Sabtu, 09 Agustus 2008

30 Mencari Nilai: Kerja Praktik di Bantar Gebang


Tunggu dulu, jangan salah sangka. Aku memang bekerja praktik di Bantar Gebang, semua demi 2 SKS yang bisa dibilang menentukan lulus atau tidak aku nantinya. Tetapi, perlu diingat, Bantar Gebang bukan melulu soal sampah. Benar bahwa Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Bantar Gebang terletak di sana tetapi, Bantar Gebang, sebagaimana daerah di sekitar Jakarta, dapatlah kita sebut sebagai daerah industri.

Betul sekali, geliat industri demikian terasa di sana, saking sering dan banyaknyanya truk-truk kontainer besar melalui Jalan Raya Narogong --menghubungkan Bekasi dan Cileungsi-- itu sampai-sampai jalan dua lajur yang lebar itu berlubang di sana-sini. Begitu pula beragam kendaraan angkutan umum --Bus antar kota antar provinsi, angkutan umum kecil, semuanya-- lalu lalang dan berhenti sekenanya. Ya, sekenanya karena di sepanjang jalan itu, sulit sekali menemukan halte untuk penumpang menunggu angkutan dan sebaliknya --meskipun bukan berarti bila ada halte, maka ke sanalah penumpang menuju, ingat? "Ada gula ada semut", nah begitulah perilaku sebagian besar pengguna dan penyedia jasa angkutan umum di negeri ini.

Baiklah, semua dimulai pada 7. Juli 2008, hari pertama Kerja Praktik (KP). Kami --Aku, Amin, dan Alfian-- berangkat bersama, melalui Jalan Juanda, yang panjang, lurus, lebar dan yang penting: bagus! :D, melewati liku-liku Jalan Radar AURI dan memutar di Taman Bunga Wiladatika, Cibubur. Bagi kamu yang dulu aktif di Pramuka dan mengikuti jambore sampai ke Jakarta, mungkin tak asing dengan taman bunga ini. Taman bunga ini berseberangan letaknya dengan Bumi Perkemahan Cibubur.

Selepas Bumi Perkemahan, kami melaju di atas Jalan Transyogi/Alternatif Cibubur-Cileungsi. Melewati perumahan "Kota Wisata" Cibubur --di mana hampir setiap sore kami "gila-gilaan" di atas sepeda motor masing-masing, melaju sampai 100+ km/jam. Maafkan kami ya, kalau sekiranya kamu tak sengaja berpapasan dengan kami sebulan kemarin, dan kami membahayakan perjalananmu. Itu 'ekspresi' anak-anak yang melepaskan ketegangan saja kok. ^_^--

Jadilah, sekeluarnya dari perumahan itu, kami menuju tepat ke tempat kami bekerja Praktik, PT. Harapan Widyatama Pertiwi, pabrikan pipa uPVC dan HDPE merk "Unilon". Tempatnya? Tanyakan saja pengemudi truk sampah dari Jakarta, mereka pasti tahu karena mereka melalui pabrik 'kecil' (ya, kecil menurut ukuran industri) itu sebelum menumpahkan buangan orang Jakarta di Bantar Gebang itu.

Pekan pertama kami lalui dengan bertemu bermacam karakter karyawan perusahaan itu. Di Lab Quality Control (QC), kami disambut oleh Bapak Hasan --karena Pembimbing KP kami, Bapak Christian, tidak masuk pada tiga hari pertama kami KP. Kemudian, ada pula Pak Angel yang ternyata sekampung dengan Amin dari Flores. Jadilah rekan kami berbincang pertama kali adalah Pak Angel ini. Orangnya hangat, bersahabat, tetapi suaranya --seperti juga suara anggota lab QC lainnya: kecil. Kami mendapat pekerjaan pertama, mengukur Melt Flow Index (MFI atau MFR, Melt Flow Rate, akan kujelaskan lain waktu, maaf ya?) dari berbagai bijih polimer HDPE. Kemudian, kami ditugasi untuk memperkirakan seperti apa kiranya MFI dari berbagai bijih HDPE dari berbagai grade itu dicampurkan.

Yah, tiga hari proyek itu dikerjakan, banyak waktu habis untuk berhitung di atas kerta. Tetapi tahukah kamu? Aplikasi pengolah angka (spreadsheet) bisa menyelesaikan utak-atik rumus dan angka itu hanya dalam waktu tak lebih dari 15 menit saja *keluh. Begitulah, kami agak kekurangan sarana di sana. Tetapi tak apalah, selama keadaan berjalan seperti kata Fian --"Tidur di sana itu harga mati" (duh, apa kata orang kalau mahasiswa KP sambil tidur?).

Kemudian, pada hari keempat --Kamis-- kami baru bertemu dengan Pak Chris, membahas hal yang akan menjadi tema KP kami. Secara garis besar, pabrik pipa uPVC --sebagaimana pabrik lain-- mengalami masalah dengan produk yang
"reject", atau istilah di sana "BS". Produk yang "BS" ini, dihancurkan, dibuat jadi serbuk kembali dan dibuat menjadi pipa lagi. Masalahnya, pipa warna putih, setelah dibuat bubuk dan diproses ulang dan diberi pewarna abu-abu, sering membentuk pola seperti pada papan kayu. Nah, kami ditugasi mencari tahu penyebab dan kira-kira apa yang bisa diperbuat untuk setidaknya mengurangi kejadian itu.

Jadilah kami mulai saat itu juga --biarpun siangnya kami pulang karena izin "Sosialisasi Kurikulum Jurusan" hari Kamis itu. Yah, di sini pulalah aku dipertemukan dengan dosenku yang, ehm, semangat meneliti berjudul, eh, bernama Pak Herman (atau Pak Ahmad? Sama saja lah. :D). Nanti kuceritakan di tulisan lain soal Tugas Akhir yang akan kukerjakan, sabar ya?

Yah, demikianlah, hampir sebulan kami berkutat dengan mesin-mesin --
extruder yang halus, dan menghasilkan pipa tanpa henti; Crusher yang mencacah pipa-pipa BS dari extruder; Pulveriser yang mengubah potongan-potongan pipa menjadi serbuk; Juga mixer yang mengaduk resin dengan bahan tambahan. Beruntung ada Pak Su'udi alias Pak Su'ud alias Pak Su'ud Bin Mahmud --menurut Fian. Pak Su'ud ini pada awalnya seolah masih malu-malu, dan lebih banyak diam. Tetapi setelah sepekan bertemu, barulah beliau mengeluarkan 'wajah aslinya'. Ternyata, beliau itu sangatlah jenaka. Tiada hari tanpa senyuman khas beliau dan pertanyaan yang terlontar, hanya karena stigma kami itu "orang UI". Waduh, Pak Su'ud. Kami juga baru belajar dan butuh bimbingan...

Jadi, karena tempat yang tersedia di sini pun tak banyak, jadilah aku tak bisa (tak sanggup juga, sih. :p) menceritakan keseluruhan cerita selama sebulan itu. Yang jelas, ada Ibu-anak pemilik kedai makan "Jogjakarta" --yang menurut Pak Su'ud justru menawarkan masakan Padang, yang kami amini. Ada pula Mas-mas (baca: pemuda, :-D) penjaga warteg yang sering mengingatkan kami untuk beriklan di pabrik. Ada Ibu Amelia, juga dari bagian QC, yang "ilmu buminya dapat nilai 'A'". Ada Ibu Endang dari personalia yang hobi mengomeli Fian karena menggunakan kaus oblong, juga mengomeli aku dan Amin karena terlambat datang (yang penting pulang tepat waktu, yee....). Ada Pak Kim Siong, manajer pabrik yang setia datang siang dan langsung bersepeda keliling pabrik --yang begitu menakutkannya bagi operator dan pekerja di pabrik, sampai-sampai kurasa mereka lebih baik melihat hantu daripada melihat beliau-- dan akhirnya nampak tersenyum di saat kami berpamitan.

Ada Mbak "BlaDur" (mBelah Duren, julukan dari Fian) alias Mbak Tuti di personalia yang setiap nampak berjalan saat kami sedang duduk selalu dibincangkan. Mbak Dian dan Mbak Sumi yang "bergosip di kamar mandi". Khusus Mbak Sumi, Fian bahkan hafal bila beliau berjalan ke balik tangga menuju lantai 2, berarti beliau baru selesai membalas SMS dari, "pacarnya yang bawa motor" (^_^). Ada juga kue lapis yang kami sepakati bernama kue "komposit" --karena berlapis-lapis menyerupai komposit laminat-- yang sepertinya dibawa oleh Bu Su'ud (ya, betul. Istri dari Pak Su'ud pun bekerja di situ, di bagian personalia, dan menyambi menjual berbagai roti, kue, juga kerupuk). Juga semua karyawan di pabrik, juga abang di mesin ayakan yang setia dengan senyumnya yang lebar, dan semuanya, termasuk juga semua pengemudi dan pengendara yang termakan umpan Fian dan mengebut bersama di perumahan Kota Wisata Cibubur dengan jalan mulus dan lempangnya. :-D

Ada pula kisah-kisah Fian dan kawan-kawan perempuan dekatnya, juga tentang kawan-kawannya, muridnya (iya, dia mengajar privat), juga berbagai hal yang memperluas pandanganku tentang hidup. Kisah dari Amin yang, ehm, rencananya menikah tidak disetujui Ibunya (sabar ya, Min... ^_^), dan kisah-kisah Pak Chris yang, bukannya membimbing kami memecahkan masalah itu, malah menanamkan bibit-bibit wiraswasta pada kami ('makasih banyak Bapak...). Aku yang terpeleset dua kali di atas sepeda motor di antara waktu sebulan itu, sekali tak jauh dari pabrik --selamat-- dan sekali sampai jatuh di dekat kampus di bilangan Tanjung Barat. Tentang yang terakhir ini ada hal yang aku tidak mengerti sampai kini, mengingat sepeda motorku menumbuk pagar rumah/kantor itu --maaf sekali pak, kalau roda pagar anda jadi miring, itu salahku. Setelah aku jatuh, seorang ibu berseragam, entah PNS entah guru, bertanya padaku, "mau masuk, dik?". Duh, tak tahu aku harus menjawab apa, jadilah sekenanya kukatakan, "nggak, Bu. Tadi jalannya licin" (sambil sedikit menganggukkan kepala dan tersenyum. :D). Ada yang tahu maksud beliau?

Yang jelas, kami akan merindukan kalian semua, yang jelas sampai sekarang aku belum mengerti mengapa semua seolah betah dengan pekerjaan mereka yang rutin dan berulang --sedangkan kami saja, dalam sepekan sudah kehilangan semangat. :p

Yah, begitulah. Sekarang yang tersisa adalah laporan KP, juga presentasi yang kami rencanakan akan berlangsung 20. Agustus mendatang. Semoga yang kami dapat bermanfaat, juga semoga 2 SKS itu bisa cukup "berat" untuk menolong nilaiku yang masih, um... Ampun deh. :p

F I N
written on 7. Aug 2008, edited on 9. Aug 2008
in three part, 1st was written in the cosy Library of UI
2nd was written in my home sweet home
3rd was the same as the 2nd.

Ad: Foto-foto, yee......

Suasana Pabrik dari Atas
Pabrik, dari atas (tempat pencampuran/mixer)

Paraloid dkk yang mbikin paranoid.. :p
Paraloid (r), salah satu aditif, beserta kawan-kawannya yang membuat kami agak-agak, ehm, "paranoid". :p

Pak Su'ud yang 'legendaris'. :p
Pak Su'ud dengan jawaban-jawaban kocak tak terduga. Peace, Pak...(^_^)v

Ini lho, sebabnya belang itu menurut kami...
Seharusnya, sekeluarnya dari pulveriser, bahan menjadi bubuk lagi. Tetapi ini? Wah, sepertinya ini masalahnya.

Aku-pipa scrap-Fian (^_^)V
Aku-Pipa scrap/BS/reject-Fian. Malangnya nasibmu ya, BS. Tinggal menunggu waktu sebelum dilempar ke crusher. :p

Lihat apa sih??? :p
Duh, ada apa sih di atas?

Amin, maaf ya. Fotonya Amin kusimpan dulu, he he...

Tidak ada komentar: