Kamis, 01 Januari 2015

Surat Cinta untuk Saudara

Assalaamu`alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillah, walhamdulillah

Beberapa bulan telah berlalu sejak kaki ini menginjak TGV pagi dari Gare de Lorient untuk meninggalkannya, dan entah kapan kembali lagi. Tapi ingatan tentang kota kecil itu, dan terlebih khusus lagi, saudara-saudara muslim di sana tidak hendak pudar.

Betapa besar kontras dari suatu negeri muslim (lebih tepatnya, mayoritas dan dikuasai oleh muslim) dengan suatu tanah yang ditumpangi muslim bisa terlihat. Sebab kontras itu jelas: Ilmu.

Alkisah suatu ketika pernah aku bertutur pada seorang saudara yang pada saat itu belum setahun ia kembali berislam, dan bapak dan adiknya masih belum seberuntung ia. Yang aku pertanyakan ketika itu sederhana saja, tentang kendaraan roda empat. Bahwasanya kendaraan yang bermerk Mini saat ini tidak lain hanya tersisa namanya saja. Tidak ada lagi Mini yang secara hakiki berbentuk mini.

Andaikan ia mengetahui, pesan tak terucap dari pengucap pada saat itu, bahwa ada keadaan serupa di suatu negeri tentang Islam. Di sana, Islam yang telah berurat berakar di dalamnya hampir-hampir tidak tersisa lagi Islam kecuali namanya saja.

Amboi, betapa ingin aku membawa sebagian kecil saja dari mereka, yang melazimkan diri di belakang imam pada shalat `Isya', dan terkadang mereka mendapatiku di barisan yang sama di masa  shalat Shubuh.

Betapa mereka mencintai ilmu dengan sebenar-benarnya cinta. Buku yang ada di dalam masjid itu tidak hanya al-Qur'an, atau lebih parahnya, sepotong dari al-Qur'an yakni Surat Yasin yang malah ketambahan segala hal yang bukan al-Qur'an. Di sana ada sumber-sumber primer pengetahuan Islam: Qur'an dan Hadits. Berjubel-jubel dan beragam judul baik berbahasa persatuan Muslimin maupun berbahasa daerah mereka. Semua tersusun rapi dan manis di dua rak dinding tinggi dan satu rak dinding rendah di sana. Dan ada bekas-bekas buku tersebut dibaca,  yang paling penting.

Pernah satu ketika aku 'diculik' seorang saudara lainnya selepas shalat `Isya', di kala malam cukup panjang. Ia berkeras mengajakku berbelanja kebutuhannya di sebuah toko kelontong besar, raksasa. Masih muda usianya, 19 tahun ketika itu, namun telah cukup mapan. Ia berasal dari daerah lain di selatan, dan belum genap setahun ia tinggal di kota kecil itu. Ia pindah karena urusan pekerjaan, yang kerap kali ditonton beratus-ratus ribu orang tiap akhir pekan, dan kadang pertengahan pekan. Dan sekali waktu, ketika kami singgah di tempatnya tinggal, aku mendapati buku yang sudah semestinya kita kenali, karya Imam Ibnul-Qayyim al-Jauziyah, yang ketika itu kulihat versi terjemahnya, "Médecine Prophetique". [13] Nomor punggungnya tegas menantang 'mitos' angka sial tersebut.

Ia berujar sembari memuji Allah, bahwasanya dengan pekerjaannya itu, ia dapat mencukupi kehidupannya dan keluarganya. Bahkan, ada lebihan yang ia dapatkan, dan itu tidak sedikit. Dan dengan lebihannya itu, ia berkeinginan besar untuk menolong saudaranya yang ia pandang dalam kesulitan.

Semoga Allah merahmatinya dan memberkahi segala urusannya, Ia kemudian membelikan berbagai hal untukku dengan menimbang aku datang dari negeri yang teramat jauh, dan tinggal sendiri saja. Semoga Allah memberkahi harta dan keluarganya dan semoga Allah memberkahi orang-orang yang menolong saudaranya yang kesulitan yang tidak meminta-minta. Sungguh, yang demikian pun tidak sanggup aku membalas kebaikannya.

Dan sungguh, pembicaraan mereka tidak lain berisi manfaat. Baik untuk keduniaan mereka - untuk merekat persahabatan - dan tidak jarang berisi nasihat dan peringatan yang mereka pahami dari al-Qur'an dan al-Hadits.

Tentu, sebagaimana negeri Islam di mana pun, keadaan Masjid saat shalat Jum`at selalu lebih penuh dari 'sekadar' shalat lima waktu. Namun semoga Allah menunjuki mereka dan menolong mereka mendirikan Masjid dan memperkenalkan Islam dengan sebaik-baik contoh di sana.

Karena di sana aku melihat muslimin berislam seutuhnya.

Perjalanan masih panjang, dan jalan yang kupilih ini panjang dan berat. Semoga Allah menolong hamba-hambanya menempuh jalan-Nya.


10. Rabi`ul-awwal 1436
Jelang Maghrib di arah Timur jauh dari Makkah.
Dalam kerinduan mendalam ke arah AICL, Maison des Asso, Cité Alliende 12. rue Colbert, 56100 Lorient.
Karena sungguh, aku yakin tidak ada lagi yang lewat dan membaca ini.

Tidak ada komentar: