Minggu, 02 Mei 2010

Bedah Foto: Tetes (Bagian 1)

Kali ini izinkan aku membahas fotoku yang termuat di situs Fotografer.net (mendaftarlah menjadi anggota untuk melihat ukuran besarnya, dan lebih banyak foto yang jauh lebih bagus). Foto yang akan kubahas berjudul "Tetes". Foto tersebut dibuat pada saat iseng, karena frustrasi dari niat sebelumnya membuat lampu sein untuk sepedaku. Langsung saja, ini foto yang kumaksud.
Maaf ya, ukurannya kecil. Kalian mengerti lah, internet, kebebasan, kadang disalahartikan oleh beberapa orang. Nah, kalau kamu ingin berkomentar, boleh gunakan fasilitas yang ada di bawah, setelah tulisan ini.

Pada laman foto yang URL-nya kutuliskan di atas, beberapa mempertanyakan bagaimana cara menghasilkan foto yang demikian. Kalau kamu cukup rajin membaca dan melihat foto-foto serupa, mungkin kamu sudah cukup mafhum dengan istilah "high speed photography" (fotografi kecepatan tinggi, FKT). Pada dasarnya, foto di atas dibuat dengan menggunakan teknik itu.

Alat dan bahan
* Kamera (dan lensa) dengan kecepatan rana dan bukaan diafragma yang dapat diatur.
Aku menggunakan kamera Canon EOS 20D, lensa EF 50 mm f/1.8 Mark II.
* Lampu kilat, akan sangat baik kalau tersedia pengaturan FP (Sinkronisasi lampu kilat terhadap rana "Focal Plane").
Yang kupergunakan adalah Vitacon 828 for EOS. Digunakan pada modus manual dengan menutup pin lain selain pin untuk X-Synch.
* Sensor (cahaya, gerak, atau bunyi).
Aku tidak punya sensor luar, sehingga kugunakan mataku. Hehe.
* Air yang bisa menetes, dan wadahnya yang telah diisi.
Aku gunakan bak air di kamar mandiku, yang kerannya bisa diatur cukup kecil

Pengambilan gambar
Pertama kali, pastikan kamera dan lampu kilat dapat bekerja baik. Ambillah beberapa gambar percobaan dengan lampu kilat. Ini untuk memastikan agar nanti sesi pengambilan gambar tidak terganggu.

Berikutnya, meskipun tidak betul-betul kukerjakan, adalah menyalakan air dengan debit yang kecil. JANGAN bawa kamera dulu, benda elektronik dan air bukan sahabat baik, kawanku. :P

Setelah dipastikan air cukup kecil untuk menetes. Amati karakteristik jatuhan air, dan persiapkan kamera. Penggunaan kaki tiga bisa membantu, tetapi mengingat penggunaan kecepatan rana tinggi dan bantuan cahaya lampu kilat, sepertinya agak sia-sia dan kuduga bisa sedikit mengganggu pergerakan saat mengambil gambar. Kebetulan kamar mandiku kecil, jadi aku memilih tidak menggunakan kaki tiga.

Berikutnya adalah pengaturan variabel pengambilan gambar. Ada tiga variabel utama dalam FKT, dan fotografi pada umumnya. Nilai sensitivitas film/sensor (dalam ASA/ISO/DIN/dsb), bukaan diafragma (f/x atau 1:x), dan kecepatan rana (lihat manual kameramu tentang bagaimana kecepatan rana/shutter speed ditampilkan). Sesuai namanya, FKT, aku menggunakan kecepatan rana 1/320 detik (ditampilkan sebagai angka 320 pada kamera), diafragma f/8.0 (ditampilkan sebagai 8.0), dan ASA 100.

Sebelum ada yang lebih mengerti memprotes kecepatan rana yang kugunakan (pada buku manual EOS 20D tercantum bahwa X-synch maksimum untuk kamera tersebut adalah 1/250 det.), biar kujelaskan. Sebelum mengambil gambar, aku mencoba beberapa kecepatan dengan kombinasi kamera dan lampu kilatku, dan kudapati bahwa pada kecepatan 1/320 det. tidak didapati garis hitam di sebagian foto, yang artinya masih aman dipergunakan. Telah dijelaskan di awal, bahwa lampu kilat digunakan manual, artinya, kamera tidak mengetahui ada lampu kilat terpasang, sehingga kamera 'tertipu' dan menganggap keadaan pemotretan adalah tanpa lampu kilat.

Untuk mengambil gambar, tentukan sudut pengambilan yang tepat, dan kemudian persiapkan diri untuk menekan tombol rana pada saat yang dirasa tepat. Kuanjurkan modus berondong/burst, tetapi berhubung lampu kilatku ditenagai baterai alkalin yang sudah terpakai, maka aku tidak melakukannya. Lagipula, waktu isi ulang energi bola lampu kilat cukup memakan waktu bila digunakan pada kekuatan yang cukup besar. Selesai. Hasilnya? Seperti di bawah ini.



Aneh ya? Harap maklum, foto ini tidak begitu direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu perlu beberapa langkah lagi sebelum foto hasil dari kamera dapat ditunjukkan kepada khalayak.

Untuk mengakhiri bagian perdana ini, kalau kameramu digital, jangan takut bereksperimen. Dan jangan selalu menghapus foto yang diasumsikan jelek. Kalau kamu menggunakan film, nah, lain ceritanya. Hehehe.

--
Bersambung ke bagian 2
written on 2. Mai 2010, 14.50 WIB (UTC +7)
I've used film before, and I do experiment quite a lot. But being not able to develop the colour film by yourself is the major drawback for colour film.

Tidak ada komentar: