Selasa, 24 Juni 2014

Kritis di Era Informasi

Bismillah, walhamdulillah


Sekarang ini banyak disebut sebagai era informasi, katanya. Atau kadang disebut juga zaman informasi. Begitu banyak sarana tersedia untuk memperoleh informasi, dan lebih banyak lagi informasi yang bisa diperoleh dari sarana yang ada. Berita yang datang dari kolong langit sebelah Afrika, bisa sampai ke nelayan di Natuna lebih cepat dari kedipan mata — tentu apabila ada sarana informasinya. Tentu saja, setiap sarana seperti itu bisa mengandung keburukan atau mengantarkan kebaikan bagi penggunanya.

Ambil contoh, dari 'hobi-terpaksa' yang belakangan ini menghinggapi penulis: Memasak. Sudah bukan zamannya lagi buku-buku memasak karya Rudi Choiruddin, atau Ibu Sisca Soewitomo, atau yang lainnya menghiasi rak-rak yang seadanya. Sekarang, tinggal membuka peramban (perambah ? browser !), masukkan alamat situs pencari terkemuka, lalu cari "Resep nasi uduk enak sedap gurih" atau semisalnya. Ia akan menampilkan hasil pencarian yang (di)sesuai(kan) untukmu.

Nah, permasalahan timbul karena banyak sebab. Sebab yang paling utama dalam kasus ini adalah, capain penulis kemarin dulu yang paling hebat adalah memasak mi instan dengan telur dan sosis. Lalu singkat kata, penulis berkeinginan memasak RENDANG.

Bagi penggemar masakan Padang barangkali akrab dengan makanan ini. Makanan dari daging, santan dan berbagai bumbu rempah ini bisa dikatakan salah satu favorit di restoran masakan Padang — selain ayam pop atau gulai kepala kakap, misalnya. Tapi bagi ibu-ibu di luar sana, niscaya kalau si bapak atau anak-anak meminta rendang, maka boleh dibilang itu medan juang yang berat. Penulis ingat bagaimana Ibu dulu memeras 2 kg santan dengan tangan lalu mengaduk hampir setiap 5 menit sekali untuk menjaga santan tidak 'pecah'. Selama 3-4 jam. Semua untuk menjadi paling banyak 1 kg rendang yang enak lagi sedap. Beruntung bumbu halus sudah dibantu oleh penjual bumbu langganan di pasar.

Baik, penulis terlalu melebar di situ.

Akhir kata, penulis menemukan beberapa resep. Bahan-bahan yang harus digunakan mirip, tapi tidak persis sama. Yang mana yang benar? Penulis memilih menelepon Ibu, untuk memastikan bahan apa saja yang minimal ada pada rendang. Dari situ, bisa nampak, tautan mana yang menulis daftar yang paling mirip, beserta cara memasak yang paling bisa dikerjakan. Singkat cerita (satu jam 'meng-ulek' bumbu dan hampir 3 jam mengaduk), jadilah masakan paling efisien yang pernah penulis hasilkan: 1/4 kg rendang untuk sepekan lebih.

Soal rasa? Jangan ditanya. Jangan ditanya karena memang lain, ajaib, dan hanya fisiknya saja yang rendang. Tapi berhubung ini adalah masakan sendiri, maka kemiripan segitu saja sudah cukup untuk bangga telah bisa memasaknya.

Itu cerita soal rendang.

Lalu bagaimana dengan informasi, misalnya ada warga yang bertikai di mana. Apakah kita telan bulat begitu saja? Tentu semestinya tidak. Harus ditanyakan, kenapa, bagaimana reaksi supaya tidak terulang lagi, siapa yang terlibat, sejak kapan dimulainya, ... dan seterusnya agar kita tidak terbatas hanya pada 'ada warga yang bertikai'. Atau 'ada pelaku korupsi yang ditangkap'. Tahu sebatas itu tidaklah menutup kemungkinan besok, lusa pelaku lainnya ditangkap. Syukur kalau masih orang lain, kalau kita sendiri yang ditangkap? Nah lho!

Karena itu, penulis berwasiat untuk diri penulis sendiri. Bila ada informasi datang, maka selalu tanyakan apakah ada sumber yang sahih tentang cerita itu. Bagaimana misal kalau ada seorang dari pedalaman Toraja (sebagai contoh), mengatakan bahwa Masjid Istiqlal di Jakarta itu ada megah dengan 7 tingkat. Sementara pergi ke Makassar saja dia tidak pernah !

Bila ada informasi datang, maka periksalah asal-muasal datangnya berita. Bukan menghakimi orang tersebut tidak jujur. Tetapi namanya manusia sangat berpotensi salah. Bisa jadi seseorang baru setengah terbangun, lalu diminta korek api, tiba-tiba langsung berlari keluar ketakutan – karena salah memahami pertanyaan, "ada api?".

Apalagi kalau menyangkut agama, Islam terutama. Bagaimana menurutmu tentang orang yang mengajarkan Qur'an, hadits, sementara alif ba ta tsa saja tertukar-tukar?

Semoga keterbukaan informasi ini, dan kemudahan mendapatkannya, mempertajam pola pikir kita semua.


25 Sya`ban 1435
+33 / 56100 / 1RNA 1033

AR

Tidak ada komentar: