Kamis, 01 Mei 2014

[Reblog] Banyak vs Benar

Pengantar:
Di masa sekarang, sering kali pernyataan seperti "Lho, kan semua orang juga begitu", atau yang semacamnya. Barangkali ada pengaruh dari nilai suara mayoritas yang meluas menggantikan musyawarah untuk mufakat yang dulu dijunjung para pendiri negeriku Indonesia. Manakala dahulu mereka berbeda pendapat mengenai "Ketuhanan {Yang Maha Esa} [, dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat islam bagi pemeluknya]", bisa saja beliau itu memanfaatkan posisi 'mayoritas' mereka dan meneruskan gerakan tersebut. Namun yang kita dapati adalah sila pertama seperti yang kita kenal sekarang.
[walaupun, sebenarnya 7 kata tersebut dianggap 'mengerikan' lebih karena persepsi "mereka" yang berfokus pada potong tangan*, halalnya darah orang kafir*, hukum rajam bagi pelaku zina* dsb alih-alih penekanan hak-hak tetangga/jiran, peninggian hak-hak perempuan, dan keadilan yang niscaya tidak ditemukan di sistem kreasi siapapun. Dan dengan demikian, disayangkan ketidakhadirannya pada masa kini]
Berikut artikel dari situs muslim.or.id yang mengupas bagaimana sebenarnya kaitan [ke]banyak[an] dan [ke]benar[an]. Selamat membaca, dan sebelum benar-benar membaca, pesan dariku: buka hati dan pemikiranmu sebelum membuka mata dan telinga.
*****
Parameter kebenaran bukanlah berdasarkan kuantitas, banyak atau sedikit. Akan tetapi, “kebenaran itu (disebut kebenaran) tatkala sesuai dengan dalil (al-Qur`an dan Hadits shahih dengan bertumpu pada pemahaman Salaful ummah) tanpa perlu menengok banyaknya orang yang menerima atau minimnya penolakan orang. Antipati manusia atau respon positif mereka tidak otomatis menunjukkan kebenaran atau penyimpangan satu pendapat. Tiap pendapat dan perbuatan haruslah berdasarkan dalil (yang shahih) kecuali pendapat (ucapan) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , karena ucapan beliau sudah menjadi hujjah (dasar, dalil)”. (Lihat Manhajul Istidlâl 2/695).
Allâh Ta’âla telah mengabarkan tentang umat terdahulu bahwa kaum minoritas bisa saja berada di atas al-haq. Allâh Ta’âlaberfirman:
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”. (QS Hûd/11:40).
Maka, siapa saja berada di atas al-haq yang berlandaskan dalil yang shahih dan lurus, berkomitmen kuat dengannya dalam ucapan, perbuatan, keyakinan, meskipun ia sendirian, dialah orang yang benar dan lurus, dan selanjutnya pantas diikuti oleh orang lain. Bahkan, seandainya pun tidak ada seorang pun yang berpegang teguh dengan al-haq, selama itu merupakan kebenaran, tetaplah merupakan kebenaran dan menjadi sumber keselamatan. (Syarhu Masâili al-Jâhiliyyah hlm. 61).
Apabila kebanyakan orang hanyut dalam kebatilan dengan melanggar syariat, tidak konsisten dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalla[m] yang diutus untuk menyampaikan ilmu dan hidayah kepada semua manusia, mengadakan hal-hal baru dalam agama Islam yang tidak ada dasarnya yang jelas dan tidak pernah dikenal oleh generasi terbaik umat Islam, dalam kondisi demikian, pendapat mereka harus ditolak dan tidak boleh terpedaya dengan jumlah mereka yang ada di mana-mana.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga telah menggariskan pesan pentingnya, “Janganlah engkau (mudah) tertipu dengan apa yang mengelabui orang-orang jahil. Mereka itu mengatakan, ‘Jika orang-orang itu (yang berada di atas al-haq) betul-betul di atas kebenaran, mestinya jumlah mereka tidak akan sedikit. Sementara manusia lebih banyak yang tidak sejalan dengan mereka’. Ingatlah bahwa sesungguhnya orang-orang (yang berada di atas al-haq) itulah manusia (sebenarnya). Sedang orang-orang yang bertentangan dengan mereka hanyalah serupa dengan manusia, bukan manusia. Manusia (sebenarnya) hanyalah orang-orang yang mengikuti al-haq meskipun mereka berjumlah paling sedikit”. (Miftâhu Dâris Sa’âdah 1/147).
Sahabat ‘Abdullâh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
لاَ يَكُنْ أَحُدُكُمْ إِمَّعَةً يَقُوْلُ: “أَنَا مَعَ النَّاسِ”. لِيُوَطِّنَ أَحَدُكُمْ عَلَى أَنْ يُؤْمِنَ وَلَوْ كَفَرَ النَّاسُ
Janganlah seseorang dari kalian menjadi latah (dengan) mengatakan, ‘Aku bergabung dengan (arus) manusia (saja)’. Hendaknya ia melatih diri untuk beriman walaupun orang-orang telah kafir”.
Maka, bertolak dari nasehat berharga di atas, mari kita tanamkan pada diri kita, “Hendaknya kita melatih diri (dan berusaha keras) untuk berkomitmen dengan petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun banyak orang telah meremehkan, mengabaikan petunjuk beliau dan mengadakan hal-hal baru dalam Islam “.
Semoga Allâh Ta’âla memberikan hidayah, rasyâd dan taufik-Nya kepada kita semua.
Penulis: Ustadz Muhammad Ashim Musthafa
Artikel Muslim.Or.Id
*****
F  I  N
01. mai 2014 / 02 [?] Rajab 1435, Kamis
+33/56100/1RNA:1033
*) Syarat dan ketentuan berlaku, dipersilakan menuju mesin pencari yufid.com dan masukkan kata kunci yang bersesuaian untuk memperoleh keterangan selengkapnya tentang bagaimana semestinya syariat tersebut dijalankan.

Tidak ada komentar: