelesir' kami, selain Bogor, kami juga melaju ke Ibu Kota Priangan: Bandung. Tujuan utama sebetulnya adalah mengantar barang-barang yang diperlukan Ifa, tetapi tidak lupa berjalan-jalan dan makan-makan toh? Ini saat di rumah makan "Bancakan", dengan nuansa tradisional dan antik direfleksikan penggunaan alat makan dari kaleng. Mungkin juga karena piring kaleng tiada akan pecah tatkala jatuh, entahlah.

Dari Bandung, Ayah, Ibu dan aku melompat lagi ke Sukabumi. Di daerah Cibadak sebetulnya. Berhubung diniatkan untuk berburu foto di pagi hari, maka aku bisa terbangun di dinginnya udara pegunungan di rumah peristirahatan adik ayahku. Ini salah satu oleh-oleh dari sana, pemandangan pagi hari gunung Gede [entahlah, asal sebut saja].

Nah, mengakhiri August, ada Wisuda yang tadi aku sebutkan sedikit. Yang pertama sebetulnya Wisuda si Santi, "adik asuh" saat aku Paskib di SMA dulu. Aku sudah berjanji sebenarnya, tetapi sayangnya, waktu itu ada rapat menjelang kedatangan tim untuk memberikan penilaian ke Jurusan, dan sayangnya lagi, Wisuda si Santi berlangsung di pertengahan pekan. Kamis kalau tak salah. Ah. Minta maaf sekali ya, San. :(

Oh, Wisuda di kampus kami sendiri memakan waktu tiga hari dalam satu (akhir) pekan. Hari pertama, itu tadi, Wisuda Sarjana, hari kedua program ekstensi (kalau tak salah), dan hari ketiga untuk program pascasarjana dan profesi. Nah, yang terakhir ini aku berkesempatan hadir. Untuk Mbakku Ners Dina yang sudah menempuh program profesi dengan segala seluk-beluknya. Ternyata selain dengan Mbak Dina dan Bang Benny yang sudah entah berapa tahun berpacaran, ada juga teman-teman lamaku Putri alias Phuce dan Hanifa. Yang terakhir ini malah spesial didatangkan dari Jepang. He he he. Maksudnya, Hanifa ini sedang berkuliah di Jepang, dan sedang liburan ke RI ketika itu. Ini mereka, Phuce, Hani, wisudawati Ns. Dina, dan karib mereka Riesca (atau Chekka).

Dan penutup manis di bulan August sebelum aku mengistirahatkan Twendy selama 10 hari terakhir Ramadhan adalah... REUNI SD! Oh, kalau setahun sebelumnya di Anyer hanya beberapa gelintir yang hadir, kali kemarin adalah yang terbesar yang dapat kami kumpulkan. Setidaknya 20 orang dari 96 orang pada angkatan kami hadir di Resto "Rumah Solo" di pusat makanan Joglo @ Kemang. Tentu saja fotonya ada cukup banyak di, um.. Di sini. Yang jelas, ini salah satunya.

Juli, August, banyak kenangan terbangkitkan, dan kreatifitas (baca: keisengan) tergelitik. Tapi tetap saja, selama delapan bulan bersama Twendy, masih belum ditemukan juga yang betul-betul menggembirakan hati saat bersamanya. Tenanglah, perlahan tetapi pasti akan ditemukan. :)


--
BERSAMBUNG
written on 04. Jan 2011, 19.08 WIB (UTC +7), 20.08 WITa (UTC +8)

Senin, 03 Januari 2011

Setahun bersama (6): Mai - Jun

Ah, maaf penundaannya. Sekarang, mari berlanjut menilik apa yang terjadi selama setahun Twendy bersamaku. Coba kuingat dulu, bulan Mai kemarin berwarna-warni. Secara harfiah. Diawali eksperimen sekadar membuktikan kalau foto tetesan air bisa dibuat dengan peralatan seminimal kamera dan lampu kilat saja (telah dibahas berseri di sini dan di sana). Yuk, kita tilik lagi foto aslinya.

Lalu tak sepekan setelah 'eksperimen' tersebut, keponakanku (oke, anak sepupuku yang lain) berulang tahun. Najwa namanya, dan dua tahun usianya 7 Mai lalu. Sepertinya aku masih berutang CD 'liputan' foto acara tersebut atau tidak ya? Wah.. Ini dia Najwa dan Ibunya (sepupuku) Uni Ayu.

Dan keesokan harinya, 'ditodong' (lagi) untuk liputan. Kali ini tetanggaku. Mas Wawan dan Mbak Fitri. Jujur saja, aku tidak menemukan kegembiraan dalam memotret liputan (pernikahan, ulang tahun, acara seminar dan lainnya). Dan rasa senang biasanya linear dengan gambar yang dihasilkan. Kira-kira seperti inilah yang baru bisa kuhasilkan, dengan alat seadanya (dan lampu kilat 'warisan' ayah yang setengah berfungsi).

Meskipun demikian, Mai terus bergerak dan tibalah hari-hari akhir bulan lima masehi tersebut. Sekali lagi, aku ditodong mengabadikan sedikit porsi pernikahan. Kali ini sepupu jauhku (secara harfiah maupun konotatif) di Jogjakarta. Mbak Nunung itu anak dari sepupu ibuku, kalau aku tidak salah menelusuri garisnya. Ini ada satu dari persiapan beliau sebelum menjalani prosesi suci pernikahan.

Oh, kesempatan ke Jogja tentu saja tak lewat begitu saja. Berhubung ini juga merupakan jalan-jalan keluarga, jadilah kami menyempatkan waktu ke tempat-tempat wisata yang konon indah. Pertama kami ke Kaliurang. Daerah wisata pegunungan yang sejuk ini menyimpan pesona yang tertutup kabut dan gelap malam. Oke, tarik kembali kata sejuk itu. Yang kami rasakan justru dingin, karena telah terlampau malam saat kami tiba (sekitar waktu Maghrib). Bahkan warung makan dan oleh-oleh khas Kaliurang yang ini pun hampir tutup. Walah, walah...

Ya, akhirnya warung 'jadah' (makanan serupa uli/ketan) ini pun tutup setelah kami menyelesaikan mengemil di sana. Ha ha.. Baiklah. Jogjakarta, apa yang lebih terkenal dari Malioboro dan warung lesehan dan angkringannya? Setelah persinggahan singkat di Kaliurang, kami pun turun lagi ke sekitar jalan Malioboro. Di sisi stasiun Tugu Jogjakarta tepatnya. Kami singgah di salah satu warung makan angkringan berlabel "Kopi Joss Lek Man". Berhubung ngeri dengan reputasi minuman 'Kopi Joss' yang konon dicelupkan bara ke dalamnya, jadilah kami memesan minuman apapun selain kopi tersebut. Aku sendiri wedang jahe, untuk menghangatkan tubuh. Ini sedikit oleh-oleh dari sana.


Pada saat menikmati minuman dan makanan itu, kami 'berkonsultasi' dengan Mas Anto (bukan yang ada di foto di atas), kakak Ipar Mbak Nunung, tentang obyek wisata pantai yang menarik, dan beliau menyarankan tiga pantai yang bersisian: Pantai Sundak, Kukup, dan Baron. Jadilah keesokan paginya kami berangkat menelusuri tiga pantai tersebut, satu demi satu. Saat itu, aku memegang kamera film ayah, dan Twendy dipegang berganti-ganti dari Ayah, Ica, juga Aku kadang-kadang. Yang jelas, foto Ifa di bawah ini diambil oleh Ayah.

[Foto: M. Rochmadi (alias Ayah)]

Komposisi dan pewaktuan (timing) yang pas dari ayah. Masih terlihat sisa-sisa alasan mengapa dulu ayah jauh-jauh dari Singapura saat perjalanan dinas kantor lamanya dan pulang membawa EOS 500N itu.

Ah, baiklah Mai pun lalu berakhir, dan Juni menjelang. Satu lagi peranti penolong keseharianku hadir, dalam bentuk sebuah komputer jinjing (kojing). Kojing baru warna hitam keluaran ASUS ini kutebus dengan harga setara dengan jumlah yang berpindah tangan saat Twendy berpindah ke tanganku. Aku sudah mengulasnya ya, di sini dan di sini. Ini sekali lagi kumunculkan si Oji (jangan tanya namanya dari mana, he he).

Warna lain dari Juni adalah: Memancing. Tidak, aku tidak memancing. Kesabaranku terlalu pendek untuk memancing. Aku hanya ikut ayah dan paman dan teman ayahku pergi memancing, ke laut lepas. Perlu udara segar saat itu. Ha ha. Yang jelas, target utamanya sebetulnya burung-burung laut. Namun, berhubung lensa 'warisan' ayah saat itu hanya bisa fokus manual pada posisi tele (dan ditambah tidak bisa stop down) jadilah foto burungnya tiada yang bagus. Sama sekali. Tapi setidaknya, ini ada beberapa ekor dari cukup banyak ikan yang ayah (dan pamanku & sepupuku) peroleh. Lumayan besar. Syukurlah.

Selain kumpul keluarga, hal lain yang juga didapatkan di Juni kemarin adalah spontanitas. Saat itu salah satu dosenku, Ibu Myrna, mendapat gelar doktor. Ada banyak karangan bunga pastinya, dan sekuntum di antaranya aku sempatkan ambil. Hitung-hitung latihan komposisi. :)

Dan yang ini adalah gumpalan awan kelabu menjelang badai. Oke, menjelang hujan saja. Kalau dilihat-lihat, bentuknya seperti seekor badak yang ditunggangi di punggungnya ya? Tidak? Oh, terima sajalah, ini lamanku, ingat? Bagus. Ini fotonya. ;D

Oh, akhir Juni saat itu benar-benar kutunggu. Kejuaraan Badminton Seri Super Indonesia Terbuka! Setelah tahun sebelumnya kami (baca: Aku dan Ica) menonton dari tribun atas di hari-hari awal untuk beberapa alasan (murah, pertandingan banyak), pada kejuaraan terakhir ini aku membelikan Ica dan Ifa tiket VIP *duilee*. Duduk di belakang lapangan, sebetulnya agak kurang enak juga pemandangannya, tetapi terbayar dengan lewatnya atlet-atlet yang akan bertanding di hadapan kami persis. Memang, karena pertandingan telah memasuki tahap semifinal saat itu, tak banyak yang melintas, tetapi senang melihat adikku senang.

Mengenai foto di lapangan, berhubung ada kendala di lensa (telah disebutkan di atas), maka hasil gambarnya sangat sedikit yang layak tampil. Oke, lupakan. Setelah selesai seluruh rangkaian pertandingan, kami pun keluar dan mencoba peruntungan di dekat pintu keluar-masuk pemain. Lihat siapa yang pulang terakhir....

Taufik Hidayat! Wah.. Taufik Hidayat yang terkenal dengan backhand smash-nya itu, lho! Beliau menyempatkan diri menyapa penggemar yang entah bagaimana membludak memenuhi seputaran pintu keluar-masuk pelatih-pemain-ofisial. Selain menyapa, beliau juga memberikan tanda tangan pada beberapa benda yang disodorkan kepadanya: kertas, kaus, dan semuanya. Kebetulan buku yang sebelumnya telah bertanda tangan Pak Chris(tian Hadinata), dan Rachel van Cutsen (Belanda) tertinggal di rumah, jadi kami tak meminta tanda tangan. Ah, sayang sekali. Mudah-mudahan kesempatan lainnya, ya?

Yah, kira-kira itu sebagian kecil dari apa yang dilihat Twendy sepanjang Mai-Juni. Lebih banyak lagi sebetulnya, mengingat saat memotret olahraga kebanyakan digunakan modus berondong (burst) agar bisa didapat lebih banyak momen. Selain itu di Jogjakarta pun banyak sebenarnya yang dilihat Twendy, tetapi berhubung untuk koleksi pribadi Mbak Nunung dan keluarga, jadilah tidak kami munculkan di sini.

Akhir Juni pun berarti sudah setengah tahun Twendy bersamaku, menemani melihat dunia. Tanpa terasa. Tapi perjalanan masih (cukup) panjang. Tetaplah bersamaku. :)


--
BERSAMBUNG
written on 03. Jan 2011, 17.32 WIB (UTC +7), 18.32 WITa (UTC +8)

Minggu, 02 Januari 2011

Setahun bersama (5): Mär - Apr

Bulan Maret, bulan pameran, pelatihan, dan lainnya.

Oke. Dimulai dari pameran komputer (Mega Bazar Komputer) dan peralatan fotografi *kecil* di sebelahnya di awal
März
, dengan kemudian kami (baca: Fian, aku, Reza, dan Odi) diplot menjadi 'panitia' pelatihan inspektor pengelasan di kampus Tengah März sampai tengah April. Untuk yang terakhir ini, bahkan aku ditodong mengambil pas foto untuk peserta. Wah, dengan alat sekenanya, sebut saja dengan gulungan karton putih untuk mengarahkan, memantulkan, dan memperhalus jatuhnya lampu kilat bawaan kamera, atau kain panjang merah yang entah didapat dari mana di Jurusan, dan syukurlah hasilnya tidak begitu mengecewakan.

Oh iya, pada pameran komputer itu, aku bersama kawanku, Panji. Datang pameran di hari terakhir (7. März) tidak pernah termasuk kategori ide bagus, tetapi dengan keterbatasan waktu dan segalanya, kami baru bisa mampir ke sana pada hari itu. Benar saja, ruang pamer dipadati manusia segala usia. Meski demikian, kami masih bisa berkeliling sedikit, mencoba beberapa produk, dan tentu saja, ngiler melihat segala teknologi yang pada saat itu masih jauh dari jangkauan finansial kami. Oke, sampai sekarang juga, deh. He he. Ini Panji dengan komputer jinjing (kojing) keluaran pabrikan Apple.

Dan ini bonus yang sangat-amat mahal luar biasa, hasil kreativitas salah pedagang di salah satu stan...

He he he. Mahal bukan. Memang tidak banyak yang bisa kudapatkan, gambar dan barang-barang. Satu: ruangan sangat penuh; dan dua: Twendy kumasukkan stan pabrikannya yang mengadakan pembersihan sensor secara gratis sekitar 3 jam. Hidup gratis! :D

Cukup dari pameran, sekarang ke pelatihan inspektor pengelasan. Oleh-oleh dari pelatihannya ini saja ya, merk baterai Edan (secara harfiah) dari kamera video milik jurusan. Oh, kami saat itu berganti-ganti mendokumentasi, akan tetapi berhubung berkasnya milik jurusan, jadi tidak bisa ditampilkan di sini. Minta maaf sekali. Tapi ini dia, baterai bermerk unik itu.

Kegiatan 'gila' akhir pekanku kali ini kudokumentasikan juga. Berupa keinginan membuat kamera lubang jarum (pin hole), aku mencari tahu sedikit banyak tentang benda ini. Keputusanku saat itu adalah membuat 'kamera' yang bentuknya menyerupai kamera konvensional dengan film, tetapi dengan 'lensa' lubang jarum yang dapat diganti. Kenyataannya aku cuma memakainya sekali (dan mengorbankan satu gulung film) dengan 'lensa' sudut sangat lebar (diperhitungkan 15mm), dan gagal plus 'kamera'nya hancur. Lebur. Ha ha. Perhitungan kurang matang dan pembuatan kurang sabar sepertinya. Yang di bawah ini adalah film back dari 'kamera' tersebut. Hmm.. Mungkin masih bisa dipakai dengan perbaikan? Entahlah.

Oh iya! Temui juga sepupuku dan anaknya, Mbak Lia & Syamil - yang mengidap cerebral palsy (kalau tak salah) - yang pada saat itu masih kesulitan berjalan *kalau tak salah ingat*. Sekarang, alhamdulillah, Syamil sudah bisa berlari, tetapi hobinya tetap. Berjalan mundur dengan kecepatan mengagumkan. He he. Ini mereka.

Dan April awal, aku 'mengajar' dasar-dasar fotografi ke Adit alias "Rohim". Ya, sambil belajar, sambil memberitahu apa yang aku punya. Saat itu aku memegang kamera dan lensa 'warisan' ayah, dan Adit aku biarkan "bermain" bersama Twendy. Ini salah satu foto yang diambil si Adit ketika itu. Bagus, ya?

[Foto oleh Aditya Nugraha]

Masih dari kampus, bulan itu adalah waktu ujian akhir Sprachenkurs. Oh, aku pernah mengambil kursus itu, kamu tahu. Dan selesai ujian akhir, aku perkenalkan Twendy kepada mereka, dan mereka juga mengajak kami berkaraoke di sebuah pusat perbelanjaan di bilangan Margonda. Oh, foto pertama ini formasi lengkap, termasuk Reza juga; kemudian berikutnya formasi yang tersisa yang ikut berkaraoke.

Mbak Deborah/Debby yang sekarang sudah ke Jerman ikut suami, Ranggi, Desi, Myrna, Putri, dan Fr. Ade; sang novelis Mahir, Reza, dan Herr Diaz.

Dan menutup April adalah titipan dari Panji, berupa foto headphone untuk artikel ulasan blog-nya (kalau tak salah, di sini), serta obyek favoritku: bulan. Tenang, yang lain bukan obyek. Yang lain adalah subyek di setiap fotoku. He he. *ngeles*



Adapun, selain dari itu, März-April sepertinya berlangsung rutin saja. Pelajaran yang bisa dipetik dengan melihat data teknis foto-foto di atas, aku bertambah bijak sedikit untuk tidak memaksakan bukaan diafragma terbesar,pada lensa, kecuali bila mempergunakan lensa warisan ayah yang memang tidak bisa ditutup lebih kecil. Pembelajaran itu, datangnya bisa satu persatu atau banyak sekaligus. Semua tergantung kepada pembelajar tersebut, sudah siapkah menerima pelajaran yang datang, satu, dua, atau banyak sekaligus.


--
BERSAMBUNG
Written on 02. Jan 2011, 10.20 WIB (UTC +7), 11.20 WITa (UTC +8)

Setahun bersama (4): Januar - Februar

Hari berlanjut, setelah pertunjukan kembang api dari kejauhan itu - dan perkenalan ke adik-adik dan sepupu-sepupuku, barulah Twendy aku perkenalkan ke ayah dan ibu. Reaksi mereka, ya, entahlah. Mungkin agak kecewa karena Twendy tergolong 'bekas', tetapi tak perlulah aku jelaskan pembagian "kelas" pada kamera digital. Mereka mungkin takkan mengerti. Bulan-bulan setelah itu juga menjadi bulan perkenalan Twendy ke lingkungan yang akan kami hadapi bersama.

Ya, bulan Januar lalu banyak kejadian. Mulai dari kegiatan favoritku bersepeda ke dalam hutan di kampus ...*sebelum peralatan pendukungnya rusak. Hiks* Di sini kita lihat ada komplek pekuburan di tengah-tengah rimbun dan tidak terjamahnya hutan itu. Wow. Kira-kira keluarga siapa ya? Ah, rasa ingin tahuku berhenti sampai di foto ini saja. :)

Lalu ada "perpisahan" teman kami Arya alias Jamet (4 dari kanan, berkain sarung) pada 5 Januar 2010 yang akan diberangkatkan ke Jepang sebagai TKI keesokan harinya...

Lalu pertandingan tim nasional Republik Indonesia melawan Oman di GBK pada 6. Januar...

Yang diwarnai masuknya Hendri ke lapangan, merebut dan menggiring bola melewati petugas tetapi (tetap) gagal menjebol gawang Ali Al-Habsyi. He he..

Minta maaf gambarnya *sangat* kurang jelas. Tetapi mana lebih baik, gambar kurang jelas atau tidak ada gambar sama sekali? ;)

Lalu, ada pula wisuda kawan-kawanku pada pengujung Januar lalu. Di sini ada Alfari alias Abang dengan istrinya. Ya, istrinya. Abang menikah Oktober 2009, seingatku. Dan pada foto, ada yang tidak terlihat: Shendy, istri Abang, sedang mengandung anak mereka. Wah.. :)

Sebagai tanda syukur, 7. Februar, para wisudawan mengadakan acara bermain futsal bersama *tentu saja, doh* dan makan bersama di sebuah warung makan bistik (steak) di bilangan Margonda. Yang berikut ini dari acara bermain futsal yang menjadi rutinitas dan ajang silaturahim kami setiap bulannya. Di sini Twendy berkenalan dengan lebih banyak lagi kawanku, dan sekaligus "pengumuman". Hi hi hi.

Februar berjalan dengan cenderung lambat dan aktivitas bersama Twendy cenderung berkurang. Tetapi pada akhir Februar, aku berkesempatan mengajak Ayah, Ibu, adik-adikku Ica dan Ifa, serta sepupuku Fauzan dan Iqbal makan bersama di rumah makan Pizza di daerah Cilandak. Acaranya? Syukuran honor perdana cair setelah tertahan lumayan lama dan syukuran hari lahir aku dan adikku dua dan sepekan sebelum 27. Februar ini. Acara makan ini sendiri pada 28. Februar 2010, dengan ini adalah Ibu dan Ayahku.


Kira-kira itu yang terjadi saat aku bersama Twendy di Januar dan Februar 2010. Dua bulan pertama. Masa 'bulan madu', mungkin ya? He he.. Tapi masih banyak lagi yang terjadi di bulan-bulan berikutnya. Dan sampai hari ini, Twendy masih bersamaku.


--
BERSAMBUNG
Written on 02. Jan 2011, 06.15 WIB (UTC +7), 07. 15 WITa (UTC +8)

Sabtu, 01 Januari 2011

Setahun Bersama (3)

Setelah seharian pertama memasangkan Twendy dengan lensa mungil EF 50mm 1:1.8 II (ulasan the-digital picture), saatnya tiba untuk memasangkan kameraku dengan lensa 'warisan' ayah: Sigma for Canon AF 28-200mm f/3.8-5.6 ASPH UC (ada elemen lensa asferis dan ultra kompak/UC. Kenyataannya diafragma maksimal yang bisa dipakai hanya f/4-5.6). Lensa yang telah berusia lebih 12 tahun.

Mengapa tanda petik pada warisan, ceritanya panjang. Tetapi singkat cerita, lensa itu dulu milik ayah, pasangan setia kamera EOS 500N milik beliau. Kemudian lama tak dipakai akhirnya ditumbuhi jamur, dan akhirnya aku yang membawanya ke tempat reparasi untuk dibersihkan. Seperti barang-barang eks ayah lainnya (misal: sistem audio, sepeda), benda yang telah aku 'hidupkan kembali' secara tidak resmi menjadi milikku. He he.

Ya, langsung saja. Pada uji coba perdana, diketahui bahwa lensa tersebut dapat bekerja hanya pada diafragma maksimumnya saja. Apabila diperkecil, maka langsung muncul tanda galat "Err 99" yang legendaris itu. Oke, tak mengapa pikirku. Toh aku punya lensa 50mm yang normal. Tetapi pada perjalanannya, aku salah. Ya, perlahan kamu akan tahu mengapa aku nyatakan demikian. Untuk saat ini, aku tampilkan dua gambar dari 'uji coba' perdana tersebut. Yang berhasil diambil tentu saja, sebab bila kode "Err 99" telah muncul, maka tidak dimungkinkan mengambil gambar. Keduanya di ujung tele, karena aku suka mengambil jarak. He he. Ini dia.


Tiang listrik SUTET dari kejauhan. Komposisi kacau, gambar kacau (semestinya menggunakan tudung lensa/shade/hood), yah, jelek deh. || Formasi. Komposisinya miring, repetisi kurang terasa, gambar 'soft'.

Kira-kira begitulah Twendy pada 31. Dez 2009. Singkat, sebab malamnya kami diundang ke rumah bibi & paman kami di Rawamangun untuk syukuran. Tetapi malam itu juga jadi yang pertama untukku mengambil foto di luar ruang. Ini dia, salah satu dari foto pertama (ada beberapa ratus, malam itu. *malu*) yang diambil pada 2010.

Pengaturan kecepatan B (bulb) sekitar 20 detik, diafragma f/8. Kali lain, coba gunakan kaki tiga atau kaki satu sebagai penopang. Malam itu hanya mengandalkan pagar di lantai atas rumah bibiku. He he. Syukurlah, kelihatannya masih berhasil.


--
BERSAMBUNG
written on 01. Jan 2011, 20.02 WIB (UTC +7), 21.02 WITa (UTC +8)