Rabu, 13 Agustus 2008

Ragu

Ragu, adalah terjemahan dari yeast, digunakan pada adonan roti dan kue untuk membuat roti dan kue mengembang. Ups, maaf. Itu seharusnya digunakan untuk mendefinisikan ragi, bukan ragu. Maaf sekali lagi (",). Seharusnya, "ragu" adalah "dalam keadaan tidak tetap hati (dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dsb); bimbang" (KBBI, ada tautan menuju ke sana di sebelah kiri, silakan...)

Jadi, pernahkah terlintas keraguan dalam benakmu? Saat kendaraan yang kita tumpangi berada di persimpangan, waktu kita diharuskan memutuskan ke mana kita melangkah, kala tombol "kirim" tinggal satu klik jaraknya. Sejauh yang kutahu tak ada insan yang tidak pernah ragu-ragu sepanjang hayatnya. Hanya besarannya saja, mungkin, yang berbeda-beda, dan kemampuan insan itu menyingkirkan keraguannya untuk kemudian mengambil keputusan yang mantap.

Aku sendiri, syukurlah, masih diberikan keraguan yang cukup besar. Mungkin karena terlalu banyak pemikiran berkecamuk di kepala, sering tanpa penerapan, sampai ide tinggal menjadi ide saja. Mengganggu? Tentu saja. Seorang teman memiliki kutipan favorit: "yesterday is history, tomorrow is mystery, but today is a gift. That's why they call it present.". Menarik, buatku, karena hampir setiap aku menatap ke depan, aku merasa takut. Padahal aku sendiri yang berkata (atau mengutip? Entahlah..) "ketakutan membuat semuanya jadi rumit."

Betul, bahwa masa depan itu belum terjadi. Namun, mengingat kutipan dari temanku tadi: "esok itu sebuah misteri", dan sudah kodrat setiap misteri untuk selalu memancing keingintahuan, ditambah lekatnya manusia dengan sifat ingin tahu, jadilah aku sering menduga-duga, meraba-raba, mengira-ngira, apa yang ada di balik tirai pembatas esok dan saat ini.

Tapi apa yang terjadi? Yang ada adalah ketakutan menghampiri. Ketakutan kalau seandainya aku tidak bisa menyelesaikan Tugas Akhir pada waktunya; kalau seandainya aku tidak lulus pada waktunya; kalau misal aku lulus, akan ke mana aku; kalau sekiranya aku tidak mendapati seseorang untuk menyempurnakan setengah tuntunan Beliau; kalau nantinya kawan-kawan karibku tak mengingatku; kalau....

Ah, kumpulan pengandaian itu menyiksaku. Membuat seolah-olah aku mustahil menapaki masa depan di bawah cahaya, dan hanya gelap yang ada. Wahai Penciptaku, ingat aku engkau menyatakan akan mengamankanku dan yang mengikutiMu, sang Pemilik Rumah Itu, dari ketakutan. Sungguh Engkau tak pernah ingkar --tak sepertiku.

Mungkin yang baik buatku sekarang, nikmati hari ini, siapkan bekal untuk esok, dan tidak perlu mereka-reka apa yang ada di balik tabir pemisah kini dan esok. Karena fajar esok akan datang, bersama matahari yang menerangi dan memperjelas apa yang tak terlihat sebelumnya di balik selubung kini dan esok.

F I N
written on: 13. Aug 2008, 15. 24 WIB
** ...sabar... **

Tidak ada komentar: