Rabu, 10 November 2010

Setengah itu, diakah?

Aku punya rencana. Segudang rencana. Tentang hidup, tentang kehidupan. Dari hal semacam kemeja, kaus kaki, dan sandal jepit hingga beberapa lensa kamera, perjalanan ibadah, dan - ehem - setengah agamaku.

Tapi tentu saja, sebaik-baik manusia berencana, ada yang jauh, jauh paling Ahli Berencana. Mengenai kemeja, kaus kaki, sandal jepit, sementara ditunda dulu karena, yah, ada penundaan dari sisi hulu. He he he. Untuk rencana yang agak panjang, penundaan dari hulu itu ada juga pengaruhnya, tetapi berhubung masih (agak) panjang waktunya, tidak demikian masalah.

Nah yang terakhir itulah...

Cerita bermula dari masa-masa menjelang proses asesmen dari jejaring universitas se-ASEAN.Saat itu, keramaian terus terjadi di jurusan kami. Bolak-balik tiga lantai dalam 10 menit hal biasa.

Biasa sampai suatu hari mata yang kurang awas ini mendapati paras ayu di lantai 3 yang dulu jadi 'lantai kami'. Rambut hitam panjang terurai sebahu. Senyumnya membingkai sebaris gigi yang bersih. Kacamata minus menegaskan sepasang bola mata itu.

Ah, tidak... Mulai lagi.

Yang kuperbuat saat itu? Kau takkan percaya. Melihat daftar nama asisten lab tersebut. Dari pengetahuan dasarku tentang rekan-rekan dengan tahun masuk di bawahku, aku memperkirakan dari angkatan mana beliau. Kudapatkan dua nama, dan melalui 'bantuan' situs jejaring sosial karya M. Zu'berg, kudapatkan nama beliau, dengan beberapa data sampingan, yang terus dipantau sampai sekarang. *ups*

Kalau kamu tanya, "mengapa tak kau halangi saja jalannya dan tanyakan namanya?" ini jawabnya.

Selasa, 9. November 2010, menjelang tengah hari, lab lantai 3 di seberang lab yang diasisteninya. Aku 'mengantar' seorang kawan keluar pintu. Ternyata, di ujung koridor itu, beliau duduk dengan setidaknya seorang rekannya. Aduh, aduh, pandangan kami dipertemukan.

Dan yang terjadi? Balik kanan, langkah seribu, jalan!

Scene berikutnya seharusnya untuk perempuan. Ada sesosok tubuh menyandarkan diri ke pintu, bersembunyi, jantung berdegup lebih kencang, mulut mengutuk ketidakberdayaan dirinya. Masalahnya, yang ada di scene itu... Aku. Ah! :(

Itulah mengapa. Menjawab pertanyaanmu?

Baiklah. Pekerjaan rumah berikutnya adalah, bagaimana bisa memperkenalkan diri kepadanya. Yang aku ingin katakan sederhana saja, kok.

"Hei, aku Arif. Mmm.. Dari beberapa waktu lalu, aku sering lihat kamu. Boleh tahu namamu? Kalau tak keberatan, mungkin nomor telepon? Ini nomorku, kalau kamu berkenan, aku akan kirim pesan nanti petang, ya!"


--
F I N
written on 10. Nov 2010, 21.12 WIB (UTC +7), 22.12 WITa (UTC +8)
In this case, I heartily wish that it's as easier done as it is said, miss.

Tidak ada komentar: