Sabtu, 23 Agustus 2008

H -378: Tugas Akhir, Tahap Pertama

Hm... Masa perwalian (isi IRS/Isian Rencana Studi, minta tanda tangan Pembimbing Akademik/PA, dan sebagainya) hampir berlalu. Semestinya tanggal 15. 08 kemarin, tetapi karena satu dan lain hal, SIAk (Sistem Informasi Akademis, fasilitas mengisi IRS secara daring. Tautannya ada di kiri) belum menampilkan seluruh mata kuliah yang dibuka semester ini. Jadilah karena itu, masa perwalian diperpanjang sampai tanggal 21. 08, Kamis kemarin. Yah, bisa dibilang masa perwalian itu hampir semua pembicaraan mahasiswa di gazebo jurusan, angkatan 2005 --tahun terakhir... Entah apa yang kurasa, sedih atau senang-- 2006, juga 2007, peminatan logam ataupun polimer, didominasi kata-kata semacam, "Ambil berapa SKS?"; "Kuliah [nama_mata_kuliah] itu kayak gimana sih?", sampai "Pak [nama_dosen] itu yang mana yah?".

Yah, begitulah sedikit gambaran kesibukanku dan (hampir) semua warga Metal --terutama mahasiswa-mahasiswi-- di awal semester. Belum lagi bila ada teman yang sedang KP di entah-di-mana menitipkan pilihan-pilihan mereka pada kami yang di sini. Aku sendiri kebetulan dititipi Reza dan Odie yang sekarang sedang KP di Torobulu (di mana ya? Hm... Tidak tertera di petakah? :P). Lumayan repot, memang, tetapi senang juga bisa membantu. Yang jelas sementara mengurus IRS kami bertiga, diberikan kesempatan aku berbincang dengan Pak Dekan --yang ternyata sangat-amat ramah.

Waktu kemarin, 21. 08 pagi, aku langsung menuju ke ruang PA-ku, yang juga Wakil Dekan --jadilah ruangan beliau ada di gedung dekanat. Saat kutanyakan ke sekretaris beliau, diminta aku menunggu karena Pak Dedi masih ada bimbingan. Jadilah aku duduk, di sebelah anak yang baru semester ini mengecap bangku perkuliahan yang sedang mengurus keterlambatan pembayaran kuliahnya. Di sebelahnya duduk pula Pak Bambang Sugianto --Dekan FT-- mengajak anak yang masih nampak entah takut entah malu-malu. Ternyata anak ini datang dari jauh, bungsu dari 4 bersaudara yang sendirian mengurus masalah perkuliahannya, karena orangtuanya berada nun di Makassar sana. Teknik mesin jurusan yang menerimanya, jurusan yang sebelumnya dikepalai oleh Pak Bambang ini. Jadilah pembicaraan berlangsung, tentang sistem evaluasi (baca: penentuan DO-tidak DO) --yang disebut beliau cukup berat di tahun pertama, dan lebih ringan di tahun-tahun lanjut. Si anak ini --maaf aku lupa namanya, sebab saat dia menyebutkannya, aku terlanjur dipanggil Pak Dedi untuk masuk ke ruangannya-- kelihatan entah pucat entah takut entah bingung mendengar "ancaman" Pak Bambang itu.

Yah, apa mau kukata, memang sedikit banyak sulit juga tahun pertama itu, saat banyak teman-teman baru, cara belajar yang baru, dosen-dosen yang 'ajaib' --dari yang baik sekali, yang langsung memberi E untuk setiap ketahuan mencontek, sampai dosen yang memukul meja tanda selesai ujian. Duh, Pak Bus.. Pak Bus--, mata kuliah yang tak terbayangkan sebelumnya, dan semuanya. Tetapi pada akhirnya aku di sini sekarang, tahun terakhir dan dirundung takut. Takut menjadi bagian data statistik tentang pengangguran-sarjana dan semuanya. Ah, mungkin aku perlu mengamalkan yang kuucapkan ke anak itu, ya? "Santai aja, ntar juga nyampe, kok..."

Hm... Menyinggung tahun terakhir, mesti tak lepas dari Tugas Akhir (TA), atau Skripsi. Memang bisa diambil baik di semester ganjil pun genap. Tetapi, karena jumlah SKS-ku mencukupi, juga faktor "tanggung" karena sisa SKS-ku juga tak begitu banyak, juga faktor adanya topik yang kuminati bersambut dengan adanya pembimbing, jadilah kuambil TA semester ini. 4 SKS, 4 SKS yang, um... Entahlah. Banyak yang bilang sulit, tetapi tak sedikit yang bilang bahwa 4 SKS itu tak mungkin berakhir dengan nilai kurang dari B. Entahlah, "nanti juga sampai...".

Oh iya, TA-ku mungkin yang pertama di kampus kuning yang, entah bagaimana, bisa kami cintai ini (n_n). Topiknya, "Dye-Sensitised Solar Cell" (bagaimana mengartikannya yah? Hm...). Yah, semua bermula dari mata kuliah "Rekayasa Produk". Di situ, oleh Prof Eddy, yang supersibuk sampai hampir setiap Jum'at menjadi hari libur dadakan, kami dibagi dalam kelompok dua-dua untuk membuat rancangan produk dari polimer (plastik) dan seluk beluknya, dari bahan baku sampai perkiraan harga kalau bisa. Aku dan Sapto, setelah segala debat tentang alat makan, action figure, dan banyak lagi, kami memutuskan akan merancang "helm sepeda motor bertenaga surya". Bukan, sebetulnya itu bisa dibilang muslihat pemasaran saja, sebab helm itu tak lebih dari helm yang ditempelkan panel surya. Bisakah? Nah, itu dia pertanyaannya, sebab yang kita kenal sekarang, pembangkit listrik tenaga surya yang ada --berbasis wafer silikon murni-- ukurannya sama sekali tidak bisa dibilang kompak. Belum lagi persyaratan penyinaran yang ajek dan tidak terhalangi sama sekali.

Nah, dari keingintahuan --dan juga rasa keki andaikata produk kami tidak memungkinkan diwujudkan-- kami mencari bahan yang banyak, terutama tentang panel/sel surya. Dalam pencarian itu, kami menjumpai bahwa memang ada sel surya yang lebih murah, lebih kecil ukurannya, dan lebih ringan --meskipun memang belum sebaik sel surya berbasis silikon pada umumnya. Teknologi itu, selain yang menjadi topik TA-ku, juga teknologi sel surya polimer/organik. Memang aku tertarik pada yang terakhir ini, tetapi tak mengapa karena Pak Herman --pembimbing TA-ku-- telah menjelaskan bahwa yang lebih memungkinkan dikerjakan --juga karena teman beliau yang telah berada di perusahaan Darma Polimetal mengajukan kemungkinan yang sama, jadilah aku mengambil kesempatan ini. Toh, biarpun bus datang berkali-kali, kesempatan tak datang kembali 'kan?

Tetapi, sebelum memulai TA ini, Pak Herman sudah mewanti-wanti kalau ini adalah proyek yang eksperimental, belum tentu berhasil, dan pada satu ekstrem, bisa jadi tidak mendapat apa-apa. Itu juga yang dikatakan pada Dini, yang sejak Rabu (20. 08) kemarin resmi menjadi rekan kerja pada proyek ini --setidaknya kurasa tak mengapa bila proyek ini mendapat sentuhan perempuan (n_n).

Yah, pada awalnya saat aku bertanya apa yang bisa kukerjakan --di luar membaca jurnal-jurnal dan artikel-artikel-- untuk proyek ini pada Pak Herman, beliau bilang pada saat itu sedang mencoba memesan bahan-bahan yang diperlukan untuk kelangsungan proyek itu. Yah, sembari menunggu, kuteruskan saja membaca dan menandai jurnal itu dengan, um.. Stabilo®. Dari sedikit menandai itu, ada kudapat fakta bahwa di antara bahan-bahan tersebut, ada yang memungkinkan untuk dikerjakan di Lab. Saat kuutarakan hal demikian, Beliau menyambut antusias --mungkin pengaruh didikan luar negeri ya? Penghargaan atas inisiatif dan semacamnya-- dan kemudian menitahkan (Titahmu adalah kewajibanku, Pak! Ups, he he...) untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan. Sebisa mungkin di Jakarta dan sekitarnya. Dasar pemikirannya, bahwa andaikan kami sudah mulai menjalankan proyek ini, mungkin perusahaan tersebut, juga jurusan sendiri, akan membantu lebih banyak dalam lancarnya proyek ini.

Yang jelas, di sinilah petualangan --dan hambatan pertama-- dimulai. Zat yang kami perlukan, untuk membuat DSSC tahap pertama adalah Kaca yang dilapis TCO, oksida penghantar transparan. Pada dasarnya, tak ada yang istimewa dengan kacanya. Yang jadi masalah adalah pelapisnya. Menurut referensi, yang diperlukan adalah FTO (Fluorine-doped Tin Oxide), tetapi dapat pula diganti dengan Sb-doped Tin Oxide (Sb = antimoni). Zat pelapis ini dapat diperoleh dari antimoni(III) oksida dan timah(IV) klorida.

Nah.... Yang pertama kutanyakan adalah temanku yang kebetulan asisten lab kimia, tentang keberadaan dua zat itu. Untuk antimoninya, ada tetapi tinggal 1/4 bagian dari 100 gram, sedangkan timahnya tak ada. Ya sudah, karena khawatir mengganggu suplai di lab kimia, kuubah pertanyaanku, "di mana belinya?". Pencarian kemudian beralih ke Bu Rini, kepala Lab Kimia Metalurgi, dan diberikan aku nomor kontak toko yang biasanya menjadi pilihan utama Lab Kimia saat membeli bahan. Jujur aku agak takut, jadilah aku baru mengirim e-mail sore ini (22. 08), dengan perjanjian pada diriku sendiri kalau sampai Ahad petang tak dibalas jua, teleponlah yang akan beraksi hari Senin pagi (semoga cukup beraniku).

Yah, semoga esok lebih baik, dan e-mail yang kunanti segera datang --ataupun hari Senin segera datang, mana yang lebih dulu (Lho, mirip garansi sepeda motor? :P). Semoga juga kami bisa mendapat --ehm, doakan aku-- "harga khusus" untuk zat-zat itu (coba tebak berapa harganya? Antimoni itu enam ratus ribu rupiah untuk setiap seratus gramnya, dan timah itu? Terakhir kulihat dua koma lima sekian sekian kali sepuluh pangkat enam. Hmph...), semoga.

F I N
written on 22/23. Aug 2008; 24.00/00.00 WIB
Setiap aku mau mengejar sesuatu, akan kukejar sampai dapat, tapi kalau Dia tak memberi jalan? Mungkin akan kubuat jalan. (~.~)


Tidak ada komentar: