Jumat, 10 Januari 2014

Islam yang 'Lain'

Segala pujian hanya untuk Allah, Tuhan (Rabb & Ilah) satu-satunya yang kepadanya semua bentuk ibadah ditujukan. Shalawat dan salam dari kami untuk penutup para Nabi dan pemimpin para Rasul, Muhammad (shalawat dan salam untuk beliau dan keluarganya). Aku berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan dari kejelekan perbuatanku. Siapa-siapa yang mereka mendapat petunjuk dari Allah, maka tidak akan tersesat, dan siapa-siapa yang mereka disesatkan Allah, maka tidak akan mereka mendapat petunjuk.

Sebelumnya, kembali aku tegaskan bahwa dalam segi ilmu, masih jauh apa yang aku punyai dari sempurna. Adapun yang ditulis di sini murni adalah apa-apa yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Sedangkan, apabila ada yang salah, tentu itu disebabkan kekuranganku. Usul perbaikan, dari siapapun, aku terbuka untuk itu.


***

Setiap kita memeluk agama yang tertentu. Sebagian beruntung lahir dari orang tua yang sama-sama beragama Islam. Sebagian lagi beruntung mengenal dan memeluk Islam sewaktu telah dapat berpikir jernih. Sebagian lagi beruntung diberi kesempatan untuk dapat mengenal Islam dan mudah-mudahan memasukinya sebelum semuanya serba terlambat.

Lalu untuk kita yang muslim (beragama islam dan mengikuti ajaran rasul Allah, Muhammad (s.a.w)), bagaimana kita menjalankan perintah dan menjauhi apa-apa yang dilarang Allah untuk kita? Ada setidaknya dua tipe jawaban. Yang pertama adalah mereka yang mengikuti apa-apa yang 'islami' yang diperbuat oleh ayah-ibu, kakek-nenek, dan seterusnya ke atas. Yang kedua adalah mereka yang, setelah melihat apa-apa yang diperbuat leluhur mereka, mencari 'pendapat kedua' tentang bagaimana Islam itu mestinya dikerjakan dengan mencari ilmunya dengan berbagai metodenya di masa sekarang ini.

Yang ingin sekali aku bahas adalah yang pertama. Untuk sebagian kita yang mengerjakan apa-apa yang 'islami' yang diperbuat nenek moyang kita. Dengan asumsi bahwa orang tua kita tentu lebih mengerti agama mereka disebabkan kehadiran mereka lebih dulu di dunia ini, bukan?

Pernahkah kita mendengar ungkapan, Islam itu mudah? Telah berfirman Allah, yang tak henti memberikan rezeki (rizki) dalam berbagai bentuknya, dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2:185) yang artinya, "... Ia (Allah) menghendaki untuk kalian kemudahan, dan tidaklah Ia menghendaki bagimu kesulitan ..." [1] dan ayat-ayat lain yang senada (lihat rujukan a)

Tapi apa yang kita lihat dikerjakan orang-orang yang lebih tua dari kita dalam kehidupan sehari-hari? Apa yang dikerjakan orang-orang yang kita anggap memiliki ilmu agama yang mendalam? Aku ambilkan beberapa contoh, misalkan acara 'peringatan kematian' ke -X hari/bulan/tahun. Kemudian, acara peringatan 'M' dan 'T' yang menyerupai ajaran "agama sebelah". Ada juga peringatan 'I', yang sampai menjadi hari libur nasional di Republik Indonesia. Kesemuanya memakan dana yang tidak sedikit pada setiap acara tersebut. Baik dana pribadi maupun dana masyarakat.

Cobalah berhenti sejenak dari ingar-bingar segala peringatan itu dan berpikir. Apakah yang demikian itu yang dinamakan mudah? Dari segi pendanaan, telah disebutkan di atas. Kemudian, dari sisi pelaksanaan. Jangankan kita melongok ke negeri-negeri kaum muslimin lainnya, di negeri sendiri pun tidak akan bisa kita temukan kesamaan tata cara dari ujung Sabang hingga Merauke. Lain halnya dengan shalat wajib atau puasa Ramadhan atau zakat, yang dari Makkah dan berputar tujuh kali mengelilingi bumi akan tetap sama tata pelaksanaannya.

Mana yang lebih mudah, mencukupkan diri dengan apa yang ditentukan (yang belum tentu juga bisa kita kerjakan semuanya seumur hidup), atau berbanyak-banyak kegiatan 'islami' yang ternyata pada Hari Perhitungan kelak tidak dihitung?


Sudah lelah badan berbungkuk-bungkuk dan berbolak-balik tetapi jadi debu belaka? Atau, lebih celaka lagi, justru dibenamkan ke dalam Api karena mengerjakan semua itu -- secara tidak langsung 'menuduh' utusan-Nya tidak lengkap dalam menyampaikan pesan-pesan-Nya?

Dan sebelum aku akhiri tulisan ini, ada sedikit yang perlu aku pesankan untuk kamu semua. Alhamdulillah, Allah menunjukkan padaku jalan kepada ilmu (agama). Dari ilmu 'duniawi' aku belajar betapa pentingnya segala rujukan dan dasar pemikiran. Untuk ilmu 'akhirat', tidaklah berbeda. Lebih mudah, malah, mengingat adanya satu standar kebenaran, tidak seperti ilmu pengetahuan yang tidak punya standar kebenaran yang bisa dijadikan timbangan.

Tentu saja, standar kebenaran itu datangnya dari Allah (s.w.t) berupa perkataannya yang dirangkum dalam Al-Qur'an, serta apa-apa yang (benar-benar) diperbuat oleh rasul-Nya yang sudah dirangkum dalam dua rangkuman mutiara hadits shahih oleh Imam Bukhari & Imam Muslim (semoga rahmah Allah tercurah untuk mereka). Dua situs yang sejauh ini menjadi sumber bacaanku bisa kita kunjungi pada rujukan b dan c. Adapun, beragam material untuk didengarkan bisa diunduh dari rujukan d.

Tentu saja, sebelum menuju ke sana, kita mesti selalu membuka hati dan pikiran kita untuk hal-hal yang mungkin sama sekali bertentangan dengan apa yang saat ini kita yakini. Sebab, andaikan hati dan pikiran telah tertutup, terutama oleh penyakit sombong dan enggan, akan sulit sekali ditembus cahaya seterang apapun. Meskipun cahaya itu datang dengan dasar-dasar yang amat kuat sekalipun.

Dan sekali lagi, dengan dasar rujukan yang sama, pelaku islam di Indonesia, di Jerman, di Arab, di Perancis, semua mengerjakan ibadah yang sama (dengan satu dua perbedaan tidak mendasar), kok. Barangkali memang 'islam' di Indonesia yang 'agak lain'.

Mudah-mudahan Allah memudahkan petunjuknya untuk masuk ke dalam hati-hati kita.

Maha Suci Allah, dan segala Pujian untuk Allah, Tuhan seluruh alam semesta



F I N
diselesaikan pada 9 Rabi'ul Awwal 1435 / 10 Jan 2014, lewat tengah malam
di Lorient

--
Referensi:
[1] QS 2:185

Rujukan:
a) http://almanhaj.or.id/content/2219/slash/0/islam-adalah-agama-yang-mudah/
b) http://www.muslim.or.id
c) http://www.rumaysho.com
d) http://www.kajian.net

Tidak ada komentar: