Senin, 31 Oktober 2011

Yang tidak terucapkan

Berapa kali ini terjadi padamu? Bahwa seringkali kalimat, opini, pendapat, pandangan, dan seterusnya berakhir hanya berputar di kepala, tanpa terlontar keluar lewat lisan.
"Mas, itu coba rokoknya dimatikan, bisa ya? Kami tidak kuat dengan asapnya."
"Mbak, ini antrean jangan dipotong lah! Kita juga sudah dari tadi kok, menunggunya."
"Kamu manis. Tidak terperikan bahagiaku kalau misalnya, um, bagaimana mengatakannya ya? Um..."
Mungkin kalimat-kalimat di atas mewakili cuplikan kalimat sehari-hari yang berakhir di pikiran saja dan tidak terlontar. Memang ada orang yang dengan mudah mengungkap kalimat-kalimat di atas, tetapi tidak sedikit pula yang berhenti tepat sebelum kalimat tersebut mencapai lidah karena berbagai alasan.

Takut, bisa diambil sebagai argumen pertama. Misalkan saja pada contoh kalimat pertama. Pengalaman memberikan contoh betapa orang-orang perokok bisa sangat arogan dan tidak bisa menerima fakta bahwa ada orang-orang yang juga memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih. Dan bukantah hak orang lain adalah batas bagi hak seseorang? Arogansi ini sering ditampilkan sebagai hardikan, delikan, atau apalah yang menjejak di benak pengucap kalimat pertama di atas. Jadilah kalimat tersebut, yang semestinya mudah, mandek dan gagal mengalir dari benak menuju lisan pengucapnya.

Argumentasi lainnya yang bisa dikemukakan: malu. Inhibisi semacam ini umumnya menghambat kalimat-kalimat yang senada kalimat ketiga. Padahal semestinya tidak perlu ada yang dimalui, toh? Ini mungkin bisa ditarik lebih jauh ke pendidikan masa kecil, atau mungkin hanya karena yang terendap dalam benak calon pengucap kalimat tersebut yang menganggap hal-hal seperti itu bukan sesuatu yang pantas. Mengatasinya? Entahlah, aku termasuk golongan yang terakhir ini. Mungkin sesekali 'mencuci otak' dan akhirnya keluar dan mengatakannya bisa membantu. Mungkin.

Setidaknya baru dua alasan ini yang dapat kukenali sebagai musabab adanya kalimat-kalimat yang tertahan, yang tak terucapkan. Mudah-mudahan mencukupi, tetapi kalau memang belum, tentu saja karena aku yang belum diberi pengetahuan tentang ini.

NB: Kalimat terakhir pun masih rumpang sepertinya. Bahkan pikiran pun macet untuk hal ini. (-_-")
--
F I N
written on 31. Okt 2011, 07.20 WIB (UTC +7), 01.20 CET (UTC +1)
I've stated my case. I rest my case upon Thee. I rest my case upon Thee. I rest my case upon Thee...

Tidak ada komentar: