Minggu, 14 September 2008

Trilogi BuBar Bagian Ketiga: Grande Finale

Hihi, heboh yah, judulnya. Yah, bagaimana lagi. Setelah Kamis (11. Sep) aku jumpa dengan saudara-saudaraku, yang paling lama tak bertemu tak lebih dari sebulan, begitu juga Jum'at (12. Sep) dengan kawan seangkatan Metal 2005 yang setiap hari bertemu (berlebihan...), hari Sabtu (13. Sep) kemarin aku dipertemukan kembali dengan kawan-kawan sekelas SMP dulu. Yah, sebagian besar --dari 24 orang, yang hadir ada 12 orang-- datang deh... Tak terasa telah 6 tahun lebih berlalu sejak kami lulus bersama dari perjuangan itu.

Jadi, pekan lalu kalau tak salah, Iis-Gibran-Cheppy mengadakan pertemuan Kolombo (eh, pertemuan pendahuluan maksudnya) untuk membicarakan soal acara ini. Akhirnya, panitianya terbentuk, ya mereka-mereka juga sih, he he... Yah, kalau begitu dipersingkat saja. Acara dijadwalkan Sabtu, 13. September 2008. Tempatnya? He he lagi... Rumah Micky (lagi)! Entahlah, entah rumah di Pulomas itu memang strategis (tidak juga kalau dihitung dari tempatku nun di Selatan Jakarta) atau memang kami memiliki semacam afinitas dengan rumah itu.

Jadi, dijadwalkan kami bertemu di Sekolah kami tercinta, di sebelah Uni. Negeri Jakarta persis, jam 4 sore. Karena agak nanggung, jadilah aku berangkat lepas 'Ashar. Tak lupa menyiapkan satu rol film untuk dokumentasi. Tapi.... Nanti lah, tunggu dulu. Jadi, berangkatku dengan angkutan karya pemda DKI --TransJakarta-- itu, yang kutahu berhenti tepat di depan UNJ. Mungkin karena hari Sabtu, bus tetap saja tertahan di beberapa persimpang jalan, jadilah ku tiba tepat.... Tepat pukul 16. 35 WIB. :P

Di halte itu, aku melongok ke depan sekolah. "Loh? Mana nih, anak-anak? Jangan-jangan pada gak datang..." Tapi tak hirau aku, dan melangkah --cepat seperti biasa-- meniti jembatan penyeberangan tanpa tangga itu. Sesak rasanya dadaku melihat bangunan gedung sekolah yang telah demikian lama kutinggalkan. Yah, kenangan-kenangan, indah-buruk, besar-kecil, manis-pahit, semuanya campur aduk menyesakkan. Seperti apa kira-kira kawanku sekarang yah?

Langkah terus tak henti, jembatan telah dititi, dan hendak berjalanku ke dalam, tetapi di halte, aku melihat seseorang yang sepertinya karib. Sedetik kemudian kuputuskan menepuk bahunya, dan benar saja: Cheppy!! Orang yang dulu meracuniku dalam perjalanan pulang sekolah dengan segala tentang tank-tank dan pesawat-pesawat tempur, dan darinya pertama kali kuingat mendengar kata "metalurgi". Yah, racun yang efektif, mengingat sekarang aku belajar di satu dari sedikit jurusan yang mengandung kata tersebut. (",).

Cheppy, dulu adalah anak yang paling jangkung di kelas kecil itu. Juga paling banyak digosipkan dulu. Hi hi... Tahu tidak, sekarang aku lebih tinggi beberapa sentimeter darinya. Tapi yang paling terlihat adalah: Bertambah gemuk dia! Aku sendiri --yang memang ingin menambah yah, 5-10 kilo(gram) lagi-- jadi agak iri melihatnya. Ah, sudahlah. Jadi kemudian kami memutuskan masuk ke dalam kompleks sekolah (SD-SMP-SMA), dengan iringan cerita-cerita. Dia yang sekarang --menurutnya-- bekerja di sebuah Departemen sebagai tenaga lepasan, aku yang akan mulai Tugas Akhir, dan semuanya.

Masuk ke dalam, agak miris juga melihat tempat kami diwisuda dulu, yang menumpang di Teater Besar UNJ, telah menjadi "bekas Teater Besar". Bekas, karena beberapa waktu yang lalu memang terbakar bangunan itu, dan merembet ke dalam. Masuk semakin dalam, pelataran bawah Masjid Baitul 'Ilmi belum berubah. Masih dipagari, dan dipakai terutama untuk Shalat Jum'at saja --karena sehari-hari dulu biasanya cukup lantai-lantai atas yang dipergunakan.

Dan.... Loh? Ke mana kelas kami? Kelas kecil di pojok atas lantai 3 itu telah lenyap. Telah diratakan lantai 3 itu dengan lantai 2, mungkin akan dibangun ulang. Komentar Cheppy singkat: "Lumayan, sekalian direnovasi. Udah lama nggak 'kan?" Yah, ada benarnya juga sih.. Jadilah aku dan Cheppy mengambil gambar tentang yang tersisa di bekas lantai tiga itu, dari bawah saja karena Iis dan Gibran sudah menunggu kami. Ah, foto-foto ya. Setelah dicetak-dipindai-diunggah dulu ya? Sekarang belum habis rol film itu.

Baiklah, Iis dan Gibran pun datanglah. Duh... Iis betul-betul berubah. Kacamata yang dulu identik dengannya, raib. Rambut hitam pendek keriting telah berganti rambut highlight panjang berombak. Badan gemuk pendek, yahh.. Tidak gemuk lagi deh, sekarang. (^_^). Kalau dia memilih nama e-mail mengandung kata bebek, bisa dibilang kini dia telah transformasi dari anak bebek buruk rupa menjadi angsa putih yang cantik. Untung sekitar tahun lalu kami pernah bertemu saat ia main-main ke kampusku. Jadi tak terlalu kaget melihat dia. :p

Kemudian Gibran. Hm.. Tetap berisi badannya, dan kacamatanya masih setia di sana. Bukan, bukan kacamata yang sama, tentu, tapi masih setia menggunakannya deh. Gayanya... Rapi jali, tipikal mahasiswa Kedokteran deh. Tak mungkin 'kan dokter lusuh, yang ada nanti pasien-pasiennya melarikan diri duluan melihat dokter yang "tak terawat". Yang jelas, mereka (Cheppy dan Gibran) setelah bertemu (lagi), langsung keluar aslinya: "Gila". :p

Dari sekolah, kami keluar, memutar menuju sebuah pusat perbelanjaan tak jauh* dari sekolah (*= relatif, kalau dengan jalan kaki tentu terasa jauh. n_n). Rencananya kami membeli beberapa makanan, berat dan ringan di sana saja. Wew, bukan hanya di jalan saja kemacetan melanda, di dalam pusat perbelanjaan itu juga! Tapi tak mengapa, setidaknya Gibran cukup nekat juga menyapa Iis (kami berpisah di dalam), "Mah, udah belanjanya?" Ha ha... Konyol! Tapi menyenangkan melihat reaksi orang-orang yang agak-agak, um, bagaimana yah? Begitulah... :-D

Dan... Menerobos kemacetan dalam mobil yang dikemudikan Gibran, sedikit heran dengan jalan yang dipilihkan GPS-nya, 15 menit kemudian kami berempat pun sampailah ke rumah itu. Besar, setidaknya cukup besar untuk kami beramai ke sana. Ah, di rumah itu pernah kami mengerjakan tugas kelompok, (aku) melihat gilanya Micky atas permainan Final Fantasy, banyak lagi...

Saat kami tiba, Ayah dan Ibu dari Tyas baru akan kembali ke rumah selepas mengantar putri mereka. Ibunya Tyas tak mengenali kami, sebagian besar. Duh, waktu kadang terlalu kuat yah? Seperti apa ya Tyas, yang dulu kecil, mungil, "kering", dan berkacamata. Hm... Penasaran harus ditahan dulu, karena kedatangan Cempaka! Cempaka yang dulu belum berhijab, sekarang tiba dalam balutan, um, blus (?) batik dan celana panjang putih, dengan hijab putih. Wah, tak pernah tahu aku. Hilang kontak sejak lama, dan belakangan aku juga baru tahu kalau dia sudah lulus! Lulus dari President University, jurusan Akuntansi kalau tak salah. Selamat ya, Cem.. Tapi waktu kutanya apa udah ada tawaran dari mana, begitu, dia menjawab "ntar dulu. Napas dulu gue, sekolah udah cepet, kerjanya nanti dulu deh" (atau semacam itu deh. :p). Yah, semoga sukses dengan apapun pilihanmu, Cem.

Jadilah kami masuk bersama, berlima, ke dalam rumah Micky. Dan..... Wah, Micky! Apa aku tidak salah lihat? Micky yang dulu setipe dengan Tyas dalam bentuk badannya kini bertambah lebar.. Duh, kenapa aku tidak bisa sih... Ah, sudahlah, yang jelas, sebelum kami ternyata sudah tiba Micky (loh, ini kan tuan rumahnya?), Rifqi, dan Tyas. Rifqi, masih tetap arab (he he, ada keturunan Arab, kalau tak salah), dan Tyas.. Kejutan! Masih belum banyak berubah. Masih "kering", kacamatanya juga masih di sana, hanya saja setelah lama ia membiarkan rambut pendeknya tumbuh panjang, dan gayanya: masih bisa dibilang kekanak-kanakan.

Kemudian, jelang 'Adzan, Ikhsan alias Bulet pun datang. Tak sesuai lagi aliasnya dengan keadaan sekarang. Tingginya hampir setinggiku, jadi kesan bundar itu sudah bisa dikatakan menghilang. Oh iya, terakhir bertemu kita di kelas MPK Apresiasi Film ya? Itu kapan ya? Hmm... Yah, lupakan. Setelahnya datang Aisyah. Masih sama, kacamata, rambut panjang --hanya saja tak ada lagi kuncir/kepang hasil karya ibunya, he he-- dan tetap berbadan subur.

Dan 'Adzan pun berkumandang, pun puasa diselesaikan. Berbincang kami semua, tentang segala hal. Betul-betul segala hal. Dari kehidupan sehari-hari, kenangan masa silam, "8 bidadari", "Musang Perak", Ratna-Gibran, Cheppy dan kisah kasihnya dulu, Aku dan guru matematika kami, wali kelas-wali kelas kami, guru-guru kami, semuanya deh. Ah... Kenangan, kenangan... Catatan hidupku takkan lengkap tanpa itu, dan takkan bisa kuhapuskan dengan mudah.

Kemudian datanglah Erita, sepaket dengan Dito. He he... Awet betul yap? Aku kapan?? Nanti deh, 'kan berjalan sendiri itu menyenangkan, lebih cepat, irit, semuanya. Entah dari kapan mereka sama-sama, tak penting deh. :p.

Lepas 'Isya', sebuah plot disusun. Jangan buruk sangka dulu, bukan plot yang aneh-aneh yang disusun kok, kecuali merencanakan reuni bisa dibilang persekutuan jahat, he he.. Yah, jadi diputuskan, setelah reuni kecil-kecilan ini, 9-11. Januari 2009 mendatang, kami akan bereuni. Rencananya sih, tempat Gibran di daerah Bogor yang akan dipinjam. Wah, semoga bisa berhasil. Nanti kalau siap, aku bikin acaranya. Yah, minimal cari perkara deh, kalau tidak acaranya kurang.. :p. Sama-sama mengingatkan dan membantu yach...

Ahh... Re-union, bersatu kembali. Yah, semuanya dipertemukan. Segala ingatan dariku, Gibran, Cheppy, Handika, Dito, Rifqi, Ikhsan, dan Micky. Juga dari Iis, Aisyah, Anes, Dita, Annisa alias Wanto, Tika, Cininta, Indah, Glenda, Cempaka, Muti, Eca, Rizky, Erita, Tyas, juga Ratna. Salam dari kami, duapuluh empat orang dari angkatan ketiga kelas akselerasi SMP Labschool, Rawamangun, Jakarta. (^_^)

--Edit: NB: Ternyata, sesampainya di rumah Micky, daya baterai di kamera sudah tiada. Padahal sudah berharap-harap. Duh.... Payah!


F I N
written on 14. September 2008, 'til 07:42
What a finale, what a finale... You've done better, Sire!


2 komentar:

MICKY STRING ORCHESTRA mengatakan...

bertambah lebar? kekanak-kanakan? ck ck ck... btw blognya jujur sekali :D

ArIf mengatakan...

Iya, ck ck ck cK... :-p

Kalau kata orang, 'honesty is the best policy', he he he... ^_^