Jumat, 27 Maret 2015

Bahasa Arab? Untuk Apa?

Bismillah, walhamdulillah.

Kita seringkali kebingungan ketika hendak mempelajari bahasa lain di luar bahasa Ibu kita. Untungnya, dari sekian ribu (atau lebih) bahasa yang ada di dunia, barangkali yang dipergunakan meluas tidak perlu dihitung melebihi jari, baik jari tangan maupun ditambah jari kaki. Dan tidak, kami tidak membahas engkau, aduhai Bahasa Indonesia. Engkau ada di luar himpunan tersebut. Dan di antara bahasa pada himpunan tersebut, memiliki kekhasan masing-masing. Namun bagi kami, ada satu bahasa yang teramat indah sekaligus kuat yang kami sarankan dengan sangat agar engkau mempelajarinya. Bahasa yang kami maksud di sini -- sebagaimana judul -- adalah bahasa Arab.

Selain hal yang jelas bahwasanya al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, dan agar bisa memaksimalkan memahami petunjuk yang tidak ada keraguan di dalamnya, berikut ini beberapa tambahan untuk menjawab alasan mengapa belajar bahasa Al-Qur'an ini.

  • Adanya al-Qur'an sebagai referensi
Keberadaan al-Qur'an yang telah Allah wajibkan penjagaannya bagi diri-Nya (dalam firman-Nya, yang artinya: "seesungguhnya Kami yang menurunkan adz-dzikr [yakni salah satu dari nama-nama al-Qur'an] dan Kami yang menjadi penjaga untuknya.") menjadi jaminan bahwa selama al-Qur'an masih ada, maka bahasa Arab akan tetap ada. Kita telah melihat berbagai-bagai bahasa yang 'lokal' yang tidak memiliki referensi induk perlahan hilang luntur ditinggalkan para penutur. Sementara itu, bahasa Arab memiliki al-Qur'an yang senantiasa dihafal oleh muslimin seantero dunia. Maka ini adalah keuntungan jangka sangat panjang, paling tidak sampai menjelang kiamat, lah.

Dan dengan bahasa Arab yang baik, maka dengan izin Allah akan datang kemudahan memahami al-Qur'an yang merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Maka petunjuk dari mana lagi setelah al-Qur'an yang kita cari? (Ini pertanyaan retorika)
  • Sistem akar kata yang sangat kuat
Kata-kata dalam bahasa Arab memiliki keterkaitan yang sangat kuat satu sama lain. Ambil contoh: غفر - يغفِر - غفران yang kalau dilarikan ke bahasa Indonesia diartikan sebagai (telah) mengampuni - mengampuni - pengampunan. Maknanya benar, namun masih bisa diperdalam lagi. Disampaikan kepada kami bahwa ada kata yang diturunkan dari tiga huruf ini (ghain - fa' - ra') yakni مغفرة, mighfarah dengan tambahan huruf mim dan ta marbuthah (bundar). Disebutkan bahwa ia adalah benda penutup kepala pasukan perang yang menyisakan hanya mata, hidung, dan mulut yang terbuka. Sehingga ia melindungi dari tebasan pedang ataupun lintasan anak panah. Dari situ, ditarik bahwasanya makna ghufran, bersama dengan ampunan, adalah penutupan/perlindungan dosa-dosa (yang akan memalukan bila terlihat manusia) sehingga  ia tidak terlihat lagi.

Dan ini belum memasukkan huruf tambahan lainnya yang menyebabkan suatu kata memiliki arti yang 'baru', namun tidak serta merta mencabutnya dari akar katanya yang biasanya terdiri dari tiga huruf saja (atau pada kasus yang jarang 2 atau 4). Dengan tidak mengecilkan peran kamus yang baik, hal ini  akan memudahkan pembelajar memperkaya kosakatanya dari berbagai teks  yang ada dengan kontak yang sedikit dengan kamus.

Dengan demikian, maka seorang pembelajar yang cerdik dapat meraba arti kata yang baru dengan menilik  huruf-huruf inti pada kata tersebut. Dan ini tidak ditemukan pada bahasa-bahasa dengan huruf latin yang pernah kami pelajari.
  • Perincian yang teramat sangat pada jenis, maupun bilangan = Efisiensi
Bagi engkau pembelajar yang pernah mempelajari bahasa Indonesia maupun Inggris, tentu mengetahui bahwasanya benda-benda hanya dibedakan berdasarkan jumlahnya: satu (tunggal) atau banyak (jamak). Sementara engkau pembelajar yang mempelajari bahasa-bahasa seperti Spanyol-Perancis-Italia atau Jerman, mengerti bahwasanya kerumitan itu ditambah dengan adanya pembedaan bahwa benda tertentu dikelaskan sebagai 'laki-laki', dan kelompok lain sebagai 'perempuan' -- di luar pembedaan jumlah: tunggal atau jamak. Dan jangan tanya mengapa tas (sac [fr]) itu dianggap 'laki-laki' dan mobil (voiture [fr]) itu 'perempuan'.

Bahasa Arab menambah 'kerumitan' ini dengan menambahkan satu lagi perbedaan jumlah: dua (dobel). Meskipun kelihatannya memusingkan, namun adanya pembedaan antara satu, dua, dan tiga+ (jamak) ini memberikan perbedaan yang jelas pada saat-saat diperlukan.

Misalkan saat seorang pembicara tunggal membagi lima orang menjadi dua kelompok yang [hampir] sama besar. Pemberian komando pada kelompok yang terisi dua orang dan tiga orang dapat dilakukan dengan lebih sedikit kata. Perintah كلوا و اشربا (kalian [bertiga] makanlah, dan kalian berdua minumlah). Lihatlah efsiensi yang bisa dihasilkan. Dan, barangkali kami bicara untukmu aduhai 'treehugger' (pejuang lingkungan hidup).

Dan sebagaimana kita lihat, mushaf al-Qur'an dalam bahasa Arab bisa dicetak kecil dan tipis sekali -- namun tetap dapat dibaca dengan mudah -- dibandingkan dengan bibel atau lainnya. Meskipun demikian, ketika dicetak terjemahannya, apalagi tafsir para ulama yang lurus (yang asalnya berbahasa Arab) yang juga diterjemahkan, maka jadilah ia ibarat makanan kering astronot yang disiram air: mengembang sekembang-kembangnya.

Sementara itu, ini dulu yang dapat kami kumpulkan dari perjalanan kami mempelajari salah satu bahasa terindah ini. Mudah-mudahan ke depannya ada sedikit lagi yang kami tambahkan. Insya Allah.


--
Saudaramu yang mencintai kalian karena Allah.
7/6/1436

Tidak ada komentar: