Minggu, 09 Januari 2011

Setahun bersama (8): Sep - Okt

September ceria, kalau mengambil satu judul lagi. Ya, pada September itu jatuh juga hari 'Id Fitri. Selain itu, aku menemukan kembali secercah hasrat yang sempat teredam: Bola sepak. Tidak, aku hanya bisa bermain bola seadanya saja. Hanya untuk bersenang-senang saja. Bukan kegiatan kompetitif, bukan juga hal yang rutin. Kali ini dari tepi lapangan. Mengabadikan apa-apa yang terjadi di lapangan, menangkap momen, membekukan emosi. *halah*

Acara yang aku hadiri adalah kejuaraan Liga U-14 yang disponsori oleh Kompas-Gramedia. Kejuaraan ini mengikutsertakan 16 klub (atau 18, aku kurang ingat. Maaf) dengan sistem setengah kompetisi, atau masing-masing tim hanya bertemu satu sama lain hanya satu kali. Pada akhirnya keseluruhan liga yang diselenggarakan AS-IOP APACINTI ini dimenangkan oleh tim tuan rumah, sekaligus menorehkan rekor kebobolan paling sedikit (atau tidak kebobolan sama sekali, aku lupa juga). Hanya satu kali itu memang aku berkesempatan mampir ke Lapangan A kawasan Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan. Ini salah satu yang terbaik yang aku dapatkan.

Adapun September berlalu tanpa banyak cakap (dan foto) dan masuklah Oktober. Bulan baik mungkin ya? Dibuktikan dengan menikahnya orang-orang yang ada di sekitarku di awal dan akhir bulan itu. Diawali pada hari kedua bulan itu, ada dua undangan yang terpisah jaraknya sekitar 150km. Yang pertama adalah dari Om Deni, dosen kami yang melepas masa lajangnya di bilangan Tanjung Barat. Di sana, seperti biasa, banyak pertemuan dengan kawan-kawan dan ini salah satu fotonya. (NB: foto pengantinnya malah tiada. He he)

Dan 6 jam setelah acara tersebut, undangan kedua berasal dari kawanku masa SMP, Atika yang menikah dengan seorang Polisi. Di mana? Di Bandung. Ya Allah... Syukurlah sekarang telah ada jalur tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang-Bandung-Cileunyi. Jarak 150-an kilometer tersebut bisa ditempuh dalam kurang 3 jam. Dan sesampai di sana, aku berubah modus menjadi pejalan kaki. Betul ada angkutan kota di kota Bandung, namun berhubung sendiri dan tiada paham medan, jadi lebih baik berjalan kaki. Masalahnya, saat aku tiba adalah saat Ashar. Berjalan kaki mencari masjid/mushalla di tepi jalan besar di Bandung ternyata bukan perkara mudah. Berjalan sepanjang jalan Buah Batu & Terusan Buah Batu, akhirnya ditemukan satu di dalam kawasan pemukiman. Dan itu sekitar satu jam berkeliling. Wah....

Oke, setelah kemudian berjalan ke arah lokasi resepsi, waktu Maghrib pun menjelang. Berhubung tempat acara di tengah pemukiman, maka cenderung lebih mudah mencari masjid di sana di Batununggal. Caranya, ikuti saja langkah bapak-bapak bersarung rapi. He he.

Lepas Maghrib dan berganti kostum, berjalan lagi aku ke dalam - yang ternyata cukup jauh juga, kira-kira dari gerbang utama UI sampai ke Fakultas Teknik kalau lewat Stasiun UI. Nah sesampai di depan lokasi, terkesima aku mendapati megahnya gedung, banyaknya tamu bermobil, dan jumlah polisi yang mengawal dan mengatur lalu lintas ke lokasi. Lebih hairan lagi ketika melihat sebuah Benz SLK perak di dekat penjaga tamu yang telah dihias dan diparkir pada posisi siaga. Itu? Mobil pengantin? Untung tiada pingsan di tempat.

Belum sirna keterkejutanku, saat aku masuk ke gedung tersebut, apa yang aku lihat? Juru kamera bertebaran di mana-mana. Kalau sekedar juru kamera mungkin tidak membuat terkesiap, tetapi mendapati belalai kamera (yang lebih umum terlihat di belakang gawang pada pertandingan sepakbola) dalam gedung itu membuatku tercekat dan baru mulai berpikir. Siapa sebetulnya mempelai pria ini. Apalagi, setelah acara benar-benar dimulai, ada Dewi Yull, Ermi Kullit, dan Kang Ebet Kadarusman sebagai pengisi acara, dan wakil kepala polisi Nanan Sukarna. Semakin lengkap saja rasa penasaranku. Supaya kamu tak ikut penasaran, ini mereka: [pangkat aku tidak begitu ingat] Aulia Mulyana Abdul Jabar & Atika Rachimi Wijayanti.

Selidik punya selidik, setelah tiba di rumah tengah malam itu, ternyata ayah mertua Atika adalah Irjen Pol. Dikdik Mulyana. Oh, pantas saja. He he.

Lalu ada acara besar, semacam "Hunting Wajib Besar" kalau di kelompok pelajar pecinta fotografi (KPPF) SMAku dulu yang digelar pertengahan Oktober. Aduh, sebelum disebut mencatut, aku bukan anggota kelompok tersebut, aku ada di seberangnya kok di kubu Paskibra. Meskipun dulu sebetulnya ingin. Ah, baiklah. Acara tersebut bertajuk "Jakarta Street Hunting (JaSH) VI". Acara ini digelar oleh fotografer.net, sebuah laman berbahasa Indonesia (pada umumnya) yang mewadahi pecinta fotografi dari seluruh dunia.

Rute tahun kemarin masih seputaran kawasan Kota Tua Jakarta, dan tahun ini aku pergi bersama kawanku SMA, Nugroho yang belum lama sebelum acara tersebut baru membeli kamera RLT digital. Welcome aboard! Ini salah satu yang kudapatkan dari perjalanan setengah hari tersebut.

Lalu di bulan Oktober diakhiri dengan pernikahan lagi. Kali ini rekanita seangkatanku, Dian, menikah. Seperti biasa, selain makan dan mengobrol, acara resepsi juga menjadi acara reuni terselubung. Kawanku yang bertugas jauh-jauh di Batam, Palembang, Kalimantan pun dapat disatukan di acara itu. Ini mereka, angkatan 2005 dan angkatan lainnya.

Dan ini Martha, prodigy dari angkatan kami, dalam foto potretku yang cenderung tidak disengaja tetapi berakhir cukup baik.

Kira-kira itu yang berlalu di September-Oktober. Tanpa terasa sudah 10 bulan sejak akuisisi Twendy di senjakala akhir Desember itu. Sedikit demi sedikit, hasrat pun mulai timbul kembali. Dan makin jelas juga genre apa yang tidak disukai Twendy (baca: yang punya Twendy). Nantikan edisi terakhir "Setahun Bersama", beberapa saat lagi. He he...


--
BERSAMBUNG
written on 9. Jan 2010, 08.15 WIB (UTC +7), 09.15 WITa (UTC +8)

Tidak ada komentar: