Senin, 21 November 2011

Penghindar

Selamat malam, sebelumnya tulisan ini sedikit banyak akan membahas tentang kelainan (disorder) pada kepribadian manusia. Meskipun ini bidang yang jauh dari yang sehari-hari aku berkutat dengannya, tetapi izinkan aku menyajikan data dari beberapa sumber yang, semoga, bisa dipercaya. Mari...

Avoidant personality disorder - is a mental health condition in which a person has a lifelong pattern of feeling very shy, inadequate, and sensitive to rejection. [0]
Kelainan kepribadian penghindar - adalah keadaan kesehatan mental yang padanya seseorang memiliki pola sepanjang hayat merasa sangat (pe)malu, berkekurangan, dan perasa terhadap penolakan.
dan
People with avoidant personality disorder experience a long-standing feeling of inadequacy and are extremely sensitive to what others think about them. [1]
Orang dengan kelainan kepribadian penghindar merasakan perasaan yang 'permanen' [?] tentang ketidakberkecukupan dan luar biasa perasa terhadap apa yang orang lain pikirkan tentang mereka.
Dengan gejala-gejala, masih menurut sumber yang sama antara lain:
  • Menghindari pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan kontak antarpribadi dengan orang lain [secara intensif] dikarenakan ketakutan akan kritik, ketidaksetujuan, dan/atau penolakan
  • Tak ingin terlibat dengan orang lain kecuali mendapat kepastian akan disukai
  • Menampakkan pengekangan/pembatasan dalam hubungan akrab karena takut dipermalukan atau diolok-olok
  • Benaknya dipenuhi prasangka akan dikritik atau ditolak dalam keadaan sosial
  • Terhalangi pada hubungan antarpribadi yang baru dikarenakan perasaan tidak berkecukupan
  • Memandang diri tak cakap bersosialisasi, tidak menarik secara pribadi, atau minder terhadap orang lain
  • Enggan mengambil risiko pribadi atau untuk terlibat dalam kegiatan baru apapun karena dapat jadi hal tersebut mempermalukan diri

**

Pertanyaanku sederhana saja. Adakah teman, kawan, karib kerabat, sahabat, keluarga, siapapun di sekitarmu yang menunjukkan gejala-gejala sedemikian? Mereka - menurutku - dapat terlihat sangat sopan, atau malah sebaliknya. Tetapi ada benang merah bahwa umumnya mereka nampak dingin, tak banyak bicara.

Kalau memang ada - sekali lagi menurut pendapatku - maka baiklah kamu coba mendekat perlahan. Mereka butuh bantuan, pembicaraan-pembicaraan ringan tentang kegemaranmu dan kegemaran mereka yang yang sama bisa jadi awalan. Dari sana kamu bisa menggali apa-apa yang selama ini terpendam, tertutupi topeng es yang mereka kenakan. Tentu, dengan catatan mereka dapat merasa nyaman bersamamu.

Jadi, kalau boleh aku berpesan sekali lagi... Sayangi mereka, ya! Mereka perlu, dan... Memberi kepada yang perlu itu... Siapa yang akan membalas kecuali Dia yang Memiliki Jiwa-Jiwa?

--
F  I  N
written on 20.45 CET (UTC +1)
what guise are you wearing, Rif?

[0] (US) National Library of Medicine, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001936/ diakses pada 20. Nov 2011 08.15 CET
[1] Psych Central, http://psychcentral.com/disorders/sx8.htm diakses pada 20. Nov 2011 08.15 CET

Minggu, 20 November 2011

Jatuh

Ada masa-masa ketika seseorang bisa jatuh, sejatuh-jatuhnya. Mencapai nadir, bahkan lebih rendah. Sebabnya bermacam-macam, tetapi sekali meluncur ke titik itu, maka sulit, bila tidak mustahil, mengangkat raga kembali ke tataran wajarnya.

Beberapa hal bisa mempercepat kembalinya seseorang ke keseharian biasanya (dan berlaku pula sebaliknya). Teman misalnya, dan teman. Ada mereka yang memiliki kecenderungan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang di sekitar mereka dengan, meminjam istilah persurelan (e-mail, kalau sekiranya kamu belum paham), Auto-reply.

Satu jawaban otomatis yang kerap (ter-)dilontarkan untuk pertanyaan "mengapa?" atau "ada apa?" yang diyakini tidak menuntun pertanyaan lanjutan adalah, "tidak mengapa" atau "tidak apa-apa".

Jawaban tersebut, satu sisi memang tidak membawa 'masalah' lain dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Namun sisi lainnya adalah bahwa masalah yang sesungguhnya sedang dihadapi dalam bahaya tidak terpecahkan.

Tapi biarlah, mungkin memang mereka perlu waktu sendiri - atau kawan-kawan yang betul-betul mereka percaya, dipilih sendiri - untuk melewati masa-masa sulit tersebut. Dan mungkin mereka ingin didengarkan. Ya, didengarkan, bukan 'hanya' didengar.

Dan ingin pula mereka mendapat jawab pertanyaan-pertanyaan kecil, tak penting yang mereka tanyakan pada orang-orang di sekitar mereka.

Semoga lekas sehat lagi, ya?

--
F  I  N
written on 00.33 CET (UTC +1)
Get well soon, dear me. Remember, you'll be fine in no time.

Selasa, 15 November 2011

Thoughts

It's been haunting me for a full fortnight as now.


Maybe it'll be better if I never said it after all. It'll felt much less. The enjoyment of unrequited f...


Or maybe it's even better if I never existed.


10.36 CET

Rabu, 09 November 2011

Masyarakat yang sakit

Ya, judul itu yang aku pilih. Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, mari batasi ruang lingkup pembahasanku kali ini pada daerah sekitar kode pos Indonesia 12620 dan 16424, dengan kedua area ini merupakan tempatku bergentayangan sehari-hari. Dan sebelum memulai... Gambar!


Sebuah gambaran pagi hari yang umum di salah satu perlintasan kereta listrik dan jalan raya. Yah, tidak mutlak pagi hari juga. Lebih tepat mungkin bila mengambil istilah round-the-clock. Tidak sedikit pengendara sepeda motor memilih 'antre' (kalau memang demikian) di melampaui palang perlintasan. Bahwa dapat jadi itu mendatangkan bahaya bagi mereka tidak lagi menjadi pertimbangan, apalagi memikirkan bahaya bagi orang lain.

Tidak hanya di perlintasan rel -- jalan raya, pada persimpangan berlampu lalu lintas (maupun tidak) pun berlaku hal serupa. Pengendara sepeda motor maupun mobil yang berhenti sebelum garis dapat dihitung dengan jari sebelah tangan. Alasan yang mendasari mereka melampaui batas sedemikian? Entahlah hanya mereka yang tahu.

Kalau boleh berasumsi, mereka ingin lebih cepat mencapai tujuan. Apa iya?

Pada perlintasan kereta api, kecenderungan kontur jalan adalah sedikit menanjak untuk meminimalkan selisih rel dengan muka jalan. Dengan demikian, diharapkan kenyamanan berkendara tetap terpelihara. Bila terlalu dekat dengan rel? Jarak untuk mendapatkan 'tarikan' awal (torsi) kendaraan terlalu minim, dan akhirnya tetap saja lambat keluar dari perlintasan.

Perempatan lampu lalu lintas? Pengantre-lewat-garis yang kutemui pada umumnya lamban memulai lagi. Belum lagi ditambah mata yang alih-alih mengawasi lampu lalu lintas berubah hijau justru memandang lalu lintas dari jalur lain sebagai patokan. Hasil akhir: lamban. Tidak berbeda.

Itu baru lalu lintas...

Contoh kecil lain: sampah. Entah sehari berapa kali wadah bekas pembungkus makanan-minuman bisa ditemukan ditinggalkan begitu saja di meja, kursi duduk, dan lain-lain tempat umum. Yang berat adalah bahwa hanya tak lebih empat meter dari lokasi tersebut ada tersedia tempat pembuangan sampah menganga.

Mari sejenak membayangkan. Bagaimana perasaanmu, pikirmu bila sedang berjalan dengan kawan karibmu, lalu saat hendak menduduki kursi, kamu mendapati gelas plastik berisi air sedikit yang tak memadai untuk diminum? Dan tak jauh dari situ ada bak sampah. Kalau hati dan otak tidak tergelitik rasanya aneh ya? Atau mungkin karena sudah terlalu terbiasa dan jadi kebas? Itu yang aku khawatirkan.

Ayolah, apa yang kamu makan sambil duduk berbincang, tidak bisakah dibawa bersamaan dengan kamu mengangkat kaki dari tempat itu? Sekitar enam langkah saja untuk melaksanakan falsafah pembersihan: memindahkan kekotoran ke tempat yang tidak terlihat.

Tidak, tidak perlu jauh-jauh memikirkan orang lain. Pada dasarnya manusia ingin menyelamatkan dirinya sendiri dulu itu wajar. Jadi pikirkan keadaan kalau suatu ketika yang kamu kerjakan itu yang kembali padamu. Mau?

Kalau tidak, mulailah dari kamu dan aku masing-masing. Sedapat mungkin tidak meninggalkan jejak sampah di mana-mana berpijak, bisa? Mari diusahakan.

--
F  I  N
written on 15.30 CET (UTC +1), 21.30 WIB (UTC +7)
sorry about the rant. Now I see why you don't seem to be coming back. :(

Tujuan

Waktu lepas tengah malam begini kadang ada saja sebarang pertanyaan melintas di kepala. Kali ini tentang sebuah kata: tujuan, atau kalau dalam bahasa lainnya, purpose.

Pertanyaannya sederhana saja, apa sih tujuanmu? Atau mungkin rencana/maksud/cita-citamu?

Cita-citamu, atau aku, bisa jadi tak sama dengan impianmu atau aku di masa lampau. Dahulu, saat dunia masih terasa luas dan besar, ada di antara kamu dan aku yang berkeinginan menjadi astronot, atau pilot jet tempur, atau pembalap mobil formula 1, atau beragam cita lainnya.

Namun, seiring tumbuhnya fisik, berkembangnya pemikiran, mengecilnya dunia (dalam persepsi), dan bertambahnya pengetahuan (dan realisasi), lambat laun cita itu berganti. Mungkin tidak padam; hanya memudar menghadapi kenyataan yang ada. Atau dapat jadi pula tujuan yang ingin dicapai semakin sederhana.

Apa tujuan (hidup)mu?

Kalau ada yang ingin berbagi, silakan lho. Tetapi dengan lontaran pertanyaan sebelum ini, terbit 'keharusan' padaku untuk membagi sedikit apa yang kupandang sebagai tujuanku pada saat tulisan ini digarap. Jadi mari kita mulai.

Dalam satu kalimat, tujuanku adalah untuk berumah kecil dengan halaman yang luas, dengan hubungan antar-penghuni yang hangat. Umm... Sudah terpenuhi kah unsur-unsur kalimatnya? Semoga sudah ya.

Nah, sederhana kedengarannya, sebagaimana banyak hal lain di dunia yang juga sederhana. Pun demikian, sebagaimana hal-hal yang kedengaran, kelihatan, atau terasa sederhana lainnya, 'there are more than meets the eye'. Pada hal-hal sederhana tersimpan kejutan-kejutan yang menggelitik.

Kalau ada kesempatan, ini ada bagian pertama dari lima seri video yang menginspirasi yang ditunjukkan temanku Nisa. Tentang seorang profesor matematika, Sir Andrew Wiles, dan 'pertarungannya' dengan teorema terakhir Pierre de Fermat, seorang ahli matematika Perancis dari 3 abad sebelum ini. Kalau subyeknya tidak kamu mengerti, jangan khawatir. Nisa, yang nota bene perempuan siswa paling cerdas semasa kami sekolah dulu pun tidak. He he..

Prof. Wiles mungkin satu dari sedikit orang yang beruntung yang dapat 'seumur hidup' mengejar impian masa kecilnya. Sebagian dari kamu dan aku, pemimpi astronot misalnya, tidak. Kenyataan bahwa lembaga peberbangan dan antariksa negeri kelahiran Ir. Soekarno ini lebih aktif pada bidang penerbangan daripada antariksa jadi dinding tebal bagi mimpi mereka.

Pun dengan impian berada di balik peliknya kemudi mobil formula satu, di negeri yang sirkuit internasionalnya terkebiri hanya menyelenggarakan seri balap motor tingkat Asia (tenggara) saja. Patut disyukuri juga, sebetulnya, daripada hanya mengadakan balap 'bebek' yang 'termehek-mehek' di lintasan mulus berliku itu.

Maaf, aku melantur. Jadi, Prof. Wiles akhirnya berhasil mengurai teorema Fermat yang dengannya dinyatakan bahwa [ X^n + Y^n != Z^n ] untuk nilai "n" lebih dari 2. Teorema yang sederhana sebenarnya, dengan bila "n" adalah 2, kamu akan mendapati sesuatu yang jamak ditemui berupa teorema Phytagoras. Sesederhananya pernyataan Fermat tersebut pada kenyataannya telah memakan lebih 7 tahun masa kerja Prof. Wiles. Harga yang dibayar untuk mencapai suatu tujuan yang sederhana, namun dengan kepuasan tak ada taranya menjadi kompensasinya. Kelegaan seakan beban berat telah lepas pada akhirnya.

Kira-kira demikianlah, minta maaf telah membawakanmu subyek yang berat dini hari begini. Tetapi beberapa yang bisa ditarik dari karya beliau adalah bahwa untuk mencapai tujuan, mutlak diperlukan keteguhan dan ketekunan. Juga, tentang kesederhanaan... Seringkali ia melenakan.

Sungguh, kawan, dari sekejap aku tinggal di bumi, hal-hal paling indah di dunia dijadikan sederhana. Demikian sederhana hingga hal itu dapat diambil hanya untuk dilupakan untuk hal lain yang lebih besar, lebih rumit (kelihatannya), dan lebih menantang. Namun jauh di dalam, masih tetap kesederhanaanlah yang sungguh dicari.

Jadi, kurasa baik untukku menetapkan tujuan-tujuan sederhana bagiku. Biar tetap ada tujuan tersebut sampai Ia-tahu-kapan,
--
F  I  N
written on 09. Nov 2011, 02.10 CET (UTC +1), 08.10 WIB (UTC +7)
would you not be the inhabitant of said little house within the garden? Ours? No?

Senin, 07 November 2011

Kemilau rindu

Izinkan aku membagi rindu
lewat baris-baris tiada berlagu
terkhusus buat kamu. Ya, kamu!

Dan bila ini terlupa
tiada berat, tiada mengapa
biasa sudah hamba dengannya.

Andai boleh memintaku
izinkan aku sampaikan rindu
lewat bulir-bulir salju

dan senjakala aku merenda
apa-apa yang sedang dirasa
saban hari terus melanda

Andai dapat menulis "rindu"
dalam belai lembut sang bayu
biar menyapa petang harimu

dan tak dapat ini tiada
ku berharap berbagi rasa
namun bukan milikku segala daya

Andai helai daun nan lugu
gugur bersama resah harapku
menanti rindu mengetuk muka pintumu

dan selalu setiap masa
melulu terbayang paras nan esa
suara indah lalu menyapa, membahana

Andai debur laut nan biru
mengusap pipi basah terharu
biru, tak lain, oi! Karena rindu

dan lewat sudut mata
sungai kecil deras membuka
melarutkan rindu terbawa.

--
F  I  N
written on 14.30 CET (UTC +1), 20.30 WIB (UTC +7)
please, embrace her, and us all, for ever and beyond.

Minggu, 06 November 2011

Melihat dalam proporsi

Mengingat apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini, ada yang perlu diperbaiki di sini. Ada beberapa hal yang, menurut mereka yang dekat denganku, proporsinya salah: terlalu besar. Tentu saja, hal selain itu mendapat proporsi yang mengecil secara otomatis. Tapi marilah.

Apa-apa yang bisa didapatkan manusia dapat berupa hal baik, maupun hal yang baik (tetapi tidak pada tempat/waktunya). Dengan mencuplik sebagian (sangat) kecil dari apa-apa yang telah Dia berikan untukku -- kalau boleh -- aku hendak membuat perhitungan.

**

Ingatan - suatu 'alat' kreasi-Nya yang diberikan kepada makhluknya secara tidak sama -- namun adil, pasti. Pada bagian ini aku bersyukur masih dianugerahkan ingatan yang mudah menyerap, dan dapat dikendalikan. Tapi di sini pula beratnya. Ada banyak hal yang tidak penting, kecil, harusnya-tidak-dipermasalahkan, justru tertahan, tertinggal, tak mau pergi, dan tetap jelas. Hanya karena aku tidak ingin itu pergi.

Tampak luar - akan halnya melati, aku bukan yang paling menawan. Bahkan, untuk kategori menawan pun tidak rasanya. Namun, ada yang patut disyukuri bahwa sedari kecil hingga kini, karunia berupa sel kulit yang regenerasinya cukup baik menghindarkanku dari luka-luka bekas jerawat, gigitan nyamuk, dan luka-luka lainnya. Pun aku tidak pendek, meskipun terkadang terkendala dengan posisi cermin, lemari dinding, dan beberapa hal lain di rumah yang terlalu rendah, tetapi bisa diatasi.

Keuangan - syukurku karena, bila diklasifikasi, keluargaku mungkin termasuk kelas menengah. Aku pun sejauh ini tidak mengalami kesulitan hingga betul-betul tidak ada lagi. Meskipun usahaku hanya sekadarnya, tetapi Ia amat baik untuk mencukupkan kebutuhanku.

Hati - nah, ini. Hati, dan hal-hal di sekelilingnya, jadi bagian yang membingungkan. Keras di satu waktu, namun mencair di waktu yang lain.

Jujur aku berhenti lama di paragraf terakhir. Terlalu lama. Karena memang proporsi yang terakhir ini yang, menurut temanku terlampau besar. Dan menurutnya di sana, bukan semuanya.

Tapi aku sudah merasa cukup dengan semua, kecuali yang terakhir....


--
F  I  N
written on 06. Nov 2011, ca. 06.30 CET (UTC +1), 12.30 WIB (UTC +7), last two paragraph was done 8h later.
Think I did shed  tears for wrong reason, again.

Jumat, 04 November 2011

Semua cuma bisa jadi lebih baik

Ada yang sudah terungkapkan.
Ada yang telah terselesaikan.
Ada yang rampung diikuti.

Tidak ada yang tahu apa bulan yang terbit mengganti matahari membawa baik atau belum sampai datang dan terang apa yang dibawanya. Tidak kamu, tidak juga aku. Awan tebal menggayut nampak dari kejauhan membawa semua petir yang tersedia. Gunung api yang meletup, dengan apa-apa yang dia keluarkan, menyapu habis apa yang dilewatinya.

Namun, apabila telah tiba dan berlalu, atas izinNya, yang dibawa mega ternyata rahmat-Nya yang banyak berlimpah ruah. Dan setelah tenang gunung tersebut, pada akhirnya lereng yang disapu olehnya dijadikan tanah yang subur tiada tara.

Yang belum tiba, kawan, biarlah dinanti. Jangan cemas karena kamu tidak pernah sendiri. Yang sedang terjadi, jalanilah. Jalani dengan hatimu, atau tidak sama sekali -- jangan separuh hati. Yang telah berlalu, ambillah maknanya. Jangan ratapi, sebab masih akan ada lagi yang belum tiba berikutnya. Demikian sampai berakhir masa edar diri rapuh ini di muka bumi kepunyaanNya.

Kalau apa yang akan datang, apa yang tengah terjadi, apa yang berlalu terlihat hancur lebur tak berbentuk tiada dapat diperbaiki lagi... Ambillah seperti itu. Pada bilangan cacah, kamu tidak bisa pergi lebih rendah lagi dari nol, bukan?
hati tercurah, seminar sudah selesai, seminar sudah diikuti
--
F  I  N
written on 01.30 CET (UTC +1), 07.30 WIB (UTC +7)
I'm okay

Rabu, 02 November 2011

For what it's worth, I love you.

When this finally sink underneath the depth of the sand within, would you please, please, please tell me in detail, why?
Think I'll need it to further improve.

..
F  I  N
written on 02.24 CET (UTC +1)
:'|