Senin, 03 Januari 2011

Setahun bersama (6): Mai - Jun

Ah, maaf penundaannya. Sekarang, mari berlanjut menilik apa yang terjadi selama setahun Twendy bersamaku. Coba kuingat dulu, bulan Mai kemarin berwarna-warni. Secara harfiah. Diawali eksperimen sekadar membuktikan kalau foto tetesan air bisa dibuat dengan peralatan seminimal kamera dan lampu kilat saja (telah dibahas berseri di sini dan di sana). Yuk, kita tilik lagi foto aslinya.

Lalu tak sepekan setelah 'eksperimen' tersebut, keponakanku (oke, anak sepupuku yang lain) berulang tahun. Najwa namanya, dan dua tahun usianya 7 Mai lalu. Sepertinya aku masih berutang CD 'liputan' foto acara tersebut atau tidak ya? Wah.. Ini dia Najwa dan Ibunya (sepupuku) Uni Ayu.

Dan keesokan harinya, 'ditodong' (lagi) untuk liputan. Kali ini tetanggaku. Mas Wawan dan Mbak Fitri. Jujur saja, aku tidak menemukan kegembiraan dalam memotret liputan (pernikahan, ulang tahun, acara seminar dan lainnya). Dan rasa senang biasanya linear dengan gambar yang dihasilkan. Kira-kira seperti inilah yang baru bisa kuhasilkan, dengan alat seadanya (dan lampu kilat 'warisan' ayah yang setengah berfungsi).

Meskipun demikian, Mai terus bergerak dan tibalah hari-hari akhir bulan lima masehi tersebut. Sekali lagi, aku ditodong mengabadikan sedikit porsi pernikahan. Kali ini sepupu jauhku (secara harfiah maupun konotatif) di Jogjakarta. Mbak Nunung itu anak dari sepupu ibuku, kalau aku tidak salah menelusuri garisnya. Ini ada satu dari persiapan beliau sebelum menjalani prosesi suci pernikahan.

Oh, kesempatan ke Jogja tentu saja tak lewat begitu saja. Berhubung ini juga merupakan jalan-jalan keluarga, jadilah kami menyempatkan waktu ke tempat-tempat wisata yang konon indah. Pertama kami ke Kaliurang. Daerah wisata pegunungan yang sejuk ini menyimpan pesona yang tertutup kabut dan gelap malam. Oke, tarik kembali kata sejuk itu. Yang kami rasakan justru dingin, karena telah terlampau malam saat kami tiba (sekitar waktu Maghrib). Bahkan warung makan dan oleh-oleh khas Kaliurang yang ini pun hampir tutup. Walah, walah...

Ya, akhirnya warung 'jadah' (makanan serupa uli/ketan) ini pun tutup setelah kami menyelesaikan mengemil di sana. Ha ha.. Baiklah. Jogjakarta, apa yang lebih terkenal dari Malioboro dan warung lesehan dan angkringannya? Setelah persinggahan singkat di Kaliurang, kami pun turun lagi ke sekitar jalan Malioboro. Di sisi stasiun Tugu Jogjakarta tepatnya. Kami singgah di salah satu warung makan angkringan berlabel "Kopi Joss Lek Man". Berhubung ngeri dengan reputasi minuman 'Kopi Joss' yang konon dicelupkan bara ke dalamnya, jadilah kami memesan minuman apapun selain kopi tersebut. Aku sendiri wedang jahe, untuk menghangatkan tubuh. Ini sedikit oleh-oleh dari sana.


Pada saat menikmati minuman dan makanan itu, kami 'berkonsultasi' dengan Mas Anto (bukan yang ada di foto di atas), kakak Ipar Mbak Nunung, tentang obyek wisata pantai yang menarik, dan beliau menyarankan tiga pantai yang bersisian: Pantai Sundak, Kukup, dan Baron. Jadilah keesokan paginya kami berangkat menelusuri tiga pantai tersebut, satu demi satu. Saat itu, aku memegang kamera film ayah, dan Twendy dipegang berganti-ganti dari Ayah, Ica, juga Aku kadang-kadang. Yang jelas, foto Ifa di bawah ini diambil oleh Ayah.

[Foto: M. Rochmadi (alias Ayah)]

Komposisi dan pewaktuan (timing) yang pas dari ayah. Masih terlihat sisa-sisa alasan mengapa dulu ayah jauh-jauh dari Singapura saat perjalanan dinas kantor lamanya dan pulang membawa EOS 500N itu.

Ah, baiklah Mai pun lalu berakhir, dan Juni menjelang. Satu lagi peranti penolong keseharianku hadir, dalam bentuk sebuah komputer jinjing (kojing). Kojing baru warna hitam keluaran ASUS ini kutebus dengan harga setara dengan jumlah yang berpindah tangan saat Twendy berpindah ke tanganku. Aku sudah mengulasnya ya, di sini dan di sini. Ini sekali lagi kumunculkan si Oji (jangan tanya namanya dari mana, he he).

Warna lain dari Juni adalah: Memancing. Tidak, aku tidak memancing. Kesabaranku terlalu pendek untuk memancing. Aku hanya ikut ayah dan paman dan teman ayahku pergi memancing, ke laut lepas. Perlu udara segar saat itu. Ha ha. Yang jelas, target utamanya sebetulnya burung-burung laut. Namun, berhubung lensa 'warisan' ayah saat itu hanya bisa fokus manual pada posisi tele (dan ditambah tidak bisa stop down) jadilah foto burungnya tiada yang bagus. Sama sekali. Tapi setidaknya, ini ada beberapa ekor dari cukup banyak ikan yang ayah (dan pamanku & sepupuku) peroleh. Lumayan besar. Syukurlah.

Selain kumpul keluarga, hal lain yang juga didapatkan di Juni kemarin adalah spontanitas. Saat itu salah satu dosenku, Ibu Myrna, mendapat gelar doktor. Ada banyak karangan bunga pastinya, dan sekuntum di antaranya aku sempatkan ambil. Hitung-hitung latihan komposisi. :)

Dan yang ini adalah gumpalan awan kelabu menjelang badai. Oke, menjelang hujan saja. Kalau dilihat-lihat, bentuknya seperti seekor badak yang ditunggangi di punggungnya ya? Tidak? Oh, terima sajalah, ini lamanku, ingat? Bagus. Ini fotonya. ;D

Oh, akhir Juni saat itu benar-benar kutunggu. Kejuaraan Badminton Seri Super Indonesia Terbuka! Setelah tahun sebelumnya kami (baca: Aku dan Ica) menonton dari tribun atas di hari-hari awal untuk beberapa alasan (murah, pertandingan banyak), pada kejuaraan terakhir ini aku membelikan Ica dan Ifa tiket VIP *duilee*. Duduk di belakang lapangan, sebetulnya agak kurang enak juga pemandangannya, tetapi terbayar dengan lewatnya atlet-atlet yang akan bertanding di hadapan kami persis. Memang, karena pertandingan telah memasuki tahap semifinal saat itu, tak banyak yang melintas, tetapi senang melihat adikku senang.

Mengenai foto di lapangan, berhubung ada kendala di lensa (telah disebutkan di atas), maka hasil gambarnya sangat sedikit yang layak tampil. Oke, lupakan. Setelah selesai seluruh rangkaian pertandingan, kami pun keluar dan mencoba peruntungan di dekat pintu keluar-masuk pemain. Lihat siapa yang pulang terakhir....

Taufik Hidayat! Wah.. Taufik Hidayat yang terkenal dengan backhand smash-nya itu, lho! Beliau menyempatkan diri menyapa penggemar yang entah bagaimana membludak memenuhi seputaran pintu keluar-masuk pelatih-pemain-ofisial. Selain menyapa, beliau juga memberikan tanda tangan pada beberapa benda yang disodorkan kepadanya: kertas, kaus, dan semuanya. Kebetulan buku yang sebelumnya telah bertanda tangan Pak Chris(tian Hadinata), dan Rachel van Cutsen (Belanda) tertinggal di rumah, jadi kami tak meminta tanda tangan. Ah, sayang sekali. Mudah-mudahan kesempatan lainnya, ya?

Yah, kira-kira itu sebagian kecil dari apa yang dilihat Twendy sepanjang Mai-Juni. Lebih banyak lagi sebetulnya, mengingat saat memotret olahraga kebanyakan digunakan modus berondong (burst) agar bisa didapat lebih banyak momen. Selain itu di Jogjakarta pun banyak sebenarnya yang dilihat Twendy, tetapi berhubung untuk koleksi pribadi Mbak Nunung dan keluarga, jadilah tidak kami munculkan di sini.

Akhir Juni pun berarti sudah setengah tahun Twendy bersamaku, menemani melihat dunia. Tanpa terasa. Tapi perjalanan masih (cukup) panjang. Tetaplah bersamaku. :)


--
BERSAMBUNG
written on 03. Jan 2011, 17.32 WIB (UTC +7), 18.32 WITa (UTC +8)

Tidak ada komentar: