Rabu, 29 Desember 2010

Monolog tutup buka

Dua pekan lebih berlalu sejak kiriman beliau yang pertama. Sepekan lebih sejak 'sepakan' kedua beliau, dan yang terjadi? Entahlah. Ada hal-hal baru yang aku ketahui tentang beliau. Tidak penting. Lebih penting adalah kenyataan bahwa sampai jangka waktu demikian, rasanya beliau masih terlalu lekat di kepala.

Kenapa? Kalau itu tanyamu, aku pun tiada bisa menjawabnya. Bahwa hal ini pernah terjadi sebelumnya itu benar, tetapi hanya ke seorang yang demikian dekat di hati. Butuh lima tahun lebih untuk meredakannya kemarin itu. Padahal kami bukan apa-apa. Teman, mungkin, tapi yang dulu terasa lebih dari itu. Searah, yang kembali terulang sekarang ini. Ck.

Kalau boleh menilai diri, golongkan aku ke dalam mereka yang melihat dan percaya. Berat untuk merasa. Berat. Dan sekali merasa, tak mau lepas. Tak mau pergi. Menjadi.... Obsesi? Ah, jangan sampai.

Bagaimana kalau berdamai (lagi) dengan diri. Padamkan bara yang masih menyala di dalam. Tidak, tidak melulu bara perasaan itu. Bara yang lain, bara dari masa lalu. Lalu kemudian, tutup mata, biar dibukakan mata yang lain. Mata yang lebih dalam, lebih perasa.

Allah, bukakan hatiku, lapangkan dadaku, beri keringanan dan jalan pada problemaku.

Lalu kalau telah terbuka, maka bukalah mulutmu pula. Kirimkan kata yang tiada menyakiti. Sapaan hangat, dan ucap penyejuk. Dan mudah-mudahan beliau berbahagia.


--
F I N
written on 29. Dez 2010, 17.42 WIB (UTC +7), 18.42 WITa (UTC +8).
Dear miss, I never realise that to say even a thing when I'm before you is corundum-hard.

Tidak ada komentar: