Sabtu, 25 Januari 2014

(menyebut satu dari sekian nikmat Allah)

Bismillah, alhamdulillah, shalawat dan salam untuk rasulullah Muhammad (s.a.w).

Sebetulnya ada tulisan yang nyangkut di antrean, tetapi ini lebih mendesak. Kejadian sore ini (dan sungguh, banyak lagi kejadian di sini) membuatku teringat akan apa yang diwahyukan Allah (s.w.t) kepada Rasulullah (s.a.w) pada Surat Dluha (93) ayat 11.


وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (Baca salah satu tafsirnya di situs al-manhaj)

Mudah-mudahan Allah meluruskan niatku sebagaimana berikut:
"... maka bersyukurlah kepadaNya dengan menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan Rabb-mu yang mencakup kenikmatan di dunia maupun kenikmatan di akhirat, yang telah Ia karuniakan kepadamu jika terdapat padanya kemaslahatan. Dan jika tidak ada maslahatnya, maka hendaknya kamu sebutkan kenikmatan-kenikmatan Rabb-mu secara mutlak. Karena menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan Allah akan mengundang rasa syukur seorang mu’min, dan membuahkan bertambahnya rasa cinta dalam hatinya kepada Rabb-nya yang telah memberinya kenikmatan tersebut. Karena hati seseorang terfitrahkan mencintai orang yang berbuat baik kepadanya" [cetak tebal dariku].
Di negeri di mana Islam merupakan minoritas ini, justru terasa betul Islam yang benar. Dari hal-hal kecil semisal nasihat bila didapati adanya kekeliruan (atau yang dianggap kekeliruan) saat berwudlu, misalnya, lalu ajakan makan bersama (rasulullah (s.a.w) menganjurkan makan bersama, lho), hingga saling memberi.

Yang terakhir, jujur saja sebagai pendatang berstatus mahasiswa, tidak mudah untuk memberi balasan. Kecuali doa, dan salah satu doa yang tidak dihalangi (baca: terkabul) adalah doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak diketahui saudaranya tersebut. Semoga.......

Mudah-mudahan Allah memberikan rahmah (kasih sayang)-Nya untuk saudara pembacaku seislam dan saudariku karena Allah.

Segala pujian teruntuk Allah, rabb seluruh alam.

F  I  N
56100, 21h56 CET (GMT +1)

Tautan terkait:
http://almanhaj.or.id/content/3810/slash/0/tafsir-surat-adh-dhuha-2/
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/adab-adab-makan-seorang-muslim-7.html
http://al-atsariyyah.com/keutamaan-mendoakan-orang-lain-tanpa-sepengetahuannya.html

Rabu, 15 Januari 2014

(intermezzo)

Bismillah, wa-lhamdulillah.

Ada beberapa hal mengenai perkembangan penelitian di sini. Satu yang paling menggembirakan adalah sampelnya sudah sampai di lab. Tapi sampainya ya bersama-sama dengan kedatangan orangnya di sini.

Jadi sampai saat ini, kemajuannya sangat amat minim. Bukan maksud menyalahkan musim, tetapi waktu siang pada musim ini amat pendek. Matahari terbit 9 pagi, dan terbenam kurang dari jam 18. Sedangkan waktu dzuhur pada 13.15, dan ashar 2 jam kemudian.

Sejauh ini masih banyak sungkan dengan personil di lab. Jauh lebih nyaman di rumah-Nya, di "masjid"-Nya (sekali lagi, tanda petik terkait bentuk formal si Masjid). Di irisan keduanya, syukurlah, ada orang-orang yang juga tak henti memotivasi. Namun tetap saja, rasanya tempat ternyaman di kota ini bukan di lab, bukan di kamar, tapi di tempat yang membuat aku sudi menempuh 30 menit pp ke sana. Tidak peduli hujan air atau es, atau angin, tetap terasa ringan dan mudah ke sana.

Tetapi, apa tujuan awalmu ke sini?

Kalau itu pertanyaannya, dan jawaban jujur yang diminta, maka aku ingin lari. Lari dari berbagai hal yang sepertinya semakin rumit dan rumit di kampung halaman. Lari menuju tempat yang lebih tenang untuk belajar. Belajar apa? Kalau kita menilik 'rak' buku kamarku kini, maka terang bahwa makalah jurnal yang tercetak jumlahnya kalah jauh jumlahnya dibandingkan buku-buku yang harusnya dulu telah kupelajari, tentang Agamaku, tentang Rasulku - sejarahnya, segala ucapannya.

Ingatlah, bagaimana kamu bisa berada di sini sekarang.

Aku ingat, bahwa perjalananku dan kehidupan di sini dibiayai oleh Negara (cq. Kementerian Pendidikan). Tapi sejauh ini, waktu dua bulan rasanya berlalu begitu saja tanpa perkembangan pada segi ini. Sementara segi 'lain' berkembang lebih pesat.

Wahai Allah... wahai Dzat Yang Maha Membolak-balik hati, tetapkan hati ini pada Agamamu. (HR Tirmidzi, hasan [0])

... Wahai Rabb-ku (Tuhanku), aku berlindung pada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua... (HR. Muslim IV/2088 no. 2723 [1], s{h}ahih)

 C'est le moment d'agir. Tu sais. Vraiment agir.

Wa-Allahu waliyut-taufiq.

56100, 15. jan 2014; 16h 45

[0]: http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/kiat-agar-tetap-istiqomah.html
[1]: http://www.radioassunnah.com/bacaan-doa-dan-dzikir-pagi-dan-sore-sesuai-sunnah/

Jumat, 10 Januari 2014

Islam yang 'Lain'

Segala pujian hanya untuk Allah, Tuhan (Rabb & Ilah) satu-satunya yang kepadanya semua bentuk ibadah ditujukan. Shalawat dan salam dari kami untuk penutup para Nabi dan pemimpin para Rasul, Muhammad (shalawat dan salam untuk beliau dan keluarganya). Aku berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan dari kejelekan perbuatanku. Siapa-siapa yang mereka mendapat petunjuk dari Allah, maka tidak akan tersesat, dan siapa-siapa yang mereka disesatkan Allah, maka tidak akan mereka mendapat petunjuk.

Sebelumnya, kembali aku tegaskan bahwa dalam segi ilmu, masih jauh apa yang aku punyai dari sempurna. Adapun yang ditulis di sini murni adalah apa-apa yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Sedangkan, apabila ada yang salah, tentu itu disebabkan kekuranganku. Usul perbaikan, dari siapapun, aku terbuka untuk itu.


***

Setiap kita memeluk agama yang tertentu. Sebagian beruntung lahir dari orang tua yang sama-sama beragama Islam. Sebagian lagi beruntung mengenal dan memeluk Islam sewaktu telah dapat berpikir jernih. Sebagian lagi beruntung diberi kesempatan untuk dapat mengenal Islam dan mudah-mudahan memasukinya sebelum semuanya serba terlambat.

Lalu untuk kita yang muslim (beragama islam dan mengikuti ajaran rasul Allah, Muhammad (s.a.w)), bagaimana kita menjalankan perintah dan menjauhi apa-apa yang dilarang Allah untuk kita? Ada setidaknya dua tipe jawaban. Yang pertama adalah mereka yang mengikuti apa-apa yang 'islami' yang diperbuat oleh ayah-ibu, kakek-nenek, dan seterusnya ke atas. Yang kedua adalah mereka yang, setelah melihat apa-apa yang diperbuat leluhur mereka, mencari 'pendapat kedua' tentang bagaimana Islam itu mestinya dikerjakan dengan mencari ilmunya dengan berbagai metodenya di masa sekarang ini.

Yang ingin sekali aku bahas adalah yang pertama. Untuk sebagian kita yang mengerjakan apa-apa yang 'islami' yang diperbuat nenek moyang kita. Dengan asumsi bahwa orang tua kita tentu lebih mengerti agama mereka disebabkan kehadiran mereka lebih dulu di dunia ini, bukan?

Pernahkah kita mendengar ungkapan, Islam itu mudah? Telah berfirman Allah, yang tak henti memberikan rezeki (rizki) dalam berbagai bentuknya, dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2:185) yang artinya, "... Ia (Allah) menghendaki untuk kalian kemudahan, dan tidaklah Ia menghendaki bagimu kesulitan ..." [1] dan ayat-ayat lain yang senada (lihat rujukan a)

Tapi apa yang kita lihat dikerjakan orang-orang yang lebih tua dari kita dalam kehidupan sehari-hari? Apa yang dikerjakan orang-orang yang kita anggap memiliki ilmu agama yang mendalam? Aku ambilkan beberapa contoh, misalkan acara 'peringatan kematian' ke -X hari/bulan/tahun. Kemudian, acara peringatan 'M' dan 'T' yang menyerupai ajaran "agama sebelah". Ada juga peringatan 'I', yang sampai menjadi hari libur nasional di Republik Indonesia. Kesemuanya memakan dana yang tidak sedikit pada setiap acara tersebut. Baik dana pribadi maupun dana masyarakat.

Cobalah berhenti sejenak dari ingar-bingar segala peringatan itu dan berpikir. Apakah yang demikian itu yang dinamakan mudah? Dari segi pendanaan, telah disebutkan di atas. Kemudian, dari sisi pelaksanaan. Jangankan kita melongok ke negeri-negeri kaum muslimin lainnya, di negeri sendiri pun tidak akan bisa kita temukan kesamaan tata cara dari ujung Sabang hingga Merauke. Lain halnya dengan shalat wajib atau puasa Ramadhan atau zakat, yang dari Makkah dan berputar tujuh kali mengelilingi bumi akan tetap sama tata pelaksanaannya.

Mana yang lebih mudah, mencukupkan diri dengan apa yang ditentukan (yang belum tentu juga bisa kita kerjakan semuanya seumur hidup), atau berbanyak-banyak kegiatan 'islami' yang ternyata pada Hari Perhitungan kelak tidak dihitung?


Sudah lelah badan berbungkuk-bungkuk dan berbolak-balik tetapi jadi debu belaka? Atau, lebih celaka lagi, justru dibenamkan ke dalam Api karena mengerjakan semua itu -- secara tidak langsung 'menuduh' utusan-Nya tidak lengkap dalam menyampaikan pesan-pesan-Nya?

Dan sebelum aku akhiri tulisan ini, ada sedikit yang perlu aku pesankan untuk kamu semua. Alhamdulillah, Allah menunjukkan padaku jalan kepada ilmu (agama). Dari ilmu 'duniawi' aku belajar betapa pentingnya segala rujukan dan dasar pemikiran. Untuk ilmu 'akhirat', tidaklah berbeda. Lebih mudah, malah, mengingat adanya satu standar kebenaran, tidak seperti ilmu pengetahuan yang tidak punya standar kebenaran yang bisa dijadikan timbangan.

Tentu saja, standar kebenaran itu datangnya dari Allah (s.w.t) berupa perkataannya yang dirangkum dalam Al-Qur'an, serta apa-apa yang (benar-benar) diperbuat oleh rasul-Nya yang sudah dirangkum dalam dua rangkuman mutiara hadits shahih oleh Imam Bukhari & Imam Muslim (semoga rahmah Allah tercurah untuk mereka). Dua situs yang sejauh ini menjadi sumber bacaanku bisa kita kunjungi pada rujukan b dan c. Adapun, beragam material untuk didengarkan bisa diunduh dari rujukan d.

Tentu saja, sebelum menuju ke sana, kita mesti selalu membuka hati dan pikiran kita untuk hal-hal yang mungkin sama sekali bertentangan dengan apa yang saat ini kita yakini. Sebab, andaikan hati dan pikiran telah tertutup, terutama oleh penyakit sombong dan enggan, akan sulit sekali ditembus cahaya seterang apapun. Meskipun cahaya itu datang dengan dasar-dasar yang amat kuat sekalipun.

Dan sekali lagi, dengan dasar rujukan yang sama, pelaku islam di Indonesia, di Jerman, di Arab, di Perancis, semua mengerjakan ibadah yang sama (dengan satu dua perbedaan tidak mendasar), kok. Barangkali memang 'islam' di Indonesia yang 'agak lain'.

Mudah-mudahan Allah memudahkan petunjuknya untuk masuk ke dalam hati-hati kita.

Maha Suci Allah, dan segala Pujian untuk Allah, Tuhan seluruh alam semesta



F I N
diselesaikan pada 9 Rabi'ul Awwal 1435 / 10 Jan 2014, lewat tengah malam
di Lorient

--
Referensi:
[1] QS 2:185

Rujukan:
a) http://almanhaj.or.id/content/2219/slash/0/islam-adalah-agama-yang-mudah/
b) http://www.muslim.or.id
c) http://www.rumaysho.com
d) http://www.kajian.net

Rabu, 01 Januari 2014

Lorient (bagian I)

Segala pujian adalah milik Allah, Tuhan seluruh alam yang merupakan satu-satunya yang disembah. Shalawat dan salam untuk Rasul Allah, utusannya yang terakhir, Muhammad s.a.w.

Kembali lagi, pujian hanya untuk Allah s.w.t. Sudah hampir dua bulan kepindahanku ke sini. Salah satu yang aku syukuri adalah ketiadaan perangkat televisi, dan pada awalnya ketiadaan sambungan internet. Dari situ, ada banyak kesempatan untuk mulai mencicil hutang yang sudah lama tertunda berupa hafalan Al-Qur'an.

Alhamdulillah, keadaan jauh dari hal-hal yang dicintai ternyata bisa jadi motivasi yang memperkuat. Salah satu sebabnya, mungkin, adalah keberadaan pusat 'kebudayaan' islam kota ini. Association Culturelle Islamique de Lorient (= Asosiasi kebudayaan Islam Lorient, situs terakhir diperbarui Feb 2010). Nama tersebut, bisa dibilang, adalah 'topeng' bagi masjid di kota ini. Jaraknya hanya 30 menit berjalan kaki dari tempat aku tinggal, demikian langsung aku ketahui sebelum mengenal sistem transportasi umum di kota ini.
Selepas subuh di Lorient Asso/Maison des Associations (harf: Rumah Asosiasi). ACIL berada di sous sol (harf: bawah tanah) dari sisi gedung yang terlihat (perhatikan nyala lampu di dalam bangunan). Di latar belakang merupakan Hôpital du Scorff (Rumah Sakit Scorff), yang sewajarnya menyalakan lampu kala gelap.
 Di masjid ini, semangat berislam (dengan benar) terasa sangat kuat. Benar, hal tersebut juga bisa kutemukan sekitar 10 menit berjalan kaki dari rumahku nun di sana. Hanya saja, rupanya pengaruh dari lingkungan yang tidak peduli untuk menjadi benar terlampau kuat pada diriku. Di sini, meskipun sebagian besar lingkungan umum merupakan masyarakat yang tidak mempedulikan agama, saudara-saudara yang dipertemukan denganku di Masjid justru sangat peduli untuk berislam dengan benar.

Seorang ulama, Imam Hasan Al-Bashri (mudah-mudahan Allah memberikan rahmah kepadanya) pernah berkata sebagai berikut. "“Saudara-saudara [seiman] bagi kami lebih berharga dari pada keluarga. Keluarga mengingatkan kami tentang dunia, sedangkan saudara-saudara [seiman] mengingatkan kami tentang akhirat.” [0]

Dan demikianlah yang sedang aku rasakan. Di kota ini ada beberapa saudara yang sekarang ini terasa amat dekat. Ada seorang remaja akhir Perancis tulen yang telah kembali berislam selama lebih kurang 6 bulan dan sangat menggebu semangatnya mempelajari dan mengamalkan sunnah/ajaran rasulullah s.a.w. Ada pula Bapak dua orang anak keturunan Senegal yang tak kalah bersemangat dan alhamdulillah searah perjalanannya dari dan ke masjid. Ada juga pemuda asal Kep. Komoro (Afrika) yang bersedia menjadi 'sejawat' untuk sama-sama menghafal Al-Qur'an seluruhnya. Alhamdulillah, dalam empat pekan lebih kurang, kami baru mencapai halaman 7. (lebih tepatnya aku. Mohamed telah lebih unggul dalam hafalannya). Selain mereka masih banyak lagi saudara yang juga bersemangat besar dalam menegakkan Islam yang benar. Apabila dideskripsikan satu demi satu akan membuat tulisan ini lebih panjang dari yang semestinya.

Meskipun demikian, sebagaimana juga kita temukan saudara-saudara kita di RI, ada pula muslimin yang kurang ataupun malah jauh dari nilai-nilai Islam di sini. Buktinya mudah saja, buatlah perbandingan antara shalat Jum'at dan shalat wajib lainnya. Bebas pilih, tapi bila ingin kontras yang tinggi, aku sarankan shalat Fajar/Shubuh sebagai pembanding. Masjid di Lorient maupun di Jakarta, apabila tiba waktu shalat Jum'at, yang disebut oleh rasulullah s.a.w. akan mengakibatkan hati tertutup bila ditinggalkan, [1] akan disesaki jamaah yang tentu saja beragama Islam. Namun lihatlah di awal hari pada waktu shubuh, beberapa saat jelang matahari terbit. Akan terasa lega masjid-masjid kaum muslimin, meskipun sama-sama pada hari Jum'at.

Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk bagi saudara kita yang masih kurang baik dan kurang benar dalam berislam, dan mudah-mudahan Allah mengembalikan saudara-saudara kita yang menjauh dari indah dan mudahnya Islam. Dan mudah-mudahan kita senantiasa diberi ketetapan pada jalan yang benar, jalan Islam yang diturunkan Allah melalui rasulullah Muhammad s.a.w.

Demikian, Maha Suci Allah yang Maha Memberikan Petunjuk. Segala pujian bagi-Nya.

F  I  N
Diselesaikan di Lorient, 01.16 CET
(Gambar ditambahkan pada 15. jan 2014; 17h 00


[0]: http://evisambi.wordpress.com/2012/04/08/pilihlah-lingkungan-yang-shalih/
[1]: Hadits Riwayat Imam Muslim No. 865, dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: "Hendaklah orang yang suka meninggalkan shalat jumat menghentikan perbuatannya. Atau jika tidak Allah akan menutup hati-hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan tergolong ke dalam orang-orang yang lalai." pada http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/akibat-meninggalkan-shalat-jumat.html