Sabtu, 01 Mei 2010

Saudara

Jum'at, 30. Apr 2010, Masjid Ukhuwah Islamiyyah (M.UI), Depok.

Seperti Jum'at-Jum'at yang normal, aku 'memaksakan' kaki-kakiku melangkah, kali ini cepat, ke M.UI. Satu hal yang tak biasa adalah, aku membawa tas kecil yang kuisi dengan 'twendy' kameraku. Rencananya, selepas dari M.UI dan Shalat Jum'at, aku langsung ke Balai Sidang BNI, untuk peluncuran tim Shell Eco-Marathon UI yang dijadwalkan setengah dua siang. Meskipun pada akhirnya, setelah Shalat Jum'at dilangsungkan dan aku berjalan ke sana dan memutuskan kembali. Sebabnya? Sepinya aktivitas dan kurangnya publikasi yang menunjukkan ada acara besar di gedung itu. (-_-)

Dua belas kurang seperempat atau sepuluh, aku sudah sampai, dan selepas berwudhu', aku mencari tempat. Seperti biasa, di sisi kanan (kalau menghadap arah kiblat) dan agak keluar. Biasa. Cari angin di Jum'at yang selalu panas. Hehe.

Saat pengumuman-pengumuman, ada satu hal yang tak selalu terjadi setiap Jum'at. Pengumuman pertama adalah mengenai permintaan Shalat Ghaib untuk dua orang almarhum, entah siapa aku lupa (maaf). Tapi pengumuman kedua menggelitik hatiku.

"Setelah Shalat Jum'at ini, insya Allah akan ada pengucapan dua kalimat syahadat dari seorang saudara kita. Apabila berkenan, jama'ah diharapkan hadir dan menyaksikan."

Kira-kira demikian pengumuman tersebut. Ini yang kedua kalinya aku menyaksikan seorang insan mengucap kesaksian tersebut, dan kedua kalinya pula di Masjid yang sama: M.UI.

Oh iya, sebelum kulanjutkan, sedikit yang bisa kusarikan dari Khutbah Jum'at kemarin adalah pesan dari khatib mengenai 22 hal yang menjadi imbas dari perbuatan Maksiat.

Tidak semuanya kuingat memang (bukan karena ketiduran, lho ;) ). Yang paling kuingat terutama sekali yang di awal, lebih kurang adalah bahwa maksiat itu, kalau dibuat jembatan keledainya, menjauhkan dari AIROb (Allah, iImu, rizqi, dan orang baik). Selain itu bahwa perbuatan demikian mendekatkan pada kesulitan, dan perbuatan maksiat lain. (wah, hit rate-nya rendah amat... -_-").

Nah, saat khutbah dibacakan, mataku dan pikiranku yang sering kurang fokus menyempatkan diri memandang menyapu M.UI. Seperti biasa, ada yang tertidur, ada yang menyimak serius, ada yang terkantuk-kantuk dibuai angin yang kebetulan agak kencang, dan macam-macam lagi. Tapi satu hal yang agak menarikku adalah seorang pemuda yang berbaju krem (merah muda? Maafkan persepsi warnaku yang buruk) dan bercelana denim panjang terlihat agak-agak celingukan, mirip aku juga, tapi pandangannya seperti takjub melihat berbagai kelakuan anak manusia di bawah atap M.UI. Entahlah, sepertinya ada yang berbeda saja dari beliau.

Khutbah berakhir, Shalat Jum'at berakhir, dan tiba saatnya yang bersejarah bagi beliau. Beliau, belakangan kuketahui bernama Ronal(-d?) Y(ohanes) Wattimena, duduk bersila menghadap imam M.UI, Pak M. Fitrullah, yang kebetulan pernah satu lab dengan kami. Ternyata benar, beliau yang menghadapi Pak Fitrullah itu adalah yang tadi aku sempat perhatikan. Betapa intuisiku kadang menyaingi perempuan. Hihihi.

Mulanya beliau sepertinya enggan menggunakan lagi nama tengahnya, sehingga enggan pula memberitahukan nama tengahnya. Tetapi Pak Fitrullah sukses meyakinkan beliau bahwa itu tak mengapa. Dan setelahnya, pembimbingan itu pun berjalanlah. Satu kalimat, dan kalimat berikutnya. Bahasa aslinya dan dalam bahasa Indonesia menyusul. Takbir menggema segera setelah Mas Ronald menyelesaikan dua kalimat tersebut. Kami yang menyaksikan pun menyalami beliau, bahkan ada seorang dari jama'ah yang memberikan tanda mata berupa satu mushaf al-qur'an. Beberapa menjabat tangan beliau dan kemudian merangkul erat beliau. Meyakinkan bahwa kami memang bersaudara sekarang.

Jujur, dalam hati aku iri, sebesar-besarnya iri. Beliau yang berasal entah dari keyakinan apa, bisa Dia beri petunjuk agar menjadi saudara kami. Tidak seperti aku yang kebetulan dilahirkan dari sepasang orang tua yang muslim, sehingga mengaku-aku muslim. Iri, karena masih banyak yang belum kulakukan. Iri, tapi rasa iri tersebut menggetarkan dan mengentak kepalaku.

Dan bulir-bulir air mata pun membasahi pipiku.


--
F I N
written on 1. Mai 2010, 19.40 WIB (UTC +7)
Yes, I envy him. For now, will You please remind me everytime my way swerved? Thank You.

Tidak ada komentar: