Senin, 17 Agustus 2009

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Bagian 5: Saatnya Pulang)

Sedikit dari seri ini sebelumnya: Perjalanan telah ditempuh, bermalam di Gn Halimun pun sudah. Pagi harinya, kami semua melangkah menjejaki hutan Gn Halimun yang sejuk. Perjalanan pun berakhir di Curug Macan, yang konon merupakan tempat peristirahatan harimau.

***

Di tepi sungai aku berlompatan, mencari titik-titik yang (kurasa) indah diabadikan dalam selembar potret. Sementara, di seberangnya, dan di tengah sungai yang berarus cukup deras itu, kawan-kawanku menikmati sejuknya air yang deras mengalir. Sungai itu juga saksi hilangnya baju kaus kawanku, Bonex.

Jadi ceritanya bermula dari permainan di sungai itu, permainan sederhana yang menggembirakan hati. Satu persatu kawan-kawanku 'menghanyutkan' diri dalam arus sungai itu sampai sekitar sepuluhan meter ke hilir, untuk kemudian berenang kembali ke tempat mereka 'menghanyutkan diri'. Bonex, di sesi itu, melepaskan baju kausnya, bermain-main tentu saja. Kemudian, waktu berlalu, dan saat kami memutuskan untuk menyudahi perjumpaan dengan alam di Curug Macan itu. Saat itulah baru disadari baju kaus Bonex hilang. Mungkin sudah jauh ke hilir saat kami menyadarinya. :P

Jadilah kami pulang -- Bonex terpaksa berjaket saja -- kembali ke wisma tamu. Ternyata saudara-saudara, perjalanan dari persimpangan menuju Curug Macan ke wisma tamu itu tak lebih dari sepelemparan batu saja. Jadi hanya sekitar beberapa puluh meter mungkin, kami menemui jembatan yang menyeberangi sungai, dan di seberang langsung tampak balai penelitian dan wisma tamu berdiri di puncak bukitnya.

Ketika aku sudah sampai di atas (capai juga mendaki jalan miring menuju ke BP), aku mendengar ribut-ribut dari bawah, dari kawan-kawan yang belum tiba di halaman BP. Ternyata, Indah dengan tidak sengaja menginjak ular. Kecil memang ularnya, tetapi cukup mengagetkan juga. Syukurlah (atau Astaghfirullah?) ular itu terinjak sampai menemui ajalnya. Maaf ya, ular.. Semoga amal ibadahmu diterima di sisiNya, amin.. (ayuh, mengheningkan cipta sebentar! Hehehe). Dan, sesampainya di BP. Ternyata ada seekor hewan yang diduga pacet kecil di sandal Ichad. Dengan sedikit banyak usaha (dan air yang dialirkan lewat selang) akhirnya lepas pulalah hewan tersebut.

Nah... Berhubung hari semakin beranjak siang, dan rencananya siang itu kami pulang kembali ke kediaman masing-masing, belum lagi ditambah hiking yang cukup singkat di dalam hutan Halimun, maka satu hal jelas kami perlukan: Mandi!

Ini dia masalahnya. Hari sebelumnya kami tiba malam. Sangat malam malah, sehingga sudah tidak memungkinkan mandi karena tidak ada fasilitas pemanas air di sana (kecuali kompor gas dan ceret/ketel). Sedangkan pagi harinya, kami sebagian besar langsung bersiap berangkat hiking, sehingga juga tidak sempat mandi.

Jadilah, sepulang dari hutan, kami harus mengantri mandi seperti antri BLT. Yah, tidak sepenuhnya begitu sih, karena sebagian yang sedang menunggu mandi malah asyik bermain kartu dulu, membuat makan (terutama mi instan), minuman (susu sepertinya laris pagi itu).

Langsung saja, karena memang tidak perlu diceritakan bagian mandi yang juga diwarnai dengan saling sela giliran, kami pun akhirnya siap sedia untuk pulang. Tak dinyana, saat akmi sedang bersiap-siap pulang itu, datang sepasang sejoli (hehehe) Ochim dan Adi alias Bokop. Ternyata, mereka tiba di Halimun sekitar satu-dua jam setelah kami. Coba bayangkan berapa jauh tersasarnya kami karena mereka berangkat jauh di belakang kami dan mengendarai sepeda motor pula! Ini memang Mas Ii' terlalu... :D

Nah, cerita mereka, malam itu mereka pun menginaplah di salah satu rumah penduduk di kaki gunung, karena malam telah larut dan penerangan pun hampir tidak ada di jalan yang menembus hutan. Hebatnya, pada saat yang sama kami berjalan menempuh hutan, mereka masih tidur! Haha.. Maklumlah, perjalanan bermobil saja sedemikian melelahkannya (tidak termasuk tersesatnya itu), apalagi dengan sepeda motor?

Akhirnya kami pun berpamitan dengan A' Iwan, juga rekan-rekan lainnya di BP. Kami diberitahukan jalan yang dikabarkan lebih singkat daripada berputar kembali ke Parung Kuda. Menurut rekan-rekan di BP, jalan satu itu (melewati perkebunan teh) memanjang sampai ke Bogor. Jelas pemendekan yang kentara.

Nah, setelah pamit dan berdoa sebelum pulang, kami pun berangkatlah, dengan didahului voorijder Ochim dan Bokop di atas sepeda motor. Medan yang kami lalui lebih kurang masih sama dengan pendakian kemarin malamnya: Batu-batu sekepalan tangan di atas tanah yang berlumpur selepas basah.

Sekali lagi, ya betul sekali lagi, mobil yang Mas Ii' kemudikan mengalami kendala saat mendaki di tengah-tengah perkebunan. Dengan usaha yang lumayan, akhirnya keluar jualah mobil berpenggerak roda depan tersebut. Setelah lama kemudian (ya, kamu tidak salah baca. LAMA!), sampai aku yang duduk di belakang harus makan hati (eh, masih punya hati untuk dimakan nggak ya?) melihat Garda dan Indah sama-sama nyenyak dan beberapa kali hampir beradu kepala, akhirnya kami keluar juga dari jalan yang menembus perkebunan teh menuju jalan yang 'berperikemobilan' (baca: diaspal).

Nah, di jalan ini, kami yang ada bersama Mas Ii' yang mengemudi di belakang mobil yang dikemudikan Desta menyaksikan ketangguhan Desta 'menaklukkan lika-liku jalan aspal di tengah-tengah rimbun pepohonan itu. Wuih.. Kalau ditambah dengan drifting dan kecepatannya sedikit lagi, kurasa Desta punya potensi mengalahkan Rifat Sungkar Cs. di ajang reli mobil, hehehe.. Yak, di jalan yang lumayan mulus itu pula Ochim dan Bokop bisa jauh meninggalkan kami di depan. Untuk waktu yang cukup lama...

Jalan yang kami lalui ternyata menuju Bogor, melalui um, melalui... Umm... Pongkor? Entahlah, aku lupa-lupa ingat. Maklum tulisan baru turun lebih empat bulan dari perjalanan. Maaf ya.

Nah, di kaki gunung Halimun (yang lain), kami akhirnya dapat menjumpai kembali Bokop dan Ochim. Kali ini dalam keadaan yang tidak begitu baik. Ban motor yang mereka tumpangi pecah. Kami pun berhenti sejenak di dekat penambal ban yang tengah mereka pinjam jasanya. Tak berapa lama kami berhenti, karena kami harus meneruskan perjalanan seiring hari yang beranjak senja. Ochim dan Bokop akan menyusul nanti setelah ban sepeda motor itu selesai diperbaiki.

Tak banyak yang bisa kuceritakan lagi selain dua mobil yang kami tumpangi berpisah di suatu tempat di Bogor, karena Mas Ii' akan menempuh Jalan Raya Bogor (yang membentang terus ke utara menuju Jakarta), dan Desta mengambil jalur Tol Bogor-Jakarta.

Kami tiba di Depok saat waktu Maghrib sudah setengah Isya', dan kami pun akhirnya berpisah di halaman parkir sebuah rumah makan di Jalan Margonda, Depok.

Takkan pernah bisa kulupakan, pendakian kami dengan mobil menuju lokasi penginapan di Gn. Halimun, menjumpai jamur yang bersinar dalam kegelapan, menghirup udara segar khas pagi hari pegunungan, melangkah dalam hutan Gn. Halimun yang lembab, hingga mengagumi megahnya Curug Macan.

Sekian dariku, mohon maaf atas keterlambatan laporannya (ehm.. LIMA bulan???) dan terima kasih banyak telah mengikuti sepotong memori perjalanan kami saat itu. Setelah ini, izinkan aku mempersembahkan keindahan Gn. Halimun yang sempat terekam dalam gambar. Terima kasih banyak. :)


F I N
written 'til 17. Aug 2009, 20.00 WIB
It's always F U N being surrounded by friends. ^_^

Tidak ada komentar: