Sabtu, 06 Desember 2008

Salah atau Benar?

Jum'at (05. 12) petang kemarin, Ibu meminta dijemput di rumah kawannya berangkat pergi berhaji dulu. Karena si Hitam sedang bermasalah dan sepertinya harus turun mesin lagi (duh, tahun depan saja deh...), jadilah kupinjam sepeda motor adikku, si Merah. Kurang kreatif yah? Maaf deh, habis rasanya lebih aneh kalau diberi nama seperti "si Joni", atau nama-nama lain. Yah, pokoknya, setelah mengambil jaket dan helm (dompet dan SIM tertinggal. Jangan ditiru ya, Dik. Hehehe), berangkatlah aku dengan terlebih dulu menyinggahi dua pompa bensin, karena yang pertama ternyata kehabisan stok, payah deh..

Nah, lepas dari pompa bensin yang kedua yang ada tak berapa meter dari kompleks Departemen Pertanian RI, langsung melesatlah aku ke arah Kebun Binatang Ragunan pintu utama. Tentu saja Ragunan tidak memiliki sesi malam seperti Taman Safari di Cisarua, Puncak, dan memang bukan ke kebun itu tujuanku. Tujuanku ke jalan (kecil) di samping jalan keluar bus Transjakarta. Gelap, hampir pasti karena lampu jalan hanya seadanya, dan syukurlah tertolong lampu-lampu dari rumah-rumah penduduk.

Kemudian, dengan jalan itu menyisir dinding luar Kebun Binatang, tibalah aku di dekat Pintu Barat Kebun Binatang. Tak berapa jauh, pikirku, karena memang bukaan jalan ketiga tujuanku. Ternyata eh ternyata, salah perhitungan aku kemarin. Jadi jalan yang seharusnya jalan kedua, kuhitung jalan pertama. Masalah bertambah dengan jalan yang kulalui itu jalan satu arah. Yah.... Berputar mengikuti jalur deh terpaksa..

Naif kedengaran yah? Di pikirku, jalan itu dibuat satu arah karena memang biasanya bisa timbul macet luar biasa di sana. Jalan searah itu sendiri dimulai dari pertigaan Cilandak (Marinir), berputar ke Pintu Barat, terus ke pertigaan Ciganjur, kemudian kembali ke Marinir itu tadi. Kalau dibuat jalan dua arah, dengan lajur yang dua arah seadanya itu -- dengan perangai manusia modern yang terus diburu waktu -- niscaya akan bertumpuk-tumpuklah berbagai-bagai kendaraan di pertigaan Cilandak itu. Jadi menurutku, sangat masuk akal 'memaksa' orang berputar lebih jauh, dengan konsumsi bahan bakar yang mungkin tidak terlalu banyak berbeda karena lebih lancar, dan tidak diperbolehkan langsung mengambil kanan di situ.

Masalahnya................ Tidak semua orang berpikir demikian. Dan Jum'at petang kemarin -- kalau tidak salah, Jum'at itu hari di mana setiap perbuatan balasannya dilipatduakan -- jumpalah aku dengan satu lagi manusia modern yang diburu waktu -- atau hanya karena kebiasaan? Seorang pengendara sepeda motor semi-sport (kalau boleh sebut tipe, RX-king atau Tiger, aku tak lihat jelas kala malam) menunjukkan gelagat akan berbelok ke kanan di pertigaan Cilandak itu. Oho, dengan sisa keisengan yang masih ada, kutekan klakson sedalam kubisa, dan -- yang ini jangan ditiru -- memberi tanda mengolok dengan jari... Kau tahu lah, hihihi.... Ups...

Apa yang kuterima. "[SENSOR, tiga/empat kata; benda produk pencernaan manusia dan hewan] Luh!". Hmm... Kami imbang sebetulnya, dan tak ada yang layak menyalahkan. Salahku menyusul klakson itu dengan acungan jari yang tak patut. Salah dia yang tak acuh dengan aturan di situ. Yah, sesama yang bersalah tak patut saling mencerca. Hihihihi......

**

Huff... Tak kuceritakan itu kepada siapapun. Yang jelas, bila di antara kamu yang sempat mampir membaca di sini, dan kamu korban acungan jariku (pemuda berjaket kulit, berhelm putih, mengendarai sepeda motor warna putih-merah berangka akhir pelat SPM -- lupa nomornya, maklum itu sepeda motor adikku). Aku minta maaf. Kadang kurasa kamu dan orang seperti kamu tidak bisa dipaksa melihat rambu yang ada. Juga kadang kamu tidak sanggup berpikir jauh dan mendalam karena di kepalamu banyak pikiran yang lebih penting daripada sekadar perbuatan yang bisa sekadar membuat macet -- paling sial ada yang kendaraan yang bertabrakan. Kadang kurasa kamu tidak akan sadar sebelum badanmu ada di bawah sebuah truk -- itulah mengapa aku tidak mengemudikan mobil. Rehatlah sejenak, berpikir sedikit. Dunia tak cuma kamu sendiri, dan kalau tak suka dengan satu aturan, katakanlah! Jangan malah tak mengacuhkan aturan itu, Bung!


F I N
written on, 6. Dezember 2008; 20.00 WIB
Yah... Aku juga belum sempurna, tapi setidaknya selalu kucoba menihilkan yang kulanggar dalam perjalananku...

Tidak ada komentar: