Pernah merasa pusing, tapi tanpa sakit di kepala? Ya begitulah sepekan ini aku. Setelah UTS, tak ada waktu melepas penat barang sejenak juga. Ada proyek, juga mimpi, yang dipertaruhkan di lab kami. Proyek yang nyaris ditinggalkan (sementara) sebetulnya, sampai Senin dan Selasa kemarin, ada seberkas cahaya diturunkan untuk kami.
Betul, tak lain dan tak bukan, cahaya teman kami. Jadi, pada Senin siang, dengan Dini sebagai aktris utamanya, kami memutuskan menguji coba saja modul yang kami punya, di bawah penerangan lampu OHP. Ternyata (eh ternyata), keluar angka di tampilan voltmeter yang kami pinjam dari Pak Nuddin dan Bang Mamad. Memang sih, hanya 10 millivolt, tapi untuk modul yang semuanya "home-made", menurut kami itu sudah luar biasa. Setelah itu, keesokan harinya pun disusul lagi oleh tampilan yang -jauh- lebih besar. Tiga kali dari angka hari Senin, dengan bahan semikonduktor yang memang berbeda sih. Hari Senin dengan Titanium (IV) Oksida (TiO2), Selasa dengan Seng Oksida (ZnO).
Nah.. Dengan itu resmi sudah topik yang kami pegang sekarang itu sebagai topik Tugas Akhir kami --sebelumnya nyaris batal topik itu. Eh iya, lupa disebut ya topiknya apa. Coba klik di sini dulu deh, supaya ada gambaran yang akan kami kerjakan. Jadi, setelah ketemu bahan apa yang akan kami jadikan bahan semikonduktor utama, selanjutnya kami menentukan variabel yang akan diamati.
Keputusannya adalah aku menggunakan campuran ZnO dengan beberapa bagian bubuk nano TiO2. Bubuk ini dibuat dengan menambahkan bahan awalan (larutan Titanium isopropoksida) dalam air, agar terjadi hidrolisis (pemecahan ikatan oleh air) dan didapat serbuk TiO2. Campurannya tertentu, tentu saja, agar ukuran nanometer yang kami kejar bisa didapat. Dini sendiri, menggunakan ZnO dengan campuran bahan kopolimer blok (?) untuk mengejar pori yang lebih luas pada lapisan ZnO nantinya.
Nah...... Membuat bubuk nano TiO2 itu, betul-betul tidak semudah mendengar Fian menerangkannya. Jadi, kerja membuat bubuk nano itu HARUS dilakukan di depan timbangan, karena rawannya bahan awalan itu bila dibiarkan di udara terbuka. Sebentar saja dipapar udara, bahan itu (kuduga) sudah bereaksi dengan uap air di udara dan menjadi serbuk putih, yang bisa menyumbat pipet untuk meneteskannya.
Karena Allah Maha Adil, setelah semua keriangan karena angka yang besarannya beberapa millivolt itu, maka roda pun berputarlah. Coba tebak, untuk membuat tiga perbandingan air dan bahan awalan itu, berapa lama waktu yang kami berdua perlukan untuk mengerjakannya? Coba kita hitung. Sebelas seperempat siang WIB, sampai setengah satu seperempat WIB untuk labu pertama. Dijeda makan siang dan shalat dan istirahat, lanjut lagi dari jam satu seperempat siang sampai...... Setengah empat petang! Fuh... Tiga tigaperempat jam habis.
Lelah? Pastinya. Itu baru kerja hari tadi. Belum termasuk kerja hari Senin-Selasa kemarin (Rabu istirahat dulu), sampai-sampai Senin-Selasa itu kami berdua pulang sampai waktu beranjak Maghrib. Hari Rabu, biarpun disebut istirahat, tapi dengan ada tugas mengawasi ujian akhir praktikum juga, jadilah aku baru pulang lepas Isya'..
Belum seberapa itu semua dibanding beban di hati. Yah, sebulanan ini juga, rasa-rasanya hati ini ingin mengetuk hati seorang. Tapi entah mengapa ragu menyerang lagi. Dia, aslab juga, yang jadi rujukan pertamaku bila hendak meminjam timbangan di lab seberang. Dia yang tak tahan debu, dan bisa sesak karenanya. Dia juga yang lebih menyukai susu kaleng bergambar dua ekor beruang daripada susu kotak itu (uh, memang harga tak bisa bohong...). Dia juga, perempuan yang bibir ini hendak mengutarakan maksud dari hati pemiliknya, tapi tak pernah bisa. Karena setiap pertemuan, selalu aku yang tak bicara. Karena terkadang, tercetus pula ide bahwa kamu tak jarang memanfaatkan hati-hati yang rawan ini.
Maaf, Non, kalau kaleng kemarin itu tak betul-betul untukmu saja. Juga maaf, kalau kaleng itu bukan hanya karena siang harinya telah terbantu aku karenamu. Maaf, karena dari kaleng itu, kuharap bisa kukalengkan pula kata-kataku yang belum bisa tersampaikan, yang belum juga tersusun rapi dan manis, dan malah kusembunyikan di belakang sebarang kata-kata yang kuucap kemarin-kemarin. Maaf...
Yang jelas, kamu --dan semua masalah lain yang mengisi sebulanan ini-- menyusutkan waktu tidurku, menghapuskan rasa di setiap butir nasi yang masuk ke kerongkonganku, meluluhkan batu di hati. Yap, sekeras apapun batu, di bawah terpaan air dan dibantu lumut kerak (?), pasti halus jua. Yang jelas, andaipun waktuku yang singkat ini tak cukup untuk mengenalmu jauh lebih jauh lagi, terima kasihku untukmu yang memberi sedikit sentuhan hati di sempit waktu ini.
F I N
written on 6. November 2008, 19.42 WIB
Ya Allah, bukan ku tak percaya telah Engkau gariskan siapa yang akan kudampingi, bukan ku ragu dengan apa kataMu, tapi setidaknya, berilah tanda padaku, tanda-tanda yang jelas karena aku mulai khawatir...
Betul, tak lain dan tak bukan, cahaya teman kami. Jadi, pada Senin siang, dengan Dini sebagai aktris utamanya, kami memutuskan menguji coba saja modul yang kami punya, di bawah penerangan lampu OHP. Ternyata (eh ternyata), keluar angka di tampilan voltmeter yang kami pinjam dari Pak Nuddin dan Bang Mamad. Memang sih, hanya 10 millivolt, tapi untuk modul yang semuanya "home-made", menurut kami itu sudah luar biasa. Setelah itu, keesokan harinya pun disusul lagi oleh tampilan yang -jauh- lebih besar. Tiga kali dari angka hari Senin, dengan bahan semikonduktor yang memang berbeda sih. Hari Senin dengan Titanium (IV) Oksida (TiO2), Selasa dengan Seng Oksida (ZnO).
Nah.. Dengan itu resmi sudah topik yang kami pegang sekarang itu sebagai topik Tugas Akhir kami --sebelumnya nyaris batal topik itu. Eh iya, lupa disebut ya topiknya apa. Coba klik di sini dulu deh, supaya ada gambaran yang akan kami kerjakan. Jadi, setelah ketemu bahan apa yang akan kami jadikan bahan semikonduktor utama, selanjutnya kami menentukan variabel yang akan diamati.
Keputusannya adalah aku menggunakan campuran ZnO dengan beberapa bagian bubuk nano TiO2. Bubuk ini dibuat dengan menambahkan bahan awalan (larutan Titanium isopropoksida) dalam air, agar terjadi hidrolisis (pemecahan ikatan oleh air) dan didapat serbuk TiO2. Campurannya tertentu, tentu saja, agar ukuran nanometer yang kami kejar bisa didapat. Dini sendiri, menggunakan ZnO dengan campuran bahan kopolimer blok (?) untuk mengejar pori yang lebih luas pada lapisan ZnO nantinya.
Nah...... Membuat bubuk nano TiO2 itu, betul-betul tidak semudah mendengar Fian menerangkannya. Jadi, kerja membuat bubuk nano itu HARUS dilakukan di depan timbangan, karena rawannya bahan awalan itu bila dibiarkan di udara terbuka. Sebentar saja dipapar udara, bahan itu (kuduga) sudah bereaksi dengan uap air di udara dan menjadi serbuk putih, yang bisa menyumbat pipet untuk meneteskannya.
Karena Allah Maha Adil, setelah semua keriangan karena angka yang besarannya beberapa millivolt itu, maka roda pun berputarlah. Coba tebak, untuk membuat tiga perbandingan air dan bahan awalan itu, berapa lama waktu yang kami berdua perlukan untuk mengerjakannya? Coba kita hitung. Sebelas seperempat siang WIB, sampai setengah satu seperempat WIB untuk labu pertama. Dijeda makan siang dan shalat dan istirahat, lanjut lagi dari jam satu seperempat siang sampai...... Setengah empat petang! Fuh... Tiga tigaperempat jam habis.
Lelah? Pastinya. Itu baru kerja hari tadi. Belum termasuk kerja hari Senin-Selasa kemarin (Rabu istirahat dulu), sampai-sampai Senin-Selasa itu kami berdua pulang sampai waktu beranjak Maghrib. Hari Rabu, biarpun disebut istirahat, tapi dengan ada tugas mengawasi ujian akhir praktikum juga, jadilah aku baru pulang lepas Isya'..
Belum seberapa itu semua dibanding beban di hati. Yah, sebulanan ini juga, rasa-rasanya hati ini ingin mengetuk hati seorang. Tapi entah mengapa ragu menyerang lagi. Dia, aslab juga, yang jadi rujukan pertamaku bila hendak meminjam timbangan di lab seberang. Dia yang tak tahan debu, dan bisa sesak karenanya. Dia juga yang lebih menyukai susu kaleng bergambar dua ekor beruang daripada susu kotak itu (uh, memang harga tak bisa bohong...). Dia juga, perempuan yang bibir ini hendak mengutarakan maksud dari hati pemiliknya, tapi tak pernah bisa. Karena setiap pertemuan, selalu aku yang tak bicara. Karena terkadang, tercetus pula ide bahwa kamu tak jarang memanfaatkan hati-hati yang rawan ini.
Maaf, Non, kalau kaleng kemarin itu tak betul-betul untukmu saja. Juga maaf, kalau kaleng itu bukan hanya karena siang harinya telah terbantu aku karenamu. Maaf, karena dari kaleng itu, kuharap bisa kukalengkan pula kata-kataku yang belum bisa tersampaikan, yang belum juga tersusun rapi dan manis, dan malah kusembunyikan di belakang sebarang kata-kata yang kuucap kemarin-kemarin. Maaf...
Yang jelas, kamu --dan semua masalah lain yang mengisi sebulanan ini-- menyusutkan waktu tidurku, menghapuskan rasa di setiap butir nasi yang masuk ke kerongkonganku, meluluhkan batu di hati. Yap, sekeras apapun batu, di bawah terpaan air dan dibantu lumut kerak (?), pasti halus jua. Yang jelas, andaipun waktuku yang singkat ini tak cukup untuk mengenalmu jauh lebih jauh lagi, terima kasihku untukmu yang memberi sedikit sentuhan hati di sempit waktu ini.
F I N
written on 6. November 2008, 19.42 WIB
Ya Allah, bukan ku tak percaya telah Engkau gariskan siapa yang akan kudampingi, bukan ku ragu dengan apa kataMu, tapi setidaknya, berilah tanda padaku, tanda-tanda yang jelas karena aku mulai khawatir...
4 komentar:
Assalamualaikum.. Ve tertarik dengan sepenggal kalimat yang bercetak miring dengan font size yang lebih kecil dan terletak paling bawah...
Humm... May I know how old are you, bro? Do you really wanna see that 'sign' now? Jalani aja dulu Rif.. Proses itu akan selalu menyenangkan meski diselingi pahit dan sedih... Gimana?
Duhhh.. Ve ini sok nasehatin yah.. (n_n)
Kalo kamu butuh teman buat bercerita dan berbagi, kadang hening justru membuatmu lebih baik...
Ve harap Arif selalu baik-baik.. Salam buat keluarga yah...
Regard,
-Ve-
No, you don't want to know, sis.. It's "only" nineteen, going twenty in near future.
About the sign(s)... Well, isn't it human who's always curious about the future, and always human, too, who gets frightened with signs? Begitulah, kadang ingin tahu tanda-tandanya, tapi kadang ngeri juga kalau diperlihatkan sedikit tandanya.
Hmm.. Iya juga sih, hasil menenteramkan hati itu sering malah didapat dari proses yang dibayangi banyak, banyak kesulitan. Mungkin karena udah jarang menyepi sendiri kali yah? Lama juga nggak bisa nangis. Ups... :D
Salam buat semua juga, Ka'. Makasih banyak. I need much help from anyone who's willing to.. (n_n)
assalamu'alaikum
ketika baca artikelnya jadi tertarik untuk bertanya.
saya juga sedang mencari cara membuet nano TiO2 dari bahan TiCl3 ataupun Mikro TiO2. sampai sekarang belum ketemu.
kira2 punya reverensi tentang masalah yang saya sebutkan di atas ndak? saya butuh buat tugas akhir. terima kasih
Mbak HeNyk yth,
Maaf sekali baru ada kesempatan membalas sekarang. Untuk publikasi yang menjadi referensi, aku biasa merujuk ke jurnal-jurnal yang dilanggan kampusku.
Beberapa di antaranya: ACS (Am. Chem. Soc.), RSC (Royal Soc. Chem.), Springerlink, serta beberapa yang lain.
Kampus saya ada memberitakan jurnal-jurnal yang dilanggan di www.lib.ui.ac.id pada bagian "Online Database."
Posting Komentar