Jumat, 07 Mei 2010

Datang Lagi

Aku tahu. Mungkin sudah bosan kamu mendengar aku begini dan begitu pada anak perempuan ini atau itu. Mungkin juga kamu bosan dengan langkahku yang terbatas pada skala mikrometer per langkah. Mungkin nantinya kamu bosan mendengarku menyesali lambatnya inisiatifku. Tapi bacalah, kalau kamu berkenan.

Beliau, sebut saja X, belum lama kukenal. Perkenalan pun berlangsung tidak formal dan seperti biasa, lambat. Kami dipertemukan keadaan. Saban pekan, untuk beberapa jam dalam sehari, kami bersama-sama.

Pada mulanya, seperti kebiasaanku yang segan/malas/lambat/ogah-ogahan (tandai yang benar) mengenal orang lain, aku tidak begitu memperhatikan beliau. Tetapi bukan aku tidak mengenal. Untuk nama, aku dapat dengan cepat mengingat dan menyebutkan kembali, dan perlu beberapa pertemuan untukku bisa mengingat wajah.

Waktu berlalu, berbagai hal terjadi di hari-hariku, dan mungkin hari beliau, dan sekonyong-konyong kami berbincang. Perbincangan sederhana, -- di mana kami bersekolah -- yang ternyata menyeret rekanku yang jauh di sana juga. Yah, memang dunia ternyata sempit. Selanjutnya, cerita itu dimulai. Kami bertukar nomor, berkomunikasi per pesan singkat (sankat), dan juga jejaring pertemanan yang didominasi warna biru tua itu.

Sampai akhirnya, waktu jua beranjak ke tepi di mana kami akan terpisah sementara. Satu petang dan kami (berenam) menyempatkan diri menggelar 'perpisahan' di sebuah mal di tepian Jakarta. Masih, bukan beliau yang paling kuperhatikan. Ada seorang lagi yang nampak jauh lebih indah di mataku.

Tapi itu sebelum hari-hari ketika kami berbincang via fasilitas obrolan di situs yang tadi kusebutkan. Di sana kami bercerita, tentang apa saja. Dan di sana juga terkuak beberapa rahasia dan 'rahasia'. Di sana kami berbincang, dan kurelakan waktuku beranjak tidur untuk menunggunya menyapa, atau aku yang mulai menyapa. Dan dari sapaan itu, perbincangan panjang hampir selalu terjadi. Ya, beliau - si X - memang pada saat itu tidak bersendirian. Tetapi dari sedikit ceritanya, ah, tak perlu kuceritakan padamu.

Dan waktu berlari, hingga suatu pagi ponselku berdering, dengan berita yang sebagian hatiku menyayangkannya, tetapi sebagian lain bersiap menggelar pesta dan perjamuan.

Entah. Sekali lagi keadaan ini terjadi. Dan setiap kali itu pula aku bimbang. Jujur saja, perempuan bukan lawan bicara yang sepadan untukku. Aku selalu merasa mereka ciptaan yang amat tinggi, tapi rapuh. Dan tugasku sebaiknya adalah tidak mendekati mereka, mengingat lisanku demikian tajamnya. :(

Entahlah. Yang jelas, untuk saat ini, biar kuendapkan dulu yang kali ini datang lagi. Biar terang semuanya. Biar kuyakinkan dulu sebelum aku melangkah ke tepi yang tak pernah kujelajahi sebelumnya. Maafkan aku juga, tak bisa jujur untuk beliau, setidaknya saat ini.


--
F I N
written on 7. Mai 2010, 20:32 WIB (UTC +7)
Milady... I'm sorry. Deeply sorry.


Tidak ada komentar: