Jumat, 08 Mei 2009

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Bagian 3: BP Cikaniki)

Ringkasan cerita sebelumnya: Perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terus berlanjut, meski malam kian larut. Saat ini, sudah tiada kata kembali. Perjalanan ini harus diteruskan!

**

Saat itu, kalau tidak salah, waktu berada pada 22.00 WIB. Jalan yang kami lalui -- menurut Garda -- melalui beberapa gunung, mengingat jalan itu berganti-ganti mendaki dan menurun. Lagu-lagu terus mengalun, kembali dan kembali lagi ke lagu pertama yang ada di pemutar musik di mobil Mas Ii', mengiringi kami menembus kelamnya malam.

Pada suatu jalan menurun, kami dikejutkan dengan berhenti mendadaknya mobil depan. Ternyata, ada truk yang mengalami masalah, sehingga kami harus mundur beberapa meter. Namun itu tak seberapa dibanding kejadian yang menimpa kami beberapa saat kemudian.

Jalan yang kami lalui masih sama, berbatu besar sekepalan tangan dan cukup licin karena ada lumpur sisa hujan hari-hari sebelumnya. Di tengah-tengah diamnya kami, Garda lalu berujar, gurauan spontan saja sebenarnya, "Wah, kayaknya kalo ban pecah (atau kempes ya? --Pen.) di sini bakal seru, nih!"

Coba tebak apa yang terjadi? Haha.. Kalau kamu mengira kami terus terbang mencapai Balai Penelitian (BP) Cikaniki, maka kamu SALAH besar! xD

Yang terjadi berikutnya adalah tiba-tiba saja ada suara seperti letupan kecil, dan kemudian terdengar desis dari ban kiri depan, dan suara klakson dari Mas Ii' untuk meminta bantuan mobil depan. Hahaha..


Pecah Ban

Jadilah kemudian Mas Ii' menepikan mobilnya (meskipun hampir pasti takkan ada kendaraan yang lalu lalang di jalur itu, pada malam selarut itu juga). Kemudian dibantu Arda, Aryo, Ilham, Ichad, serta A' Iwan, mulailah prosesi penggantian ban darurat di tengah hutan Gn. Halimun itu. Jangan bayangkan prosesi ini akan berjalan seperti proses pit-stop ajang balap mobil formula satu, tentu saja. Yang terjadi malah dongkrak yang tersimpan di mobil Mas Ii' tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga berakrobatlah tim 'mekanik dadakan' itu dengan dongkrak di mobil Desta yang memang tidak dirancang untuk mobil yang Mas Ii' kemudikan.

Jadilah sekitar setengah jam itu -- kan sudah kubilang, pit-stop balap mobil formula satu itu seperti mimpi -- dilalui dengan proses penggantian ban. Hanya satu, padahal! :D. Tapi tentu saja, tak ada kata menganggur bagi peserta putri. Foto-foto, tentu saja, haha.. Di setiap kesulitan selalu teriring keceriaan kok. :)

Kemudian, setelah penggantian ban selesai, lanjutlah kami berkendara di punggung bukit kabut itu (tentu kamu tahu kan, kalau halimun itu kabut.. ^_^). Dalam perjalanan, Desta di mobil depan mengemudi luar biasa hebat. Jalan berbatu dilahap seolah dengan mudahnya. Sedangkan Mas Ii' di mobil belakang, harus berjibaku mengatasi kehilangan cengkeraman roda karena bagian belakang yang berat. Memang terbukti beberapa kali sebagian penumpang mobil Mas Ii' harus turun untuk 'meringankan beban' sekaligus memberi sedikit dorongan pada mobil Honda CR-V warna logam perak tersebut.

Setelah beberapa lama perjalanan, rasanya mataku berat. Berpegang di sisi atap bagian belakang mobil, aku perlahan-lahan mulai dibelai kantuk. Tak berapa lama, aku pun tak sadarkan diri... (hahaha.. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Kantuk itu murni karena kelelahan meringkuk di baris belakang bangku mobil Mas Ii' itu kok).

*********

Perlahan (atau tiba-tiba ya? Sepertinya lebih ke tiba-tiba deh) aku pun terbangun. Yang sedang terjadi, mobil sedang mendaki lereng yang cukup curam, tapi tak berbatu. Di atas lereng itu, ada tempat datar untuk memarkir mobil, dan di belakangnya -- coba tebak -- "RESEARCH STATION". Eh.. Inikah tempat yang kami tuju? Inikah Balai Penelitian Cikaniki yang legendaris itu? (hehe.. berlebihan lagi..)

Ya, akhirnya tibalah juga kami di sana. Waktu saat itu menunjukkan pukul 23.00 WIB, lebih kurang 12 jam dari saat kami berangkat. Wow.. Empat kali lipat waktu yang diperkirakan Mas Ii'. Hihihi.. Kali lain, Lebih baik mungkin menelepon langsung ke kantor pengelola ya? Lebih aman.

Apapun itu, kami di sana disambut empat orang
(kalau tidak salah ingat) di Pos tersebut. Kami kemudian diajak masuk ke dalam, setelah sebelumnya menaiki sebelas anak tangga kayu. Di dalam, kami 'disambut oleh seekor kumbang badak (setahuku itu namanya). Bukan kumbang badak biasa, maksudku, tentu kamu tahu kumbang yang serupa badak bercula satu, dengan satu tanduk di depan, atau kumbang yang bertanduk dua, seperti gunting/penjepit. Nah, kumbang yang kami lihat ini sangat istimewa -- setidaknya baru pertama kali dan mungkin yang terakhir kulihat seumur hidup. kumbang tersebut bercula tiga. Perpaduan sempurna kumbang badak bercula satu (mencuat ke depan) ditambah dua lagi yang mencuat ke sisi tubuhnya. Luar biasa Dia yang menciptakannya.

Selain pemandangan unik itu, di dinding-dinding ruang 'kantor' itu ditempeli pelbagai poster mengenai bahaya kebakaran hutan, macan tutul, anggrek, dan sebagainya. Di ruangan itu kedatangan kami dicatat, dan kemudian kami diantar ke mes tamu, sebuah bangunan yang terhubung dengan kantor oleh sebuah selasar dan beruang tiga.

Di dalam, langsung kami menuju satu-satunya kamar yang kami sewa (SATU? untuk ber-, umm... enambelas? Percayalah.. Hehehe). Setelah 'bongkar muat', kami mulailah menyebar di ruang makan/duduk/dapur, duduk di kursi-kursi yang tersedia. Lumayan, istirahat setelah perjalanan melalui medan berat mendaki punggung gunung Halimun itu.


Jamur

Setelah pembongkaran muatan dan duduk-duduk sekadar meluruskan kaki itu, akhirnya datang kembalilah A' Iwan itu. Beliau menawarkan pada kami untuk berjalan keluar sebentar, untuk melihat jamur. "Hah? Jamur?" Itu yang kupikir pertama kali. Apa yang luar biasa dari jamur yang bisa memaksaku keluar jelang tengah malam seperti itu? Entahlah, yang jelas kami semua langsung bersiap-siap untuk masuk ke hutan (meskipun sebelumnya baru menempuh perjalanan menjelajah hutan :D).

Setelah semuanya siap, kami pun dikumpulkan di tempat parkir di depan pos penelitian itu. Sedikit briefing, terutama masalah keamanan dan keselamatan, kemudian diikuti dengan doa mengawali perjalanan kami mendaki tangga menuju ke belakang pos itu. Anak tangganya licin, jejak hujan sepertinya, juga ada yang berlubang di sana-sini. Lima menit saja kami mendaki sebelum tangga batu itu berakhir, membuka ke jalan tanah setapak yang diapit pepohonan rimbun.

Ke sana kami berjalan, satu per satu masuk dengan bimbingan A' Iwan di depan, dengan senter di tangan. Beberapa (puluh) meter masuk, kami berjumpa dengan sebuah aliran sungai kecil. Airnya jernih (kalau diterangi senter.. :P), tenang dan dingin. Tidak, tidak. Sungai itu tidak seberapa lebar. Hanya sekitar tiga-empat meter saja, dan ada beberapa batu di tengahnya. Dengan berpijak pada bebatuan itulah kami melintasi sungai itu.

Jalan yang kami lalui masih berupa tanah, dan beberapa bagiannya malah menjadi lumpur. Sisa hujan beberapa hari sebelumnya, sepertinya. Bagian itu yang -- menurut A' Iwan -- sebisa mungkin dihindari karena diduga menjadi tempat bersarangnya pacet. Jadilah kami berjalan sehati-hati mungkin di tengah kelamnya malam.

Beberapa puluh meter kemudian, di dekat sebatang pohon tinggi yang merupakan salah satu 'tonggak' untuk objek wisata "canopy trail" -- secara harfiah berarti jalur kanopi, sedangkan kanopi sendiri dapat diartikan puncak hutan. Di sana kami dikumpulkan kembali, dan diperlihatkan sesuatu. Sesuatu itu ada di balik belukar. Ya, itulah jamur yang dimaksud, dan yang istimewa, jamur tersebut memendarkan cahaya hijau redup di tengah kegelapan malam. Sekedar pengetahuanmu saja, fenomena ini (kemungkinan) disebut fosforesensi. Kemungkinan jamur ini (dari sedikit pencarian beberapa bulan setelah pendakian, hehe..) Mycena citricolor. Meskipun jamur ini terlihat menarik, jamur ini tidak dapat dimakan. Masih menurut A' Iwan, jamur ini tergolong spesi jamur yang beracun. Wahh.. Lumayan menambah pengetahuan juga ternyata.. Tidak sia-sialah, pokoknya, kami keluar wisma tamu malam itu.

Setelah dari situ, perjalanan kembali terasa lebih ringan. Satu hal yang jelas, formasi barisan kembali adalah kebalikan dari barisan berangkat. A' Iwan di belakang, kemudian Mas I', Hardy, dan seterusnya dan seterusnya (gelap, euy! Ngga kelihatan!). Sesampai di mulut hutan itu, di hulu tangga yang sebelumnya kami daki, kami berhenti. A' Iwan mengajak kami berbelok jalan. jalan yang satu itu langsung terhubung dengan bagian belakang wisma tamu. Di situ ada 'kebun' tanaman obat, bersisian dengan 'kebun' anggrek (percayalah, sepetak lahan itu memang diberi judul 'kebun', meskipun lokasinya di tepi hutan).

Di belakang itu kami mencuci kaki, sembari memeriksa kaki masing-masing kalau-kalau ada makhluk kecil pengisap darah -- pacet -- itu. Keran dibuka, kaki dibasuh, dan diamati. Syukurlah tak ada pacet yang dimaksud itu di kaki kami semua.


UNO!

Setelah kami beristirahat sebentar, mulailah aktivitas 'rumahan' kami dimulai. Yang pertama dan yang paling penting sudah jelas: Air. Bahkan, orang bilang kalau "kehidupan dimulai dari air", bukan? Jadi mulailah kami memasak air, sembari membongkar logistik yang ada: kopi instan, susu bubuk, juga mi instan. Setelah air masak, mulai meluncurlah gelas-gelas berisi kopi (kurang) wangi, susu lezat, juga mangkuk-mangkuk bermuatan mi instan hangat. Hmmm... Nyam nyam...

Aku sendiri memilih susu, biarpun membawa kopi, karena tidak sanggup minum kopi (detak jantung, dan semuanyalah). Kemudian, mulailah digelar permainan di atas meja makan. Satu permainan kesayangan metal'ers: Gaple (domino). Hehehe... Begitulah, sudah jauh-jauh ke puncak gunung, kehilangan sinyal telepon seluler, jauh dari mana-mana, tapi tetap, gaple harus jalan terus. Duduk mengelilingi meja ada Bonex, Desta, Ichad, dan.. (aduh, aku lupa.. Maaf, maaf..). Sementara itu, yang lain menikmati sedapnya mi instan, makanan ringan dan lainnya di atas tikar yang digelar di tengah-tengah ruangan.

Kemudian, setelah beberapa lama tanpa kegiatan pasti, akhirnya Indah membuka kartu. Membuka kartu dalam arti sebenarnya lho.. Itu, tuh, kartu permainan UNO. Mulailah kami (Indah, aku, dan Garda pada awalnya) memainkan permainan yang, boleh dibilang, semakin banyak pemainnya semakin ramai. Betul saja, setelah beberapa kali permainan berlangsung, mulailah jumlah pemain semakin bertambah. Dari Hardy, Aryo, Ilham, dan... Umm... Oh iya, Bang Tri! Hehe, maaf tadi sempat terlupa. Yang jelas, malam itu jadi malam keberuntungan Ilham sepertinya -- dan kesialanku -- dengan Ilham yang baru bermain pertama kali malah berkali-kali menang. Aku sendiri malah tidak pernah menang sama sekali, haha...

Permainan gaple berakhir lebih awal, karena para pemainnya memutuskan istirahat terlebih dahulu. Sedangkan untuk UNO, para pemainnya ternyata lebih tahan, dan masih berlanjut sampai jarum jam menunjuk angka 3. Karena Ilham boleh dikata menang mutlak, jadilah kamar sekitar 3 x 3 itu -- yang notabene sudah dipenuhi manusia yang bergelimpangan tertidur -- ditambah lagi dengan Ilham, Hardy, dan Aryo.

Kami berempat -- Tri, Garda, Indah, dan aku sendiri -- berencana menyusul Mas Ii' tidur di laboratorium -- yang konon diisi ular-ular awetan. Tak dinyana, pintu menuju ke sana ternyata dikunci. Waduh... Gawat..

Jadilah kami berempat sepakat formasi tidur yang akan kami jalani di sisa malam itu. Bang Tri di sofa, sisanya di atas tikar. Indah dalam kantung tidur, Garda di sisinya (hihihihi), aku di sebelah mereka, berjaket dan berbalut sarung, ditambah sarung tangan juga, hehe...


Dan, cerita ini akan bersambung lagi, setelah kami mengisi tenaga setelah lama terjaga.....

--
BERSAMBUNG
written until 8. Mai 2009


4 komentar:

Panjoel mengatakan...

Waw... kebun anggreknya.......... huhuhuhu... mw banget........... aw aw aw aw... ngebet neh....

ArIf mengatakan...

Hehe.. Sayang nggak ikut waktu itu, Ji.. Udaranya duwingin.. Tapi masih enak. Terus airnya mandinya.. Air sungainya.. Kebun teh-nya.. Hutannya...

Hehehe.. Iya, iya.. Kulanjutin pelan-pelan deh tulisannya. Ternyata yang ini panjang juga yah? :D

Pan mengatakan...

Air mandinya pake air kali yak??? Hyyyyy duingine puol dun???? Hyyy untung ga ikutan.... bisa mimisan klo ikutan.....

ArIf mengatakan...

Hehe.. Aku gag ikut mandi di kali.. Lebih enak motrek.. :D

Tapi di wisma tamunya, mandinya nggak air kali kok (atau air kali ditampung ya? Mbuh.. xD).

Klo aq mimisan klo liat orang mandi kali.. hihihihihi...