Kamis, 04 September 2008

Labil...

Duh......

Kenapa jadi ruwet semuanya yah? Semua dimulai dari bulan lalu, akhir bulan tepatnya, waktu hitung-hitungan SKS. Dihitung-hitung, ternyata ada (sedikit) peluang masa pendidikan sarjanaku berakhir semester ini. Jadilah, dengan PD-nya kulunasi sisa SKS itu --biarpun Pak Dedi sempat berkata juga, "Kamu yakin ambil segini?"...

Awal semester, selepas KP, sebelum mulai perkuliahan Senin (1. Sep) kemarin, rasanya semua demikian mulus. Bahan-bahan untuk memulai tugas akhir sudah ada yang tersedia, dan ada yang sudah akan datang. Kemudian soal laporan KP, hm.. Biar si Amin yang urus. :p

Tapi....

Waktu yang sangat singkat bisa membalik semuanya. Sekarang, setelah jurnal-jurnal dan artikel-artikel kubaca kembali, ada bahan tambahan yang perlu dicari --dan tidak murah... *keluh*. Kemudian, ada pula soal presentasi KP. Ditambah banyak lagi urusan penting-tidak penting --macam rencana merakit tempat lilin model baru, menulis kartu ucapan 'Id Fitri untuk kemudian kukirimkan via pos ke..... ada deh, mau-tau-aja... (",), dan banyak lagi.

Jangan lupa, tambahkan pula jadwal kuliah yang... Ah... menyebalkan... Selasa-Rabu, terutama. Bukan apa-apa, tetapi jadwal terakhir dua hari itu berakhir pada, coba tebak, 17.00 dan 17.30 WIB. Memang kalau pada bulan lain, itu tak masalah. Yang jadi masalah, jam-jam itu, pada bulan ini, bukan jam yang tepat untuk berada di jalan menjelang saat berbuka puasa. Semua orang, kalau boleh kukatakan demikian, berada di jalan, entah untuk mencari hidangan berbuka, juga untuk "absen" di rumah saat Adzan Maghrib menjelang. Yang jelas, kemarin di beberapa persimpangan jalan kemarin, aku yang bermotor hampir sebanyak itu pulalah terjebak di tengah keruwetan lalu lintas, di mana lema "mengalah" dan "memberi jalan" sudah dicoret dari kamus kebanyakan orang.

Uhh.... Sekian lama isi pikiranku tak pernah terasa demikian rumit. Biasanya, semua berlalu tanpa berisik, dalam diam. Sekarang, macam-macam isi kepala ini membuat seolah kepalaku hendak dipecah jadi banyak bagian. Mungkin kalau bisa demikian lebih baik, membuat masing-masing kepala bisa berpikir untuk urusannya masing-masing, tidak sekacau sekarang.

Ahh, sedikit yang bisa melegakan adalah, orang-orang tercinta di sekitarku masih bisa menatap dunia, menghirup sedapnya embun pagi, tersenyum, terbahak, tergelak. Biarlah, biar aku tersenyum bersama mereka. Tak perlu tahu mereka, apa yang sedang bergejolak di kepala, juga di hatiku --di mana kurasa ada sebutir benih tengah terkembang di padang tandus tak terurus...

Waktu.. Waktu... Tak bisakah kuputar kembali, biar bisa kulalui banyak jalan yang berbeda dari yang telah kujalani? Yah, biarpun tak tahu pula aku ke mana jalan-jalan itu menuju, tapi pastilah hasilnya lain dengan yang kuterima sekarang, kan? Uff....

F I N
written on 4. Sep 2008, 12.58 WIB

Tahukah, Kak? Senyummu bahagiaku.

Tidak ada komentar: