Senin, 29 November 2010

Terjadi lagi

Sabtu, 27. November 2010.

Beliau di sana, di tempatnya di lab seberang. Aku di tempatku, duduk, (berpura-pura) menelaah jurnal. Bimbang setengah mati. Ada yang perlu kutanyakan, ya, tetapi tak yakin berhasilku. Lagipula seorang rekannya ada di sisinya, tak enak aku.

Skenario untuk "aku yang sempurna" adalah aku keluar dengan langkah ringan, satu tangan tersembunyi di dalam kantung celana, dan satu tangan membantu ekspresi. Kalimat yang keluar, yah, pelbagai basa-basi yang berpangkal dari ajakan perkenalan, meminta nomor telepon, dan macam-macam itulah.

Tapi yang terjadi, ya, aku (saja, aku yang tidak sempurna) yang tidak kunjung keluar dari cangkang.

Kemudian, saat aku sadar, beliau telah melangkah pulang, bersama rekannya tentu saja - apa yang kamu harapkan dari seorang gadis? Berjalan sendiri saja?

Sekonyong-konyong muncul beraniku sedikit. Segera aku berlari. Betul. Berlari menuruni tangga. Tiga lantai penuh, melompati beberapa anak tangga, menghela langkah.

Tapi di pintu itu aku tercekat. Ingin hati meneriakkan - oke, memanggil saja, tidak berteriak - "Mbak!" begitu. Tapi tidak satu kata pun keluar dari tenggorokanku. Bahkan tidak satu bisikan pun.

Dan setelah itu, beliau keluar dari pintu, aku mendapati keadaan yang sulit - dosen pembimbingku yang telah berjanji menemui kami siang itu sedang berbincang dengan mahasiswanya yang lain. Dan aku memilih mendekati beliau, dosen pembimbingku.

Dan beliau berlalu.

Dan sakit lebih lanjut dalam perjalanan kembali ke rumah, beliau kembali ke kampus. Akan berangkat ke acara "Malam Keakraban" rupanya.

Dan aku mau jadi batu saja.

--
F I N
written on 29. Nov 2010, 19.20 WIB (UTC +7), 20.20 WITa (UTC +8)
This imaginarily perfect me is killing me slowly, yet surely. At this rate, I won't have meaningful relationship with a lady.

Tidak ada komentar: